Jalur kereta api Bukit Putus–Indarung
Jalur kereta api Bukit Putus–Indarung adalah jalur kereta api yang membentang dari Stasiun Bukit Putus menuju Stasiun Indarung. Jalur ini termasuk dalam Divisi Regional II Sumatera Barat dan merupakan salah satu dari tiga jalur kereta api yang aktif di Divre tersebut. Jalur ini merupakan salah satu jalur kereta api yang dibangun pada pasca-kemerdekaan dan menghubungkan langsung antara pabrik PT Semen Padang dengan Pelabuhan Teluk Bayur. Karakteristik jalur yang mendaki ini membuat jalur kereta api Indarung menjadi jalur terekstrim non-gigi aktif saat ini, sehingga pada awal jalur ini beroperasi membutuhkan 2 lokomotif BB303 atau BB306 serta 1-2 lokomotif pendorong (biasanya menggunakan BB303 dan BB204) untuk menarik dua puluh gerbong angkutan ketel semen di jalur ini. Namun, seiring dengan kedatangan lokomotif CC201 datang di ranah Minangkabau rangkaian ini cukup ditarik dengan 2 lokomotif CC201 dan tidak perlu lagi menggunakan lokomotif pendorong serta stanformasinya bertambah menjadi 24 gerbong. Jalur ini memiliki segitiga pembalik yang terletak tak jauh dari Stasiun Bukit Putus. Sampai saat ini, jalur ini merupakan jalur tersibuk di Sumatera Barat dengan frekuensi jadwal kereta api hingga 42 kali dalam sehari (per GAPEKA 2019)[1] sehingga jalur ini menjadi mesin uang bagi Divre II Sumbar meskipun kereta api angkutan batu bara Ombilin tidak beroperasi sejak akhir 2002 lalu. Sejarah dan perkembanganSebelum jalur ini dibangun, pengangkutan bahan semen antara pabrik di Indarung dengan Teluk Bayur menggunakan lori gantung sejak pabrik Semen Padang dibangun tahun 1910 oleh Hindia Belanda.[2] Pembangunan jalur ini juga dilatarbelakangi oleh menurunnya produksi tambang batu bara Ombilin pada sekitar 1970-an, sehingga untuk mempertahankan eksistensi perusahaan ini PJKA Eksplotasi Sumatera Barat menjalin kerjasama dengan PT Semen Padang untuk pengangkutan semen dengan kereta. Jalur ini selesai dibangun dan diresmikan pada 16 November 1979 oleh Kementerian Perhubungan saat itu Roesmin Noerjadin. Peresmian jalur cabang ini juga dihadiri oleh Ibu Negara saat itu, Siti Hartinah (Ibu Tien Soeharto) dan Menteri Perindustrian Hartarto bersamaan dengan pembukaan pabrik baru Semen Padang III-B yang letaknya tak jauh dari Stasiun Indarung.[3] Awalnya jalur ini memiliki rel gongsol seperti halnya di jalur-jalur ekstrim di Daerah Operasi II Bandung, tetapi rel gongsol dicopot semenjak jalur ini diganti relnya menjadi R42 pada tahun 2004 karena jalur tersebut tidak begitu sibuk pada saat itu. Saat ini rel gongsol sedang dipasang lagi mengingat frekuensi KA semakin meningkat, apalagi kehadiran lokomotif CC201 yang beroperasi dengan traksi ganda di jalur ini untuk mengurangi kemungkinan lokomotif anjlok akibat tikungan tajam di jalur ini. Jalur ini sudah ditingkatkan tekanan gandarnya (termasuk di jembatan) sejak tahun 2015 demi menghadirkan lokomotif sekelas CC karena lokomotif sekelas BB di Sumbar sudah uzur dan suku cadang yang sudah langka. Pada tahun 2017 seiring meningkatnya produksi di Semen Padang dan mulainya beroperasi lokomotif CC201, angkutan klinker mulai beroperasi dengan menggunakan gerbong terbuka (GB) atau KKBW eks-Ombilin serta penambahan gerbong ketel (GK) untuk mendukung angkutan semen curah.[4] Untuk saat ini sedang dilakukan peningkatan rel dari ukuran R42 menjadi R54 dan menurut rencana Balai Teknik Perkeretaapian Sumatera Barat, Stasiun Kampung Juar yang sebelumnya nonaktif akan diaktifkan lagi sebagai stasiun persilangan,[5] selain itu PT KAI Divre II Sumbar saat ini sedang mengkaji rencana perjalanan kereta penumpang di jalur ini namun hanya sampai ke Pauh Lima.[6] Sejak 1 Maret 2023, stasiun Pauh Lima telah melayani beberapa perjalanan kereta api Sibinuang. Jalur terhubungLintas aktif
Lintas nonaktif
Layanan kereta apiKomuter
Barang
Daftar stasiun
Referensi
Pranala luarPeta rute: Attached KML Galat: Berkas KML tidak ditemukan
|