Hulu Tiang Singa AsokaHulu tiang Singa Asoka adalah patung empat singa asia berdiri saling membelakangi di atas penyangga hulu yang diukir hewan-hewan lain. Representasi dua dimensi dari patung ini kini dijadikan sebagai lambang resmi India pada 1950.[1] Patung ini sebenarnya diletakkan di puncak pilar-pilar Asoka di situs bersejarah agama Buddha, Sarnath oleh Maharaja Asoka yang Agung, sekitar 250 SM.[2] Pilarnya sendiri masih berada di lokasi aslinya, tetapi hulu tiang tersebut sekarang dipajang di Museum Sarnath, negara bagian Uttar Pradesh, India. Tingginya sekitar 215 m (705 ft) termasuk penyangga hulu, dan ukirannya jauh lebih rumit daripada hulu tiang Asoka lainnya yang masih bertahan yang memuat maklumat-maklumat Asoka yang ditempatkan di seluruh India, yang terkadang didirikan hanya satu hewan di puncaknya; sedangkan patung empat singa lainnya yang berhasil diselamatkan adalah patung di Stupa Sanchi.[3] Hulu tiang ini dipahat dari sebongkah batu pasir yang dipoles, dan batunya dipisahkan dari kolom tiangnya sendiri. Patung ini terdiri atas empat singa asia yang berdiri saling membelakangi. Keempatnya berdiri di atas dudukan batu yang diukir empat hewan, yaitu gajah, kuda dalam posisi berderap, lembu jantan, dan seekor singa, dipisahkan oleh roda berjeruji. Patung tersebut didudukkan di atas pahatan bunga lotus berbentuk lonceng. Hulu tersebut aslinya dimahkotai 'Roda Dharma' (Dharmacakra yang dikenal di India sebagai "Cakram Asoka"), dengan 32 jeruji, yang sejumlah fragmennya ditemukan di situs tersebut.[4] Tiruan pilar Sarnath beserta hulunya pada abad ke-13 di Wat Umong dekat Chiang Mai, Thailand yang dibangun oleh Raja Mangrai, mempertahankan mahkota Cakram Asoka atau Dharmacakra.[5] Cakram Asoka yang berada di bawah empat singa tersebut dijadikan sebagai cakram pada bagian tengah bendera India. Sejarah seniSaat ini, ada tujuh patung hewan dari pilar Asoka bertahan.[6][7] Patung tersebut menjadi "kelompok penting pertama dari patung batu India", meskipun diduga berasal dari tradisi pembuatan tiang kayu dengan hulu yang dipahati patung-patung hewan dari tembaga. Namun sayangnya tidak ada satu pun yang berhasil diselamatkan. Banyak diskusi terkait adanya pengaruh dari Kekaisaran Akhemeniyah di Persia, tempat hulu tiang yang menyangga atap di Persepolis memiliki kesamaan, dan gaya pemahatan patung-patung Sarnath telah menunjukkan "pengaruh Akhemeniyah dan Sargonid yang jelas".[8] Empat patung singa juga ditemukan pada hulu dua tiang yang menyangga sisi selatan dari torana Asoka maupun Satavahana, yang melingkari Stupa Besar Sanchi. Seperti pilar Asoka lainnya, pilar di Sarnath mungkin didirikan untuk memperingati kunjungan Sang Maharaja. Penemuan kembaliTidak ada jejak yang masih bertahan terkait pilar Sarnath di atas tanah, sebagaimana disebutkan dalam berita para peziarah Tionghoa pada abad pertengahan, sedangkan F.O. Oertel, seorang aparatur sipil India, yang sama sekali tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam arkeologi, diizinkan untuk menggali di sana pada musim dingin 1904-05. Ia untuk pertama kalinya menemukan sisa-sisa kuil Gupta sebelah barat stupa utama, di atas bangunan dari zaman Asoka. Di sebelah barat itu ia menemukan bagian bawah pilar, tegak tetapi terputus dekat permukaan tanah. Sebagian sisa pilar ditemukan di tiga bagian di dekatnya, dan kemudian, karena ibukota Sanchi telah digali pada tahun 1851, pencarian yang serupa dilanjutkan, dan ditemukan lagi. Temuan itu berada dalam keadaan sangat bagus daripada yang ditemukan di Sanchi. Sayangnya, pilar itu tampaknya telah sengaja dihancurkan di beberapa titik. Temuan itu diakui sangat penting sehingga museum pertama di India (dan salah satu dari sedikit yang ada di dunia) didirikan pada situs tersebut untuk menampung koleksi-koleksinya.[9] Hulu tiang Singa Asoka ini berfungsi sebagai tumpuan roda Dharma, yang dibuat dari batu besar dengan 32 jeruji yang ditemukan terpecah belah.[10] Roda Dharma ini diajukan oleh Majelis Konstituante sebagai simbol India. Sayangnya, yang dipergunakan justru keliru, yaitu menggunakan roda pintal (dhakracakra) yang lebih kecil dengan 24 jari-jari. Kekeliruan itu ditunjukkan oleh Jawaharlal Nehru, oleh Radha Kumud Mukherjee, sejarawan, cendekiawan dan Anggota Rajya Sabha selama pemerintahan Jawaharlal Nehru, namun Nehru memutuskan untuk tetap menggunakan roda 24 jeruji.[11] Lambang Mahkamah Agung Republik India mempertahankan roda dharma tersebut di atas hulu tiang singanya. Pemaknaan lambangEmpat singa yang berdiri saling membelakangi dimaknai sebagai empat nilai yang sama pentingnya. Singa banyak dipergunakan sebagai lambang Buddha, seperti di Stupa-stupa Sanchi, dan hewan-hewan di bawah penyangga hulu di bawahnya juga memiliki makna simbolis dalam agama Buddha.[9] Hulu tiang tersebut jelas berasal dari unsur-unsur Buddha dan Maurya dan kemungkinan melambangkan penyebaran Dharma, maupun perluasan pengaruh Kekaisaran Maurya ke segala arah, atau empat bagian kekaisaran. Empat singa dan lonceng di bawahnya kemungkinan juga dimaknai sebagai khotbah Sang Buddha tentang 'Empat Kebenaran Mulia'; mereka yang menekankan Jalan Tengah. Simbol U yang diberi garis vertikal ditempatkan secara simetris di dalamnya melambangkan 'Jalan Tengah'. Jalan Tengah adalah filosofi dasar agama Buddha, Buddha Dharma. Petunjuk lainnya juga diwujudkan pada bagian dasar lambang yang silindris pada hulu tiang. Padanya diukir lembu jantan, kuda, singa, dan gajah yang semuanya dalam posisi bergerak ditempatkan di antara Dharmacakra. Kemungkinan bahwa lembu, singa, kuda, dan gajah turut serta menggelindingkan Dharmacakra. Telah dikaji fakta terkait temuan koin kuno dan benda-benda arkeologis lainnya di India dan Sri Lanka bahwa agama Buddha telah disimbolkan dengan kuda, singa, lembu, gajah, dan sepasang kaki. Epos Tamil Manimekalai menampilkan pemujaan sepasang kaki. Sepasang patung kaki yang terbuat dari batu telah ditemukan di Semenanjung Jaffna, Anuradhapura dan di sejumlah tempat di Tamil Nadu. Dalam sejumlah prasasti Buddhis yang ditemukan di Tamil Nadu dan Sri Lanka, sepasang kaki juga dapat dilambangkan dengan sepasang ikan atau sepasang cangkang siput. Dengan cara ini, simbol-simbol yang dipahat di bagian dasar hulu tiang singa tersebut mewakili Buddha yang terus menggelindingkan Dharmacakra; artinya, memberikan kabar Dharma. Bila penganut agama Buddha Theravada menolak simbolisasi Buddha dan Buddhisme, hulu Singa diklaim sebagai salah satu patung terbaik dari tradisi utama yang berkembang menjadi Buddhisme Mahayana beberapa abad kemudian.[butuh rujukan] Tindakan pemerintahSaat lambang ini digunakan oleh baik lembaga pemerintahan di tingkat pusat maupun negara bagian bagian atau badan pemerintah lainnya, semboyan India Satyameva Jayate ("Hanya kebenaranlah yang berjaya") yang ditulis dalam aksara Dewanagari (सत्यमेव जयते) wajib diletakkan tepat di bawah lambang sesuai dengan undang-undang tentang Lambang Negara India tahun 2005.[14] Kemiripan dengan hulu tiang SanchiTiang batu pasir yang dipoles, yang juga termasuk pilar-pilar Asoka, juga didirikan di sisi gerbang utama (Torana) di Sanchi. Hulunya sendiri berbentuk lonceng, juga memiliki patung empat singa di atasnya, yang mungkin juga menyangga Dharmachakra.[17] Hulu tersebut bertempat di dekat Museum Sanchi. Hulu tiangnya agak mirip dengan hulu Sarnath, kecuali bahwa hulu ini ditempatkan di atas penyangga hulu yang berbeda dan empat singanya sangat halus pahatannya, dipoles mengkilat dari atas ke bawah. Landasan hulu tiang itu dihiasi dengan empat ornamen flame palmette yang dipisahkan oleh ukiran angsa, mungkin secara simbolis melambangkan murid-murid Buddha. Singa yang berdiri di puncaknya, meskipun sekarang cukup cacat, masih menjadi saksi keterampilan para pematungnya.[18] Referensi dan catatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
|