Ihsan al-Jampasi
Al-'Aalim Al-'Allaamah Ash-Shuufi Asy-Syaikh Muhammad Ihsan bin Muhammad Dahlan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi'i (bahasa Arab: العالم العلامة الصوفي الشيخ محمد إحسان بن محمد دحلان الجمفسي الكديري الجاوي الشافعي) atau terkenal dengan sebutan Syeikh Ihsan Jampes (lahir di Kampung Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada tahun 1901 Masehi - wafat 16 September 1952 Masehi pada umur 51 tahun) adalah ulama besar asal Kediri yang berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah nusantara pada abad ke-20.[1][2] Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Jampes di Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri.[3] Di samping itu, ia juga terkenal melalui karyanya Siraj ath-Thalibin, yang merupakan penjelasan (syarah) dari kitab Minhaj al-Abidin karya Imam al-Ghazali.[4] Selain dikenal sebagai ulama sufi, ia juga dikenal ulama ahli dalam bidang ilmu-ilmu seperti falak (astronomi), fikih, hadits, dan beberapa bidang ilmu agama lainnya.[3] Kehidupan awal dan pendidikanSyeikh Ihsan memiliki nama kecil Bakri.[1] Ayahnya, Kiai Muhammad Dahlan, merupakan pendiri Pondok Pesantren Jampes yang kini berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ihsan.[1] Ibunya bernama Nyai Artimah, putri Kiai Ahmad Shaleh, Banjar Melati, Kediri, yang juga mertua dari Kiai Ma'ruf pendiri Pondok Pesantren Kedunglo dan K.H. Abdul Karim (Kiai Manaf) adalah pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.[1] Ketika kecil, Syeikh Ihsan terkenal anak yang nakal, namun memiliki kecerdasan yang lebih dibanding teman-teman sebayanya.[1] Ia sering bolos mengaji demi menonton pertunjukan wayang dan bela diri pencak silat.[1][5] Namun, kenakalan tersebut berhenti ketika Syeikh Ihsan bermimpi bertemu dengan kakeknya dan ia disuruh berhenti melakukan hal-hal buruk oleh kakeknya di dalam mimpi tersebut.[5] Sejak kecil, Syeikh Ihsan mendapat pendidikan pendidikan agama dari ayahnya sendiri (Kiai Dahlan) dan Neneknya (Nyai Istianah) yang mengasuhnya sejak usia enam tahun setelah kedua orangtuanya bercerai.[1] Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya ke berbagai Pondok Pesantren di Jawa yang rata-rata ia tempuh dengan waktu singkat.[1] Guru-gurunyaDi antara beberapa Pesantren yang pernah Syeikh Ihsan singgahi untuk belajar yakni:[4][5]
Pada tahun 1926, Syeikh Ihsan pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, dan semenjak itu nama kecilnya, Bakri diubah menjadi Haji Ihsan.[1] Mengasuh pesantrenSetelah K.H. Muhammad Dahlan meninggal pada tahun 1928, Syeikh Ihsan yang saat itu belum menikah belum bersedia untuk menggantikan ayahnya untuk mengasuh Pondok Pesantren Jampes.[1] Kemudian untuk sementara pesantren tersebut diasuh oleh pamannya, K.H. Khalil hingga tahun 1932.[1] Mulai tahun 1932 inilah Syeikh Ihsan bersedia untuk mengasuh secara langsung pesantren peninggalan ayahnya.[1] Atas kerja keras Syeikh Ihsan, pesantren tersebut menunjukkan perkembangan yang pesat.[1][6] Jumlah santrinya semakin lama semakin bertambah banyak, yang semula hanya 150 orang menjadi mencapai 1000 orang lebih.[1][6] Perkembangan ini diikuti pula diperluasnya tanah hingga mencapai 150 hektare.[6] Di samping itu, Syeikh Ihsan juga mulai mendirikan lembaga-lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah Mafatihul Huda pada tahun 1942.[1][6] Syeikh Ihsan mengasuh Pondok Pesantren Jampes selama 20 tahun.[1] Mengarang kitabSyeikh Ihsan adalah ulama yang terkenal suka membaca dan menulis (mengarang).[2] Ia selalu mengisi waktu senggangnya dengan membaca dan menulis.[2] Naskah yang ia tulis adalah naskah-naskah yang berisi ilmu-ilmu agama atau yang bersangkutan dengan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren.[2] Di antara kitab-kitab yang telah ia tulis ialah:[2][5]
ReferensiCatatan Kaki
|