Jalaludin Rakhmat
Jalaludin Rakhmat (29 Agustus 1949 – 15 Februari 2021)[1] adalah cendekiawan dan politisi dari PDI-P. Setelah lama menjadi dosen di Universitas Padjadjaran, pada tahun 2014 dia terpilih menjadi anggota DPR-RI periode 2014-2019. Di DPR dia menjadi anggota Komisi VIII (agama dan sosial). Kehidupan awal dan pendidikanJalaluddin lahir pada tanggal 29 Agustus 1949 di Bandung, ibu kota Negara Pasundan (sekarang Provinsi Jawa Barat).[2] Ayahnya adalah anggota organisasi Islam Nahdlatul Ulama, sedangkan ibunya adalah seorang aktivis terkenal di kota. Pada usia dua tahun, ayah Jalaluddin meninggalkan dia dan ibunya karena ketegangan politik. Setelah ayahnya pergi, ibunya akan membawanya untuk belajar di madrasah malam setelah dia kembali dari sekolah dasar pada sore hari. Ibunya juga mengajarinya membaca kitab kuning setiap malam. Meski berlatar belakang keluarga religius, Jalaluddin hanya mengenyam pendidikan agama sampai ia lulus sekolah dasar.[3] Jalaluddin adalah seorang pembaca yang tajam dan dia sering menghabiskan waktu untuk membaca karya filsuf seperti Spinoza dan Nietzsche di perpustakaan ayahnya. Ayahnya juga meninggalkan buku-buku agama Arab di rumahnya, yang juga dibaca Jalaluddin. Menurut Tajus Syarofi, usai membaca Ihya Ulumuddin, Jalaluddin terguncang dan hampir gila, hingga ia meninggalkan sekolah —SMA Negeri 2 Bandung[4]—dan mengembara ke beberapa pesantren di Jawa Barat. Namun karena kekurangan perbekalan yang dibawa olehnya, pesantren menolaknya dan dia kembali belajar di sekolah menengahnya. Selama di sekolah menengah, Jalal bergabung dengan Persatuan Islam, sebuah organisasi pelajar Islam. Jalaluddin kemudian kuliah di Universitas Padjajaran dan meraih gelar sarjana Komunikasi Massa (Drs.). Setelah lulus dari universitas, ia bekerja sebagai dosen di almamaternya.[5] Pekerjaannya sebagai dosen universitas memungkinkan dia untuk menerima beasiswa dari Iowa State University, di mana dia mengambil jurusan komunikasi dan psikologi. Dalam sebuah wawancara, Jalaluddin mengatakan bahwa dia belajar lebih banyak dari membaca buku-buku di perpustakaan universitas daripada mendengarkan ceramah kuliah.[6] Jalaluddin kemudian lulus dari universitas tersebut pada tahun 1981 dengan skor cum laude 4.0, sehingga memungkinkannya menjadi anggota perkumpulan kehormatan Phi Kappa Phi dan Sigma Delta Chi di universitas tersebut.[7] Jalaluddin kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Australia, memberinya gelar doktor dalam ilmu politik dari Universitas Nasional Australia.[2] Jalaludin Rakhmat mendapatkan gelar master komunikasi dari Iowa State University dan doktor ilmu politik dari Australian National University.[8] Sejak tahun 1978 dia bergabung dengan Universitas Padjadjaran sebagai staf pengajar. Setelah pensiun sebagai dosen, pada tahun 2013 dia memutuskan terjun ke dunia politik dan bergabung dengan PDI-P. Dia memilih partai tersebut karena menurutnya hanya PDI Perjuangan yang membela kaum minoritas.[8] Jalaludin muda dibesarkan di kalangan Nahdatul Ulama, dan kemudian aktif di gerakan Muhammadiyah. Pada saat ini dia lebih dikenal sebagai tokoh Syiah di Indonesia. Karier akademikSetelah lulus dari Iowa State University, Jalaluddin kembali ke Indonesia dan menulis buku Psikologi Komunikasi. Ia merancang kurikulum untuk fakultasnya di Universitas Padjajaran dan memberikan kuliah tentang berbagai mata pelajaran, termasuk sistem politik Indonesia. Ia juga mengajar di universitas dan institut lain, seperti di Institut Teknologi Bandung dan di Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.[9] Dia ikut membidani salah satu organisasi Syiah di Indonesia, yaitu Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi) pada awal Juli 2000.[10] Karier politikJalaluddin adalah anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Menurut Jalaluddin, PDI-P adalah satu-satunya partai yang membela minoritas.[11] Jalaluddin kemudian mencalonkan diri sebagai calon dari dapil Jawa Barat II pada pemilihan umum legislatif Indonesia 2014. Jalaluddin mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat[12] dengan 56.402 suara.[13] Dia menjabat pada 1 Oktober 2014.[12] Jalaluddin duduk di Komisi VIII dewan yang menangani agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan. Jalaluddin mengatakan bahwa dia akan membela minoritas seperti Muslim Syiah dan Kristen selama masa jabatannya di komisi tersebut.[12] SkandalJalaludin pernah dilaporkan kepada Kepolisian Kota Besar Makassar karena menggunakan ijazah master dan doktor palsu pada tahun 2014.[14] Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Makassar menduga Jalaludin tidak berhak memakai gelar S2 karena tidak menyetarakan ijazah di Depdikbud dan ijazah S3-nya tidak legal dan fiktif.[15] Sementara itu Mahkamah Kehormatan Dewan dalam Sidang Paripurna DPR memutuskan kasus ijazah Jalaludin Rakhmat dan Nurdin Tampubolon tidak terbukti.[16] WafatJalaluddin Rakhmat meninggal karena COVID-19 di Bandung pada pukul 15.45 tanggal 15 Februari 2021 pada usia 71 tahun.[17] Sebelum kematiannya, Jalaluddin menderita gejala batuk dan demam.[18] Jalaluddin dimakamkan pada hari yang sama di pemakaman Rancaekek.[19] Kehidupan pribadiJalaluddin Rakhmat adalah seorang Muslim Syiah.[2] Jalaluddin menikah dengan Euis Kartini. Euis meninggal pada 11 Februari 2021, empat hari sebelum kematian Jalaluddin.[20] Referensi
Bibliografi
Pranala luar
|