Jakarana Tama
PT Jakarana Tama Food Industry adalah perusahaan makanan dan minuman dari Indonesia yang berbasis di Jakarta, bergerak dalam produksi makanan. Perusahaan ini memproduksi mi instan dan mi kering, sarden dan makarel kaleng, sosis dan produk-produk lainnya terutama dalam merek "GaGa".[1] SejarahPerusahaan awalnya didirikan pada 20 Juni 1980 sebagai perusahaan distribusi yang berbasis di Medan, Sumatera Utara.[1] Sebenarnya, bisnis ini bukan usaha baru bagi pendirinya, Djajadi Djaja, karena ia sudah memiliki perusahaan distribusi PT Wicaksana Overseas Import pada saat itu. Usaha distribusi mulai dijalani sejak 1984. Belakangan, pada tahun 1988, Djajadi menyederhanakan usahanya dengan menggabungkan bisnis distribusi Jakarana Tama ke Wicaksana, serta selanjutnya mengalihkan bisnisnya menjadi ke produksi makanan.[2] Produk pertama yang dikeluarkan adalah makanan kaleng di tahun tersebut berupa sarden,[1] yang kemudian diperluas menjadi makarel, kornet sapi, dan ikan tuna kaleng (rasa sambal goreng, kari dan bawang bombai).[3] Produk sarden dan makarel kaleng Gaga tercatat cukup berhasil, dengan berada di peringkat kedua setelah merek Botan.[4] Belakangan, setelah Djajadi melepas merek Indomie yang dirintisnya kepada Salim Group di tahun 1992 dan dialihkannya hak distribusi produk-produk Indofood dari Wicaksana ke Indomarco Adi Prima[5] yang menimbulkan guncangan besar pada usahanya, Djajadi memutuskan kembali terjun ke industri mi instan dengan membangun pabrik di Ciawi, Jawa Barat dan Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara yang dibangun keduanya di tahun 1992.[6][7] Pabrik di Ciawi mendapat izin untuk beroperasi sebagai produsen mi instan oleh BKPM pada Mei 1993 setelah dibangun di lahan 6 ha[8] dengan investasi US$ 41,6 miliar, awalnya berkapasitas 54 juta bungkus/tahun.[9] Pabrik Ciawi mulai beroperasi dan memproduksi mi pada Mei dan Juni 1993, sedangkan pabrik Medan memulai produksinya pada 7 Juni 1993 yang bersamaan dengan peresmian produksi mi instan PT Jakarana Tama. Jakarana kemudian mulai mengedarkan mi instan produksinya secara komersial di bulan Juli 1993. Pabrik Medan saat itu hanya memproduksi mi kering dan mengolah tepung, sedangkan pengemasan dan produksi bumbunya (namun juga memproduksi mi) dilakukan di Ciawi.[6][7] Kedua pabrik ini pada 1994 memperkerjakan 725 orang.[10] Produk mi instan pertama yang diedarkan PT Jakarana Tama adalah mi bermerek "Michiyo" dengan target awal pemasaran di Jabodetabek. Michiyo hadir dalam lima rasa, yaitu Kari Masala, Sup Ayam Paris, Manalagi, Goreng Jawa, dan Masala dimana tiga yang terakhir adalah mi goreng. Michiyo ditawarkan dengan harga Rp 350/bungkus untuk pasar kelas menengah atas.[7] Michiyo saat itu menawarkan mi instan sehat berlemak rendah, dan kemudian mengeluarkan terobosan seperti nooghetti dan spageti instan.[9] Michiyo dikenal karena iklannya "Mie, mie, mie, terus.. Yang lain dong",[11] dan hadiah gelas bagi pembelian 1 kartonnya.[12] Selain Michiyo, kemudian juga diproduksi mi instan "Michi"[13] untuk produk ekspor[14] yang diedarkan ke negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Belanda, Australia dan Norwegia.[15] Belakangan, produksi mi instan Jakarana ditingkatkan menjadi 540-720 juta bungkus/tahun. Sekitar 60% saham Jakarana saat itu dimiliki oleh PT Wicaksana Overseas International milik Djajadi,[14][16] yang juga ikut membantu mendistribusikan dan memasarkan produk Jakarana Tama ke masyarakat.[9] Manajemen Wicaksana mengklaim, keberhasilan mereka mengedarkan mi instan Jakarana membantunya bangkit kembali pasca ditinggal Indofood.[13] Dalam perkembangannya, di tahun 1997, Jakarana berkongsi dengan Artha Graha Group (keduanya memegang saham 60%), Yayasan Kartika Eka Paksi dan Yayasan Mantab Sejahtera (yayasan yang digawangi oleh Zainuddin MZ, keduanya memegang 30%)[17][18] mendirikan PT Karomatul Ummah yang mengeluarkan mi instan bermerek "Karomah".[19][20] Merek mi yang mengusung slogan "dari dan untuk ummat" ini mulai beredar pada Februari 1997.[21] Dalam perusahaan tersebut, Karomatul hanya bergerak sebagai distributor dan penjual,[22] sedangkan produksinya ditangani Jakarana Tama. Mi Karomah menargetkan konsumen muslim dan pasar kelas bawah. Belakangan, setelah krisis ekonomi 1998, Jakarana Tama juga berusaha terjun ke pasar kelas bawah dengan mengedarkan mi instan "GaGa".[7] GaGa diedarkan dalam dua varian, yaitu biasa dan 100,[2] dimana versi 100 mulai diedarkan sejak 2000.[1] Mi Gaga 100 ("cepek") ini, yang kemudian diproduksi dalam 3 rasa (ayam bawang, soto mi dan goreng pedas) berukuran 100 gram, tercatat menjadi penyumbang penjualan terbesar (70%) Jakarana Tama pada awal 2000-an,[23] yang berarti cukup berhasil dipasarkan.[24] Mi Gaga 100 tercatat ditawarkan dengan harga dibawah Rp 700/bungkus pada 2004.[25] Sebenarnya, merek "100" sempat digugat oleh Harry Sanusi (pendiri Kino Group), namun akhirnya berhasil dimenangkan Jakarana di Mahkamah Agung pada kasasi.[26] Produk mi GaGa kemudian juga didiversifikasi menjadi mi gepeng dan mi seribu pada 2008, serta mi telur pada 2011.[1] Pada tahun 2012, diperkirakan Jakarana Tama memproduksi 200.000-250.000 bungkus mi/hari.[27] Kini, Jakarana Tama diperkirakan memegang 2,9% pangsa pasar mi instan di Indonesia.[28] Beberapa tahun belakangan perusahaan juga mulai memperkenalkan produk yang inovatif. Di tahun 2010-an awal, sempat dipasarkan "Healtimie", mi instan hijau dari rumput greenbarley, tanpa penambahan MSG, rendah lemak dan tanpa pewarna yang mengklaim sebagai mi instan sehat dan menargetkan pasar kelas atas.[27] Produk ini sempat berbuah penghargaan TOP Product 2012 dalam kategori "The Best Quality Product".[29] Kemudian, sejak April 2017, ada GaGa 100 Extra Pedas yang menawarkan mi instan dengan rasa ekstra pedas; produk ini diklaim sebenarnya sudah ingin diluncurkan sejak 2011, namun menunggu saat yang baik. Kebetulan, saat itu produk Samyang sedang naik daun di pasar dengan rasa pedasnya.[30] Ada juga mi merek "Arirang" yang mengklaim bernuansa Korea Selatan yang diedarkan dalam beberapa varian, seperti bihun bulgogi.[31] Sempat juga merek "Michiyo" diedarkan kembali dalam bentuk ramen instan pada pertengahan 2010-an.[12] Di luar produk mi instan, ada juga produk baru seperti bubur ketan hitam, ketupat dan rendang yang ketiga-tiganya instan.[32] Walaupun demikian, penjualan produk perusahaan ini tidak selalu sukses, karena minimnya biaya promosi dan dihadang pemimpin pasar, sehingga beradu dalam pilihan kreativitas dirasa mampu merebut ceruk pasar.[30] Pemasaran baru-baru ini juga menggunakan kanal digital dan e-commerce.[33] KepemilikanSaat ini, Jakarana masih dikuasai oleh Djajadi Djaja yang menjabat sebagai komisaris, sementara keluarganya juga duduk dalam kepemimpinan perusahaan.[1] Awalnya Jakarana dikuasai oleh Wicaksana Overseas hingga 2001, ketika pada Juli di tahun tersebut dilepas kepada Batavia Investment Ltd. dalam rangka restrukturisasi hutang dan memfokuskan usaha distributor Wicaksana.[34][35] Sebelum Wicaksana dijual Djajadi ke DKSH dari Swiss, sempat juga sejumlah tanah kosong, tanah dan bangunan dijual kepada Jakarana Tama.[36] ProdukProduk utama perusahaan ini adalah mi instan GaGa. Selain itu, Jakarana Tama juga memasarkan produk lain seperti Mi Telor A1, Otak-otak, Sosis Loncat, sarden dan makarel kaleng, sambal botol, dan lainnya.[1] Produksinya mayoritas langsung di perusahaan ini, namun ada juga yang diproduksi di perusahaan lain (maklon) untuk memenuhi kebutuhan.[7] Untuk produk mi instan, Jakarana juga dapat melayani konsumen yang ingin memproduksi mi instannya secara maklon. Produk mi instan Jakarana diklaim menggunakan bahan baku berkualitas, seperti gandum Australia.[29] Produk GaGa memiliki slogan "Ada Kelezatan Ajaib di Setiap Rasanya".[37] Masih diproduksi
Tidak diproduksi
Yayasan MichiyoDalam bidang CSR, Jakarana pernah mendirikan sebuah yayasan bernama "Yayasan Michiyo" dalam rangka menggalang rasa kesetiakawanan sosial, yaitu menyediakan dana bantuan untuk korban bencana alam dan memberikan bantuan bibit dan tenaga ahli kepada petani di desa miskin. Dana untuk membiayai program kerja yayasan ini sebagian besar berasal dari penyisihan Rp 10 untuk setiap penjualan satu bungkus mi instan.[7] Referensi
Pranala luar |