Hillebrandus Cornelius KlinkertHillebrandus Cornelius Klinkert (11 Juni 1829 – 20 November 1913) adalah seorang misionaris Mennonit Belanda dan seorang penerjemah Alkitab. Ia dilahirkan di Amsterdam dan bekerja sebagai seorang insinyur di pabrik mesin di Rotterdam sebelum ia bergabung dengan DZV (Doopsgezinde Zendings Vereeninging) pada tahun 1851 dengan tujuan untuk menjadi seorang misionaris. Karyanya yang terkenal adalah terjemahan Alkitab ke dalam beberapa dialek bahasa Melayu yang ia selesaikan pertama kali tahun 1878.[1] Perjanjian Baru terjemahan Klinkert masih digunakan di Indonesia (setelah direvisi sebagai versi Terjemahan Lama) hingga tahun 1974 ketika Terjemahan Baru menggantikan Terjemahan Lama.[2] Latar belakangKlinkert dilahirkan di Amsterdam pada tahun 1829. Ia pernah bekerja sebagai tukang ukur tanah, karyawan pabrik, dan sebagai masinis kapal. Pada saat bertugas sebagai masinis kapal di Sungai Rhein, Prancis, ia mengalami kecelakaan yang akhirnya membawa dia kembali ke negara asalnya. Merasa terpanggil menjadi seorang utusan Injil, maka ia menerima pelatihan di Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) di Rotterdam. Pada tahun 1856 berangkatlah Klinkert ke Indonesia sebagai seorang misionaris Gereja Menonit. Mula-mula ia bertugas di Kota Jepara, di pesisir Jawa Tengah utara, pada bulan Oktober tahun itu, bersama dengan seorang penerjemah Alkitab bahasa Jawa dari badan misi yang sama yang bernama Pdt. Pieter Jansz (1820-1904). Klinkert belajar bahasa selama dua tahun lamanya sebelum ia memulai proyek penerjemahan Alkitab. KeluargaKlinkert menikah dengan seorang Indo, Wilhelmina Louis Kahle, pada 5 Oktober 1857. Istrinya tidak dapat berbicara bahasa Belanda, dan hanya dapat berbicara bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Hal itu mendorong Klinkert untuk semakin giat mempelajari bahasa Melayu. Klinkert dan istrinya pindah ke Semarang pada akhir Mei 1859 untuk sementara. Di sanalah ia menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam dialek Melayu rendah, khususnya yang dipakai di Semarang. Kemudian guna mempelajari bahasa Melayu tinggi, maka ia sekeluarga pindah ke Tanjungpinang, Riau, pada bulan Juni 1864. Di sana hidup mereka serba sulit. Mereka tidak memiliki rumah yang baik, sehingga harus menyewa tempat di sebuah toko yang tidak memiliki dapur, sumur, maupun kakus. Meja tulis Klinkert menghadap jendela toko, tanpa kaca atau pelindung lainnya. Sering ada banjir, sehingga naskah-naskahnya bahkan harus dicedok dari dalam air.[3] Karena kesehatannya terganggu, pada tahun 1867 Klinkert pulang ke Amsterdam, Belanda. Di sana pun hidupnya masih sulit. Istrinya kena penyakit TBC, dan wafat pada tahun 1870, dengan meninggalkan tiga anak yang masih kecil. Klinkert menikah lagi dengan Willemina Samuela Diderika Roering (1844-1929) yang sudah memiliki satu anak sebelumnya. Dari pernikahan keduanya, Klinkert memperoleh 10 anak lagi. Setelah itu Klinkert tidak pernah lagi sempat meneruskan pekerjaan misinya di Nusantara. Ia bekerja di Belanda sebagai mahaguru bahasa Melayu. Ia masih meneliti tiap peredaksian terjemahan Alkitabnya, walaupun ia tidak lagi bekerja sepenuh waktu di bidang terjemahan. Bahkan ketika timbul gagasan untuk mencetak Alkitab Klinkert dalam huruf Arab, ia menulis tiap ayat dengan tangannya sendiri, serta menghiasi naskahnya dengan gaya yang khas untuk kitab-kitab suci yang berhuruf Arab. Ia meninggal pada tahun 1913. KaryaSetelah belajar di bawah Jansz, Klinkert memimpin alih sebuah sekolah kecil berbahasa Jawa yang sebelumnya dipimpin oleh Jansz. Mereka juga mengunjungi desa-desa di sekitar Jepara untuk mengadakan kebaktian-kebaktian kecil dalam bahasa Melayu. Saat di Semarang, Klinkert memulai usaha misi yang baru pada tahun 1863 (setelah ia menyelesaikan PB Melayu Rendahnya). Ia mendirikan surat kabar mingguan pada tahun 1860 berjudul Slompret Melaijoe, surat kabar berbahasa Melayu yang pertama terbit di Jateng,[4] yang bertahan hingga 1911. Karena ia sulit mengabarkan Injil secara langsung di daerah Semarang, pada tahun 1862 ia pindah ke Cianjur, di Jawa Barat. Di situ ia mendirikan sebuah sekolah. Tapi di situ pun pekerjaan misinya sangat terbatas. Setelah pekerjaan penerjemahannya selesai pada tahun 1878 di Belanda, Lembaga Alkitab Belanda mengangkatnya sebagai pengajar di Municipal Institute for Education of Civil Servants for the East Indies di Leiden. Pekerjaannya adalah sebagai dosen di Institut tersebut, yang bergabung dengan Universitas Leiden pada tahun 1890, hingga tahun 1904. Ia mengajar bahasa dan literatur Melayu untuk mahasiswa tahun pertama dan kedua. Ia terus mengumpulkan data dan mempublikasikan karya-karya yang berhubungan dengan linguistik hingga masa tuanya. Terjemahan AlkitabKarena Alkitab Leydekker yang beredar luas pada masa itu sudah semakin sulit dimengerti, dan karena istrinya, maka Klinkert memulai proyek penerjemahan Alkitab dengan dibantu dua orang yang pandai bahasa Melayu yang tidak dicatat namanya, ke dalam bahasa Melayu rendah khususnya dialek yang lazim dipakai di daerah Semarang. Buku 4 Injil diselesaikannya dan dicetak pada tahun 1861 dengan biaya sendiri, sedang Perjanjian baru lengkap dicetak di Semarang pada tahun 1863 dengan bantuan dana dari NBG. Terjemahan Klinkert yang menggunakan bahasa pasar ini ternyata sangat mengena, bahkan masih dicetak ulang pada tahun 1949. Pada waktu Klinkert masih sibuk menyiapkan terbitan pertama dari terjemahannya dalam bahasa Melayu dialek Semarang, ia pun membaca sebuah iklan di surat kabar Javasche Courant, edisi 10 Oktober 1860, yang mencari penerjemah Alkitab berbahasa Melayu. Iklan itu telah dipasang oleh Lembaga Alkitab Belanda, yang juga setuju dengan pendapat umum bahwa Alkitab Leydekker haruslah diperbarui terjemahannya. Klinkert tertarik sekali akan iklan itu. Dengan teliti ia mengikuti syaratnya: Harus ada terjemahan percobaan, beberapa pasal dari Perjanjian Baru. Naskah itu harus ditulis dalam huruf Latin dan huruf Arab. Buku 4 Injil diselesaikannya dan dicetak pada tahun 1861, sedang Perjanjian baru lengkap dicetak di Semarang pada tahun 1863. (Wasiat Yang Baroe, 1863[5]). Pada tahun 1863, ia mendapat berita dari negeri Belanda bahwa ia ditunjuk untuk mengerjakan sebuah terjemahan baru. Namun bahasa Melayunya dinilai masih terlalu rendah, dan terlalu banyak dipengaruhi oleh satu daerah tertentu (Semarang). Ia diberi kesempatan untuk tinggal di antara orang yang berbahasa Melayu tulen. Maka tahun 1864 berangkatlah Klinkert sekeluarga ke Tanjungpinang, Riau. Walaupun kehidupannya sulit, namun di sana ia memperoleh banyak kesempatan untuk memperluas dan memperkaya bahasa Melayunya. Misalnya, salah seorang pembantunya adalah Encik Mumin, putra penghulu Penyingat. Kitab Injil Matius terjemahan Klinkert diterbitkan pada tahun 1868. Perjanjian Baru menyusul pada tahun 1870. Untuk memperdalam dan menyegarkan bahasanya, Klinkert kembali ke Asia Tenggara serta tinggal di Malaka selama enam bulan pada tahun 1876-1877. Dan pada tahun 1879, sudahlah lengkap Alkitab dalam aksara Latin hasil karyanya. Klinkert merevisi terjemahannya ke dalam huruf Arab pada tahun 1886. Beberapa kritik untuk karyanya antara lain adalah pilihlan kata yang ia gunakan, antara lain kata "Allah" untuk bahasa Ibrani singular "Elohim", dan kata "ilah", "dewa", dan "berhala", untuk bentuk plural. Klinkert membuat keputusan teologis ini tanpa dilatarbelakangi dengan pengetahuan bahasa Ibrani yang memadai. Walaupun ia menyadari bahwa terjemahan yang baik memerlukan bantuan dari pihak-pihak yang lain, namun ia mudah tersinggung apabila orang lain mengkritik karyanya.[butuh rujukan] KaryaKamus:
Lihat pulaReferensi
PustakaBahasa Indonesia:
Bahasa Inggris
Pranala luar
|