Isi bocoran kawat diplomatik Amerika Serikat (Selandia Baru)

Isi bocoran kawat diplomatik Amerika Serikat menjelaskan Selandia Baru dan subjek-subjek terkaitnya secara ekstensif. Kebocoran yang dimulai tanggal 28 November 2010 ini terjadi setelah situs WikiLeaks — organisasi media baru nirlaba internasional yang menerbitkan kiriman dokumen-dokumen rahasia dari berbagai sumber berita dan bocoran berita anonim — mulai menerbitkan dokumen rahasia dengan korespondensi yang terperinci — kawat diplomatik — antara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan perwakilan diplomatiknya di seluruh dunia. WikiLeaks membocorkan dokumen ini setiap hari sejak tanggal pertama rilisnya.

Kebijakan nuklir

Kebijakan anti-nuklir Selandia Baru tahun 1980-an separuhnya termotivasi oleh pertimbangan ekonomi. Kawat diplomatik tahun 2004 melaporkan bahwa "pejabat-pejabat senior di pemerintahan Lange pada masa kebijakan anti-nuklir ditetapkan memberitahu bahwa salah satu pertimbangan yang mendukung kebijakan ini adalah kebijakan ini akan mendorong Selandia Baru keluar atau dikeluarkan dari Anzus, sehingga tidak membebani anggaran pertahanan negara ini pada saat krisis fiskal dan ekonomi".[1]

Tahun 2005, Duta Besar A.S. untuk Selandia Baru Charles Swindells, berupaya membujuk Selandia Baru agar mengubah sikap anti-nuklirnya yang diresmikan tahun 1987 melalui pelarangan resmi bagi kapal bersenjata atau bertenaga nuklir untuk memasuki perairan Selandia Baru dan meminta kolega-koleganya di A.S. untuk menyelidiki strategi demi mengubah kebijakan tersebut, termasuk mengajukan studi kelayakan perjanjian perdagangan bebas antara Selandia Baru dan A.S.[2]

Menurut kawat tersebut, kolaborasi penuh antara agen intelijen A.S. dan Selandia Baru – diputuskan oleh A.S. pada 1980-an akibat kebijakan anti-nuklir Selandia Baru – dilanjutkan bulan Agustus 2009. Kerja sama ini tetap dirahasiakan oleh kedua negara ini.[2]

Duta Besar A.S. khawawtir UU anti-nuklir ini menggerus kepercayaan terhadap Selandia Baru, sehingga mengancam kerja sama intelijennya. Ia menanggapi artikel koran Selandia Baru yang menekankan kekhawatiran Duta Besar bahwa jika Selandia Baru dikeluarkan dari perjanjian "lima mata", Amerika Serikat akan diizinkan melakukan operasi pengumpulan intelijen dari warga Selandia Baru. The Star-Times menyebut bahasa Duta Besar ini sebagai "ancaman nyata" dan "taktik penindasan," meskipun bahasa yang dipakainya[oleh siapa?] menjelaskan bahwa Duta Besar menyatakan kekhawatirannya[menurut siapa?] dan tidak tahu apakah sikap anti-nuklir ini akan berujung pada pengasingan Selandia Baru dari komunitas SIGINT.[3]

Kudeta Fiji 2006

Bocoran kawat diplomatik mengungkapkan bahwa pemerintah Selandia Baru memata-matai militer negara tetangganya, Fiji, menjelang kudeta Fiji 2006. Informasi yang diperoleh diteruskan ke Amerika Serikat. Kawat ini tidak berisi informasi yang diperoleh tersebut.[4]

Hubungan A.S.-Selandia Baru

John Key, Perdana Menteri Selandia Baru, merasa kecewa dan malu karena Presiden A.S. Barack Obama terlalu sibuk untuk menemuinya, sekalipun Key yakin ia mendapat undangan resmi dari Obama di konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation.[5]

Marian Hobbs

Marian Hobbs, Anggota Parlemen Partai Buruh Selandia Baru (1996–2008), dikabarkan pantas mendapat julukan Boo-boo karena sering melakukan blunder diplomatik.[5]

Hubungan Cina-Selandia Baru

Dalam sebuah pengarahan, Key dikabarkan memberitahu Wen Jiabao, Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok, pada April 2009 bahwa baik ia maupun menteri-menterinya tidak akan menemui Dalai Lama, pemimpin spiritual Tibet yang terasingkan.[6]

Perang Irak

Helen Clark, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, berang setelah seorang anggota staf senior di Kementerian Pertahanan memberitahu kedutaan AS bahwa Clark memutuskan mengirimkan tentara ke Irak agar Fonterra terus mendapatkan kontrak Oil for Food yang sangat menggiurkan dari PBB. Clark berkomentar, "ini gila sekali." Komunike AS untuk Washington yang dikomentarinya menyatakan bahwa pejabat pertahanan Selandia baru mengatakan Clark menentang pengiriman tentara ke Irak sampai ia diberitahu bahwa perusahaan susu Fonterra berkemungkinan besar tidak mendapatkan kontrak "oil-for-food" PBB. Clark mengatakan bahwa staf tersebut "mengada-ada" tentang klaim yang "konyol" tersebut, dan membantah mengirimkan tentara non-kombatan ke Irak pada tahun 2003 untuk menjamin agar salah satu perusahaan terbesar di negaranya mendapatkan kontrak PBB yang bernilai tinggi tersebut.[3][7]

Tahanan Guantanamo Bay

Selandia Baru pernah meminta agar tahanan teror suku Uyghur di Guantanamo Bay ditampung di negaranya. Wakil Kepala Kedutaan Amerika Serikat Sementara, Katherine Hadda, bertemu kepala eksekutif Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Simon Murdoch untuk meminta Selandia Baru agar mempertimbangkan penampungan pengungsi tersebut. Murdoch membantah ada banyak demonstrasi menentang penampungan pengungsi Selandia Baru, termasuk klaim bahwa negara ini melampaui kuota pengungsinya pada tahun 2005 dan 2006 dan tidak memiliki komunitas Uyghur di sana.[3]

Politik dalam negeri

Partai Hijau Selandia Baru, rekan koalisi Buruh, diperkirakan akan terus pindah ke kiri pasca kematian sesama ketuanya yang pragmatis, Rod Donald. Partai Hijau, yang memperoleh 5% suara rakyat pada pemilu September, melakukan kerja sama dengan pemerintah koalisi Buruh. Karena suara partai ini tidak dibutuhkan bagi Partai Buruh untuk membentuk mayoritas parlemen, mereka memiliki sedikit pengaruh terhadap kebijakan pemerintah. Namun jika koalisi yang ada saat ini bubar, misalnya karena membelotnya Menteri Luar negeri (dan pemimpin pertama Selandia Baru) Winston Peters, Partai Buruh mungkin harus membagi kekuasaannya dengan Partai Buruh yang lebih radikal untuk membentuk pemerintahan baru. Hal ini akan mengancam citra Partai Buruh di kalangan warga Selandia Baru yang lebih populer.[3]

Referensi

  1. ^ Staff writer (18 December 2010). "Anti-Nuke Law 'Linked to Cost Cuts'". New Zealand Press Association (via The New Zealand Herald). Diakses tanggal 18 December 2010. 
  2. ^ a b Staff writer (12 December 2010). "WikiLeaks' Kiwi Leaks". The Sunday Star-Times. Diakses tanggal 12 December 2010. 
  3. ^ a b c d Staff writer (22 December 2010). "Fonterra-troops claim 'preposterous'". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 22 December 2010. 
  4. ^ Staff Writer (16 December 2010). "New Zealand Government Revealed To Be Spying on Fiji Military". Radio New Zealand International. Retrieved 17 December 2010.
  5. ^ a b Staff writer (19 December 2010). "US Free Trade Deal Suspect". New Zealand Press Association (via The New Zealand Herald). Diakses tanggal 19 December 2010. 
  6. ^ Fisher, David; Milne, Jonathan (19 December 2010). "Key Exposed over Dala Lama". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 19 December 2010. 
  7. ^ Former New Zealand PM denies Iraq troops-for-contracts claim

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya