Jajar, Gandusari, Trenggalek
Jajar adalah desa yang berada di kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Indonesia. Dalam cerita rakyat Trenggalek disebutkan, bahwa Jajar pernah menjadi ibu kota Kab. Trenggalek. Meskipun demikian, belum cukup bukti konkret yang dapat mendukung kebenaran hal tersebut. Batas Wilayah Desa: •Sebelah Barat : Desa Wonorejo Kecamatan Gandusari •Sebelah Timur : Desa Watuagung Kecamatan Watulimo •Sebelah Utara : Desa Sukorejo Kecamatan Gandusari •Sebelah Selatan : Desa Ngrayung Kecamatan Gandusari Potensi Desa Desa Jajar memiliki banyak potensi yang beragam, mulai dari kuliner, industri rumahan, ekonomi, dan budaya. Salah satu kuliner khas dari desa tersebut adalah makanan bernama "Cukdeh" yang sulit ditemukan di tempat lain. Cukdeh berasal dari akronim "pincuk lodeh" yang terdiri dari lontong dan sayur. Bedanya dengan makanan serupa di tempat lain, Cukdeh dibungkus dengan daun jati muda dan disajikan dengan tempe goreng yang dibalut tepung persegi panjang. Selain itu, desa Jajar juga kaya akan potensi ekonomi lain seperti kerajinan tangan. Produk kerajinan tangan yang populer dari desa ini adalah tas anyaman simpai yang telah diekspor ke berbagai negara. Di desa ini juga banyak seniman dan ahli kerajinan tangan, seperti seniman lukis, pande besi, dan ahli pahat kayu. Sejarah desa Desa Jajar memiliki banyak cerita menarik, karena selain memiliki warisan budaya, desa ini juga memiliki punden dan situs. Salah satu punden yang terdapat di desa ini adalah Punden Sarean. Nama "Sarean" sebenarnya merujuk pada sumber mata air yang ada di tempat tersebut. Konon sumber mata air ini telah ada sejak lama dan mungkin dulunya merupakan tempat istirahat seorang pelancong, sehingga dinamakan Punden Sarean. Biasanya, punden selalu dikaitkan dengan sumber mata air, pohon beringin besar, atau makam tua di Jawa, seperti yang dijelaskan oleh Clifford Geertz dalam bukunya yang terkenal, The Religion of Java. Selain Punden Sarean, terdapat juga situs yang menarik di Desa Jajar, yaitu Batu Lumpang. Menurut cerita dari para sesepuh desa, batu ini dulunya digunakan untuk menumbuk bahan pangan agar menjadi halus. Ukurannya sedang dan berada di depan rumah warga. Mahasiswa KKN MDB UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung melakukan penelusuran tentang hal ini dan menemukan cerita menarik di Desa Jajar. Desa Jajar memiliki banyak cerita menarik tentang sejarahnya. Di antaranya, terdapat sebuah situs bernama Batu Lumpang yang menjadi peninggalan masyarakat pada masa kerajaan. Batu tersebut berada di depan rumah warga dan diyakini sudah ada sejak lama, menunjukkan bahwa daerah Jajar sudah dihuni oleh peradaban manusia sejak dahulu. Selain itu, desa Jajar juga memiliki kisah tutur yang menarik. Berdasarkan cerita tutur yang berkembang di masyarakat, desa Jajar berawal dari dua tokoh yang berasal dari Tembayat, Jawa Tengah, yaitu Mbah Abdurrahman dan Mbah Jayagati pada tahun 1700-an. Mereka menemukan pohon Lo yang berjajar dan kemudian daerah tersebut dinamakan sebagai Jajar. Penamaan desa yang diambil dari nama pohon juga terjadi di banyak daerah di Jawa karena menjadi bagian dari pusat kosmik dalam keyakinan masyarakat Jawa. Ada juga versi lain yang menyebutkan bahwa asal muasal Jajar bisa dilacak dari sebuah makam tua yang ada di desa tersebut. Kuburan tua yang terletak di tengah sawah warga itu disebut oleh masyarakat sebagai makam dari Mbah Sari/Sarito. Mbah Sari diyakini dulunya merupakan pasukan Dipanagara yang melarikan diri ke arah timur pascaperang Jawa dan kemudian mem-babad serta mendirikan desa-desa kecil. Namun, tidak ada yang bisa menyebut dengan pasti sosok Mbah Sari/Sarito tersebut. Tradisi Desa Jajar Di Desa Jajar, ada tradisi yang masih berlangsung hingga sekarang bernama tiban. Tiban adalah ritual untuk memohon agar turun hujan dan diadakan setiap tahun sekali. Ada dua jenis tiban di desa ini, yaitu tiban sebagai ritual dan tiban sebagai festival. Tiban sebagai ritual harus diadakan sesuai waktu dan aturan yang ditentukan. Sedangkan tiban sebagai festival lebih fleksibel karena tujuannya hanya untuk hiburan. Selain tiban, masih ada banyak kearifan lokal lain yang bisa ditemukan di Desa Jajar seperti Megengan Show, salawat klasik dan ikonik, Salalahuk, Jamasan di Jeding Wanatirta, dan sebagainya. Desa Jajar bisa disebut sebagai desa berhulu budaya karena banyak menyimpan sejarah dan warisan budaya Jawa. Menurut Kakawin Nāgarakṛtâgama atau Kakawin Deśawarṇana, desa memiliki posisi yang istimewa dalam peradaban karena merupakan penopang negara. Jika desa rusak, maka negara juga akan hancur. Oleh karena itu, penting bagi pihak pemerintah desa dan kabupaten untuk bersinergi dalam melestarikan tradisi-budaya Desa Jajar. Desa Jajar juga masuk dalam program pengembangan wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek. |