Hendrik Kraemer
Dr. Hendrik Kraemer (17 Mei 1888 – 11 November 1965) adalah seorang misiolog, ahli bahasa teolog awam, dan tokoh ekumenis Hervormd Belanda.[1] Kraemer menikah pada tahun 1919.[2] Kraemer terkenal karena ia mencetuskan ide tentang cara pendekatan pekabaran Injil bagi agama lain.[2] Dalam dunia teologi, Kraemer termasuk kaum awam, karena ia tidak pernah belajar teologi secara formal sampai akhir hidupnya.[2] Sebagai seorang misionaris, Kraemer pernah melayani di Indonesia dari tahun 1922 hingga 1937.[1] Riwayat hidupKraemer kehilangan orang tuanya pada usia 12 tahun sehingga ia tinggal di panti asuhan.[3] Ia mempelajari Alkitab secara otodidak.[3] Selama proses mempelajari Alkitab secara pribadi itu, Kraemer mengalami pertobatan.[3] Pada usia 16 tahun, Kraemer mengambil keputusan untuk menjadi seorang pekabar Injil.[4] PendidikanSetelah memutuskan untuk menjadi pekabar Injil, Kraemer masuk ke dalam sekolah pelatihan bagi para pekabar Injil di Rotterdam. Setelah itu, Kraemer belajar tentang agama Islam di Kairo dari tahun 1921 – 1922. Kemudian ia masuk ke dalam sekolah pelatihan bagi para pekabar Injil di Rotterdam. Selama masa-masa belajarnya, Kraemer aktif di dalam Perhimpunan Mahasiswa Kristen Belanda hingga ia mengenal John R. Mott. Kraemer juga belajar bahasa Jawa di Universitas Leiden. Pada tahun 1921, Kraemer mendapatkan gelar doktoralnya di Universitas Leiden di bawah bimbingan Snouck Hurgronje.[1][4] Sampai akhir hidupnya, Kraemer tidak pernah mengikuti pendidikan teologi formal.[2] KarierKraemer kemudian diutus untuk melayani sebagai pekabar Injil di Indonesia (1922-1937).[4] Selain itu, Kraemer juga bekerja bagi Lembaga Alkitab Belanda di Indonesia. Sekembalinya ke Belanda, Kraemer menjabat sebagai profesor sejarah dan fenomenologi agama di Leiden (1937-1947). Selama masa ini, Kraemer sangat aktif dalam kehidupan gereja di Belanda. Kraemer melakukan revitalisasi terhadap kehidupan gereja Hervormd di Belanda (Gereja Reformasi Belanda) khususnya pada masa sesudah perang. Sejak tahun (1948-1955), Kraemer menjadi direktur pertama dari Institut Ekumenis (Ecumenical Institute) di Bossey, Swiss untuk mendidik pemimpin-pemimpin gerakan ekumenis serta mendidik kaum awam yang ingin terlibat dalam pembangunan gereja dan negara.[1][5][6] Setelah pensiun, Kraemer menjadi dosen tamu di Seminari Teologi Union di New York selama satu tahun (1956-1957).[3] Kraemer juga tetap aktif menulis pada masa pensiunnya.[2] Kontribusinya di IndonesiaKraemer tiba di Indonesia pada tahun 1922.[4] Selama di Indonesia, Kraemer pertama-tama tinggal di Yogyakarta, lalu kemudian ia pindah ke Malang. Di Malang, Kraemer dan B.M. Schuurman mendirikan sekolah teologi, Bale Wiyata, sebuah sekolah yang sangat memberikan perhatian pada kebudayaan Jawa. Kraemer juga mempelajari perubahan-perubahan di dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa.[2] Kraemer membangun relasi dengan organisasi Muslim dan organisasi nasional di Jawa. Kraemer bergabung dengan Jong Java, organisasi pelajar Jawa. Kraemer juga menjalin relasi dengan Ahmad Dahlan, pemimpin organisasi Muhammadiyah. Menurut Kraemer, kebangkitan Islam di Jawa berhubungan dengan kebangkitan dunia Islam di dunia. Kraemer juga mendorong para misionaris untuk memberikan perhatian kepada umat Muslim di Indonesia dan hal-hal apa saja yang terjadi pada mereka.[4] Ia juga menulis banyak buku tentang Islam. Buku-buku yang ditulis Kraemer ini dianggap membahayakan pemerintah kolonial yang berkuasa pada saat itu.[2] Kraemer terlibat dalam perjuangan mendirikan gereja di Bali pada tahun 1932. Perlakuan penjajah yang buruk terhadap orang-orang pribumi di Bali membuat orang Bali memberikan cap negatif terhadap semua orang asing.[4] Oleh karena itu, pemerintah Bali melarang pekabaran Injil di Bali, karena mereka ingin memelihara tradisi agama Hindu di Bali. Kraemer menyuarakan hak gereja untuk melakukan pekabaran Injil di Bali dengan mengatakan bahwa segala usaha untuk melindungi orang Bali dari pengaruh asing adalah hal yang sia-sia. Menurut Kraemer, gereja harus membantu orang-orang Bali untuk menghadapi zaman modern. Pulau Bali kemudian menjadi tempat pelayanan misi bagi Gereja Kristen Jawa Timur.[2] Dalam laporannya yang berjudul Dari Ladang Misi Menuju Gereja Mandiri (From Mission Field to Independent Church), Kraemer mendorong Gereja Protestan kolonial untuk melakukan reorganisasi gereja-gereja lokal di Indonesia yang mulai mandiri, seperti gereja-gereja yang terdapat di Minahasa, Maluku dan Timor. Setelah menghadiri konferensi misi di Yerusalem pada tahun 1928, Kraemer menjadi semakin menyadari kebutuhan untuk mendirikan gereja lokal yang independen di ladang misi. Menurut Kraemer, orang Indonesia harus membentuk gerejanya sendiri dan para pekabar Injil hanya menjadi pemberi saran.[2] Kraemer juga menyadari perlunya pengembangan kepemimpinan gereja-gereja di Indonesia oleh orang-orang Indonesia sendiri. Oleh karena itulah Kraemer bersama dengan beberapa rekannya yang lain, berinsiatif untuk mencetuskan didirikannya sekolah teologi. Tujuan Kraemer mendirikan sekolah ini adalah untuk memberikan pendidikan dan pelatihan teologi yang ekumenis dan kontekstual bagi para pemimpin gereja Protestan pribumi. Akhirnya pada tahun 1934 didirikanlah "Sekolah Theologia Tinggi" di Bogor. Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, setelah sekolah itu dipindahkan ke Jakarta.[1][3] Kraemer memprotes tindakan pemerintah Belanda yang melakukan agresi militer ke Indonesia pada tahun 1947-1948. Agresi ini telah menewaskan lebih dari 100.000 orang Indonesia. Menurut Kraemer, agresi ini adalah tindakan tidak bermoral dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Kristiani. Kraemer berpendapat bahwa daripada menaklukan Indonesia, pemerintah kolonial seharusnya menaklukkan kesombongannya sendiri dan hasrat untuk menguasai yang ada dalam diri mereka.[4] Kontribusinya di TambaramKraemer menjadi figur penting di dalam dunia misi dan dunia ekumenis. Ia menjadi terkenal karena sumbangan pemikirannya dalam hal pendekatan misi Kristen terhadap agama-agama lain. Menjelang konferensi International Missionary Council di Tambaram, India, Kraemer diminta mempersiapkan sebuah makalah, yang kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul "Christian Message in a Non-Christian World" (1938).[1][4] Buku "Christian Message in a Non-Christian World" ini sebenarnya ditujukan untuk melawan buku yang berjudul "Rethinking Mission" (1932) yang ditullis oleh suatu panitia orang-orang awam dari Amerika di bawah pimpinan W. E. Hocking.[5] Dalam Memikirkan Ulang Misi (Rethinking Mission) dicetuskan ide untuk meleburkan semua agama dalam sebuah persaudaraan yang mencakup seluruh dunia.[5] Dalam buku "Christian Message in a Non-Christian World", Kraemer menguraikan dengan jelas dan mendalam tentang agama-agama yang terdapat di dunia serta perkembangannya.[7] Kraemer juga mengkonfrontasikan agama-agama lain dengan Injil Yesus Kristus, yang pemberitaannya menjadi tugas gereja-gereja.[7] Dasar teologis yang digunakan oleh Kraemer adalah bahwa tugas zending satu-satunya adalah memberitakan Injil Kristus kepada dunia yang sedang dilanda krisis karena pengaruh sekularisasi dan relativisme.[7] Kraemer menerjemahkan sudut pandang teologi neo-ortodoksi ke dalam formulasi misiologis tentang relasi agama Kristen dengan agama lain.[8] Pemikiran Kraemer yang disampaikan dalam buku "Pesan Kekristenan dalam Dunia Non-Kristen" (Christian Message in a Non-Christian World) ini, memengaruhi diskusi para delegasi IMC di Tambaram dan memengaruhi pemikiran tentang misiologi pada dekade-dekade berikutnya.[8] Ia menegaskan pandangannya tentang realisme Alkitabiah maksudnya di mana-mana Allah ditempatkan oleh Alkitab sebagai titik pijak dari segala sesuatu.[8] Menurutnya, dalam realisme Alkitabiah, Allah yang kudus dan penuh kasih itu menjadi dasar dari asal segala sesuatu, sejarah, manusia dan dunia.[8] Allah harus menjadi standar acuan.[8] Pemahaman ini memberikan sebuah visi bagi gerakan ekumenis saat itu.[8] Adapun visinya adalah keutuhan gereja dengan Injil yang utuh untuk seluruh dunia.[8] Pandangan Kraemer ini menunjukkan penekanan pada eksklusivisme dalam berita Injil dan diskontinuitas Injil dengan agama-agama lain.[8] Sebagai seorang awam, Kraemer juga sangat menekankan peranan awam dalam pelayanan gereja.[8] BibliografiSebagian dari karya tulis Hendrik Kraemer:[1]
Pranala luar
Referensi
|