Nama lainnya adalah Rokuemon Nagatsune (六右衛門長経code: ja is deprecated ). Dalam buku sejarah Eropa, namanya ditulis sebagai Faxecura Rocuyemon.[1]
Misi diplomatik ke Vatikan yang dipimpinnya disebut Misi Zaman Keichō yang dikirim sesudah Misi Zaman Tenshō.[2] Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura dan delegasinya mengambil rute pelayaran yang sama seperti sewaktu berangkat menuju Meksiko pada tahun 1613. Kapalnya berlayar dari Acapulco ke Manila, lalu terus ke utara menuju Jepang pada tahun 1620.[3] Ia dianggap sebagai duta besar Jepang pertama untuk Amerika dan Eropa.[4]
Meskipun misi diplomatik Hasekura diterima dengan ramah di Eropa, misi berlangsung ketika Jepang sedang menuju ke zaman penindasan Kekristenan. Monarki Eropa seperti Raja Spanyol menolak perjanjian perdagangan seperti diusulkan Hasekura. Pada tahun 1620, Hasekura tiba kembali di Jepang, dan meninggal dunia karena sakit setahun kemudian. Misi diplomatiknya hanya sedikit membawa hasil karena pemerintah Jepang makin menerapkan kebijakan negara tertutup.
Spanyol memulai perjalanan trans-Pasifik antara Spanyol Baru (Meksiko) dan Filipina pada tahun 1565. Galiung Manila mengangkut perak dari tambang-tambang di Meksiko ke entrepotManila di Filipina koloni Spanyol. Di Manila, perak digunakan untuk membeli rempah dan barang dagangan yang dikumpulkan dari seluruh Asia, termasuk barang-barang dari Jepang (hingga tahun 1638). Rute perjalanan pulang galiung Manila yang dipetakan navigator Basque, Andrés de Urdaneta membawa kapal ke timur laut mengikuti Arus Kuroshio di lepas pantai Jepang, dan kemudian menyeberangi Pasifik melalui pantai barat Amerika Utara sebelum sampai di Acapulco.[5]
Kapal-kapal Spanyol secara berkala terdampar di pantai-pantai Jepang akibat cuaca buruk, dan awak kapalnya memulai kontak dengan orang Jepang. Spanyol berkeinginan untuk menyebarluaskan Kekristenan di Jepang. Usaha memperluas pengaruh Spanyol di Jepang menemui perlawanan keras dari Serikat Yesuit yang sudah memulai pengabaran injil di Jepang sejak tahun 1549, serta Portugis dan Belanda yang tidak ingin persaingan dagang dengan Spanyol. Namun, beberapa orang Jepang, seperti Christopher dan Cosmas, diketahui lebih dulu menyeberangi Pasifik sebagai penumpang kapal galiung Spanyol paling tidak pada tahun 1587. Kabar tersebut diketahui dari pertukaran hadiah antara gubernur Filipina dan Toyotomi Hideyoshi. Dalam surat yang ditulisnya pada tahun 1597, Hideyoshi mengucapkan terima kasih untuk, "gajah hitam itu, terutama, menurut aku paling tidak biasa."[6]
Pada tahun 1609, galiung Manila milik Spanyol, San Francisco dilanda cuaca buruk dalam pelayaran dari Manila ke Acapulco, dan kandas di pantai Jepang, di Chiba. Para pelaut diselamatkan dan disambut. Kapten kapal Rodrigo de Vivero, mantan gubernur interim Filipina bertemu dengan pensiunan Shogun Tokugawa Ieyasu. Rodrigo de Vivero menyusun perjanjian yang ditandatangani 29 November 1609. Isi perjanjian antara lain Spanyol diizinkan membangun sebuah pabrik di bagian timur Jepang, ahli pertambangan akan didatangkan dari Spanyol Baru, kapal-kapal Spanyol akan diizinkan singgah di Jepang dalam keadaan darurat, dan misi diplomatik Jepang akan dikirim ke istana di Spanyol.
Proyek misi diplomatik 1613
Shogun kembali memutuskan untuk membangun galiung baru di Jepang untuk mengirim pulang Vizcaino ke Spanyol Baru bersama misi diplomatik Jepang yang didampingi Luis Sotelo. Kapal galiung tersebut diberi nama Date Maru oleh orang Jepang, atau San Juan Bautista oleh orang Spanyol. Pembangunan kapal berlangsung selama 45 hari, dikerjakan oleh ahli pembuatan kapal dari keshogunan. Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen mengutus kepala tukang kayu (Shogen bersama rekannya, William Adams telah berpengalaman membangun beberapa kapal). Keshogunan mengerahkan 800 tukang kapal, 700 pandai besi, dan 3.000 tukang kayu. Shogun menunjuk Daimyo Sendai, Date Masamune sebagai pimpinan proyek. Masamune kemudian menunjuk Hasekura Tsunenaga untuk memimpin misi diplomatik ke Eropa.
"Kapal besar ini berangkat dari Toshima-Tsukinoura menuju Nanban pada bulan 9 tanggal 15 [kalender Jepang], dipimpin Hasekura Rokuemon Tsunenaga, dan bawahannya yang bernama Imaizumi Sakan, Matsuki Shusaku, Nishi Kyusuke, Tanaka Taroemon, Naito Hanjuro, Sonohoka Kyuemon, Kuranojo, Tonomo, Kitsunai, Kyuji, berikut beberapa pengikut Rokuemon, juga 40 orang Nanban, 10 orang wakil Mukai Shogen, beserta para pedagang, semuanya ada 180 orang." (Catatan klan Date, Keichō-Genna 伊達家慶長元和留控, Gonoi p. 56).
Misi diplomatik Jepang dikirim untuk membahas perjanjian dagang dengan tahta Spanyol di Madrid, sekaligus bertemu Paus di Roma. Date Masamune memperlihatkan itikad baik terhadap agama Katolik di domain yang dipimpinnya. Ia mengundang Luis Sotelo, dan mengizinkan penyebaran agama Kristen pada tahun 1611. Dalam surat Masamune yang ditujukan kepada Paus, dan disampaikan oleh Hasekura, ia menulis: "Saya menawarkan wilayah kekuasaan saya sebagai markas tugas misionaris Anda. Mohon kirimkan padri sebanyak mungkin."
Sotelo, dalam catatan perjalanan pribadinya, menekankan dimensi religius dari misinya, dan menulis bahwa tujuan utama dari misi tersebut adalah menyebarkan agama Kristen di utara Jepang:
"Saya dulu diutus sebagai duta besar oleh penguasa Kerajaan Oxu [Ōshū] (di bagian timur Jepang) Idate Masamune—walaupun belum dilahirkan kembali dengan cara dibaptis, ia telah menerima katekisasi, dan mengingini iman Kristen disebarkan di kerajaannya—beserta seorang bangsawan lainnya dari istana, Philippus Franciscus Faxecura Rocuyemon, diutus pergi ke Senat Roma, yang waktu itu dipimpin oleh Tahta Apostolik, Bapa Suci Paus Paulus V." (Luis Sotelo De Ecclesiae Iaponicae Statu Relatio, 1634).[7]
Pelayaran trans-Pasifik
Kapal San Juan Bautista yang ditumpangi Hasekura berangkat pada 28 Oktober 1613 menuju Acapulco dengan membawa penumpang 180 orang, termasuk 10 samurai wakil shogun (diutus oleh Menteri Angkatan Laut Mukai Shogen Tadakatsu), 12 samurai dari Sendai, 120 pedagang Jepang, pelaut, pelayan, dan sekitar 40 orang Spanyol dan Portugis, termasuk Sebastian Vizcaino yang menurutnya, "tidak lebih dari seorang penumpang."[8]
Spanyol Baru (Acapulco)
San Juan Bautista tiba di Tanjung Mendocino di tempat yang sekarang disebut California. Sesudah itu kapal berlayar menyusuri pesisir benua Amerika, dan tiba di Acapulco pada 25 Januari1614. Pelayaran dari Jepang menuju Acapulco memakan waktu tiga bulan. Mereka menunggu di Acapulco hingga ada perintah cara mengatur perjalanan mereka berikutnya.
Perkelahian terjadi antara orang Jepang dan orang Spanyol, terutama Vizcaino, tampaknya karena beberapa perselisihan mengenai cara penanganan hadiah dari penguasa Jepang. Dalam sebuah jurnal kontemporer, sejarawan Aztek kelahiran Amecameca bernama Chimalpahin Quauhtlehuanitzin—nama resmi Domingo Francisco de San Anton Muñon—menulis bahwa Vizcaino terluka parah akibat perkelahian,
"Señor Vizcaino perlahan-lahan mulai sembuh, terluka ketika datang; orang Jepang melukai mereka ketika dia dipukuli dan ditusuk di Acapulco, seperti diketahui orang di Meksiko, karena semua hal yang berkaitan dengan apa yang telah menjadi tanggung jawabnya di Jepang."[10]
Setelah perkelahian terjadi, perintah dikeluarkan pada 4 Maret dan 5 Maret untuk mendamaikan mereka. Perintah mengumumkan bahwa,
"Jepang tidak boleh memiliki kemampuan untuk menyerang di tanah ini, senjata mereka harus diserahkan hingga saat keberangkatan, kecuali Hasekura Tsunenaga dan delapan dari para pengikutnya ... Orang Jepang bebas pergi ke tempat yang mereka inginkan, dan harus diperlakukan dengan baik. Mereka tidak boleh diserang dalam bentuk kata-kata atau tindakan. Mereka bebas menjual barang-barang mereka. Perintah ini telah diumumkan ke orang Spanyol, orang Indian, orang mulato, orang mestizo, dan orang kulit hitam, dan mereka yang tidak menaati peraturan akan dihukum."[11]
Spanyol Baru (Meksiko)
Misi Hasekura berada dua bulan di Acapulco sebelum memasuki Mexico City pada 24 Maret,[10] dan diterima dengan upacara besar. Tujuan utama misi Hasekura adalah pergi ke Eropa. Hasekura dan rombongan tinggal beberapa lama di Meksiko sebelum berangkat ke Veracruz menaiki armada Don Antonio Oquendo.
Chimalpahin menulis tentang kunjungan Hasekura,
"Ini untuk kedua kalinya orang Jepang telah mendaratkan salah satu dari kapal-kapal mereka di pantai Acapulco. Mereka membawa ke sini segala sesuatu dari besi, dan meja tulis, dan sejumlah kain yang mereka jual di sini." (Chimalpahin, "Annals of His Time")[12]
"Di Meksiko sini semua orang tahu dan katanya alasan penguasa mereka, Kaisar Jepang mengirim utusan bangsawan dan duta besar ke sini, adalah untuk pergi ke Roma untuk menemui Bapa Suci Paulus V, dan untuk menyerahkan kepatuhan mereka kepada gereja suci, supaya semua orang Jepang mau menjadi pemeluk Kristen." (Chimalpahin," Annals of His Time ").[13]
Tempat menginap Hasekura adalah sebuah rumah di dekat Gereja San Francisco. Hasekura bertemu dengan Viceroy (wakil raja), dan menjelaskan bahwa dirinya juga memiliki rencana bertemu Raja Filipus III di Spanyol. Misinya adalah menawarkan perdamaian dan meminta izin agar Jepang diizinkan datang ke Meksiko untuk berdagang. Pada hari Rabu 9 April, 20 orang Jepang dibaptis, 22 orang lainnya menyusul dibaptis pada 20 April oleh Uskup Agung Meksiko, don Juan Pérez de la Serna di Gereja San Francisco.[14] Semuanya ada 63 orang yang menerima sakramen penguatan pada 25 April. Hasekura menunggu hingga sampai di Eropa agar bisa dibaptis di sana.
"Tapi utusan agung, duta besar, tidak mau dibaptis di sini, dikatakannya bahwa dirinya akan dibaptis kemudian di Spanyol." (Chimalpahin, "Annals of His Time")[15]
Berangkat ke Eropa
Chimalpahin menulis bahwa Hasekura meninggalkan beberapa orang bawahannya sebelum berangkat ke Eropa,
"Duta Besar Jepang memulai perjalanan ke Spanyol. Sebelum berangkat, ia membagi dua bawahannya; ia mengajak sejumlah orang Jepang, dan meninggalkan jumlah yang sama di sini sebagai pedagang untuk berniaga dan menjual barang-barang." (Chimalpahin, "Annals of His Time")[16]
Hasekura berangkat ke Eropa pada tanggal 10 Juni dengan naik kapal kapal San Jose. Ia harus meninggalkan sebagian besar dari kelompok orang Jepang. Mereka menunggu kepulangan misi Hasekura di Acapulco. Beberapa di antara mereka, serta mereka yang tiba dengan pelayaran sebelumnya bersama Tanaka Shosuke, kembali ke Jepang tahun yang sama, berlayar pulang dengan San Juan Bautista.
"Hari ini, Selasa tanggal 14 bulan Oktober tahun 1614, beberapa orang Jepang berangkat dari Meksiko pulang ke Jepang; mereka telah tinggal di Meksiko selama empat tahun. Beberapa di antara mereka tidak ikut; mereka mencari nafkah dengan berdagang dan menjual di sini barang-barang yang mereka bawa dari Jepang." (Chimalpahin, "Annals of His Time")[17]
Pada bulan Juli 1614, misi diplomatik Hasekura singgah dan berganti kapal di Havana, Kuba. Rombongan tinggal di Havana selama enam hari.
"Setelah beberapa kali menghadapi bahaya dan badai, kapal akhirnya tiba dengan selamat di pelabuhan Sanlúcar de Barrameda pada tanggal 5 Oktober. Duke of Medina Sidonia diberi kabar tentang kedatangan mereka. Ia mengirimkan kereta kuda untuk menyambut mereka, dan menjemput Duta Besar dan tuan-tuan lainnya." (Scipione Amati "History of the Kingdom of Voxu")[18]
"Duta Besar Jepang Hasekura Rokuemon, dikirim oleh Joate Masamune, raja Boju, memasuki Sevilla pada hari Rabu, 23 Oktober 1614. Ia didampingi oleh 30 orang Jepang membawa pedang, kapten pengawal mereka, dan 12 orang pemanah dan prajurit pembawa tombak yang dicat dan pedang upacara. Kapten pengawal adalah seorang Kristen dan namanya Don Thomas, putra seorang martir Jepang." (Library Capitular Calombina 84-7-19 Memorias..., fol.195)[19]
Misi diplomatik Jepang bertemu dengan Raja Filipus III di Madrid, 30 Januari1615. Hasekura menyampaikan surat dari Date Masamune kepada raja, berikut usulan untuk membuat perjanjian antarnegara. Raja menjawab bahwa ia akan melakukan hal-hal yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan tersebut.
Hasekura dibaptis pada tanggal 17 Februari 1615 oleh pastor pribadi raja, dan diberi nama Felipe Francisco Hasekura. Upacara pembaptisan rencananya dilakukan oleh Uskup Agung Toledo, namun uskup sedang sakit dan tidak dapat melakukan tugasnya. Ducado de Lerma—pejabat administrasi utama kekuasaan Phillip III yang secara de facto adalah penguasa Spanyol—dijadikan sebagai wali baptis Hasekura.
Delegasi Hasekura tinggal selama delapan bulan di Spanyol sebelum berangkat ke Italia.
Prancis
Setelah mengadakan perjalanan melintasi Spanyol, misi yang dipimpin Hasekura melayari Laut Tengah dengan tiga kapal fregat menuju Italia. Akibat cuaca buruk, mereka harus tinggal beberapa hari di pelabuhan Saint-Tropez, Prancis. Di sana mereka disambut oleh bangsawan setempat, dan cukup membuat terkejut penduduk setempat.
Kunjungan dari Kedutaan Besar Jepang tercatat dalam kronik kota karena dipimpin oleh "Philip Francis Faxicura, Duta Besar untuk Paus, dari Date Masamunni, Raja Woxu di Jepang."
Tingkah laku mereka dicatat secara teliti:
"Mereka tidak pernah menyentuh makanan dengan jari-jari mereka, tetapi menggunakan dua tongkat kecil yang mereka pegang dengan tiga jari."
"Mereka membuang ingus dengan kertas selembut sutra seukuran telapak tangan yang tidak pernah dipakai dua kali, sehingga mereka membuangnya ke tanah setelah dipakai, dan mereka begitu senang melihat orang-orang kita yang ada di sekeliling mereka mengendap-endap untuk mengambilnya."
"Pedang mereka dapat memotong begitu baiknya sehingga mereka dapat memotong sehelai kertas hanya dengan meletakkannya di atas sisi tajam pedang dan meniup di atasnya."
("Relations of Mme de St Troppez", October 1615, Bibliotheque Inguimbertine, Carpentras).[20]
Kunjungan tahun 1615 oleh Hasekura Tsunenaga ke Saint-Tropez adalah kunjungan pertama dalam sejarah hubungan Prancis-Jepang.
Italia
Misi diplomatik Hasekura melanjutkan perjalanan ke Italia, dan diterima oleh Paus Paulus V di Roma pada bulan November 1615. Pada tahun yang sama, Galileo Galilei untuk pertama kalinya diajukan ke hadapan Inkuisitor Roma karena penemuannya yang bertentangan dengan geosentrisme. Hasekura menyerahkan dua pucuk surat berlapis emas untuk Paus. Sepucuk dalam bahasa Jepang dan sepucuk lagi dalam bahasa Latin yang berisi permohonan dibuatnya perjanjian perdagangan antara Jepang dan Meksiko, juga diutusnya misionaris Kristen ke Jepang. Kedua surat tersebut hingga kini disimpan arsip Vatikan. Surat berbahasa Latin tersebut, kemungkinan ditulis oleh Luis Sotelo atas nama Date Masamune, sebagian di antaranya berbunyi:
Mencium kaki Suci, Agung, Universal, Bapa Maha Suci Tuan Seluruh Dunia, Paus Paulus, dalam kepatuhan yang mendalam dan rasa hormat, aku, Idate Masamune, Raja Wôshû dalam Kekaisaran Jepang, dengan kerendahan hati menyampaikan:
Pastor Fransiskan Luis Sotelo datang ke negara kami untuk menyebarkan iman Tuhan. Pada kesempatan itu, aku belajar tentang keimanan dan ingin menjadi seorang Kristen, tetapi keinginan itu masih belum aku capai karena beberapa masalah kecil. Namun, dalam rangka mendorong rakyatku untuk menjadi orang Kristen, aku berharap Tuan mengirim misionaris dari Gereja Fransiskan. Aku menjamin bahwa Tuan akan dibolehkan membangun sebuah gereja, dan misionaris Tuan akan dilindungi. Aku juga berharap Tuan untuk memilih dan juga mengirim uskup. Oleh karena itu, aku mengirim salah seorang samurai, Hasekura Rokuemon sebagai wakilku untuk mendampingi Luis Sotelo menyeberangi lautan ke Roma, untuk memberikanmu cap ketaatan dan mencium kakimu. Lebih lanjut, mengingat negara kami dan Nueva España adalah negara bertetangga, dapatkah Tuan campur tangan sehingga kami dapat membicarakannya dengan Raja Spanyol, demi kepentingan pengiriman misionaris di seberang lautan." (Terjemahan surat berbahasa Latin dari Date Masamune untuk Paus)[21]
Paus menyetujui pengiriman misionaris, namun keputusan mengenai perdagangan diserahkan kepada Raja Spanyol. Hasekura juga menerima gelar kehormatan Warga Roma dari Senat Roma, seperti dicantumkan dalam sehelai dokumen yang dibawanya pulang ke Jepang. Dokumen tersebut kini disimpan di Sendai.
Sotelo juga menggambarkan pertemuannya dengan Paus dalam buku De ecclesiae Iaponicae statu relatio yang diterbitkan tahun 1634 setelah Sotelo meninggal dunia.
"Ketika kami tiba di sana dengan bantuan Tuhan pada 1615 Anno Salutis, tidak hanya kami diterima dengan ramah oleh Bapa Suci Paus, Dewan Kardinal Suci, sekelompok uskup dan bangsawan, serta kegembiraan dan kebahagiaan umum rakyat Roma, melainkan kami dan tiga orang lainnya juga (yang ditunjuk secara khusus oleh orang Jepang Kristen untuk menceritakan keadaan sehubungan agama Kristen [di Jepang]) telah didengar dan didukung, dan sebagaimana harapan kami, [misionaris] akan dikirim secepat mungkin." (Sotelo, De ecclesiae Iaponicae statu relatio).[22]
Kabar angin tentang intrik politik
Selain catatan resmi mengenai kunjungan Hasekura ke Roma, beberapa dokumen saat itu cenderung menunjukkan dibicarakannya juga masalah politik. Aliansi dengan Date Masamune diusulkan sebagai cara memperluas pengaruh Kristen di seluruh Jepang.
"Bapak Duta Besar bersikeras bahwa kewenangan dan kekuasaan penguasa di negerinya lebih superior daripada penguasa di banyak negara Eropa." (Dokumen anonim di Roma, tanggal 10 Oktober 1615)
"Para pastor Fransiskan Spanyol menjelaskan bahwa Raja Duta Besar [Hasekura Tsunenaga] akan segera menjadi penguasa tertinggi di negerinya. Oleh karena itu, tidak hanya pengikutnya yang akan menjadi orang Kristen dan taat kepada kehendak gereja Roma, tetapi mereka pada gilirannya juga akan mengkristenkan seluruh rakyat. Inilah alasan mereka meminta pengiriman pejabat gereja tingkat tinggi bersama-sama para misionaris. Oleh karena itu, banyak orang yang telah meragukan tujuan sejati delegasi yang dipimpinnya, dan bertanya-tanya mengenai kemungkinan mereka mencari keuntungan lain." (Surat Duta Besar Venesia, 7 November 1615)
Kunjungan kedua ke Spanyol
Dalam kunjungan kedua di Spanyol, Hasekura kembali bertemu dengan raja Spanyol yang menolak perjanjian perdagangan. Alasan yang diberikan bahwa Kedutaan Besar Jepang yang dipimpin Hasekura dianggap bukan utusan resmi penguasa Jepang (Tokugawa Ieyasu). Pada bulan Januari 1614, Ieyasu mengeluarkan dekret pengusiran semua misionaris dari Jepang, dan mulai melakukan penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang.
Setelah dua tahun berada di Eropa, delegasi Hasekura berangkat dari Sevilla menuju Meksiko pada bulan Juni 1617. Beberapa orang Jepang memilih untuk tidak ikut, dan menetap di Spanyol, di sebuah kota dekat Sevilla (Coria del Río). Keturunan mereka hingga kini masih memakai nama keluarga Japón.
Terbitan Barat mengenai delegasi Hasekura
Kedatangan delegasi yang dipimpin Hasekura dikisahkan dalam berbagai terbitan di Eropa. Penulis Italia, Scipione Amati yang antara tahun 1615 dan 1616 mendampingi delegasi, menerbitkan sebuah buku di Roma dengan judul Sejarah Kerajaan Voxu (1615). Buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1617. Pada tahun 1616, penerbit Prancis Abraham Savgrain menerbitkan catatan kunjungan Hasekura ke Roma dalam buku Récit de l'entrée solemnelle et remarquable faite à Rome, par Dom Philippe Francois Faxicura (Catatan Kunjungan Resmi dan Luar Biasa di Roma oleh Dom Philippe Francois Faxicura).
Buku Sejarah Kerajaan Woxu oleh Amati, terbitan 1615.
Buku yang sama, terjemahan bahasa Jerman
Halaman buku dengan gambar Hasekura, keterangan dalam bahasa Latin.
Singgah di Meksiko
Dalam pelayaran pulang ke Jepang, Hasekura tinggal selama 5 bulan di Meksiko. San Juan Bautista telah menunggunya di Acapulco sejak tahun 1616, setelah melakukan pelayaran melintasi Pasifik untuk kedua kalinya dari Jepang ke Meksiko dengan nakhoda Yokozawa Shogen. Dalam pelayaran kedua San Juan Bautista ke Meksiko, kapal mengangkut lada kualitas terbaik, dan benda-benda pernis produk Kyoto yang laris di pasaran Meksiko. Spanyol cemas dengan banyaknya perak yang akan dibawa pulang oleh orang Jepang, sehingga raja Spanyol meminta agar wakil raja di Meksiko melakukan pembatasan. Hasil penjualan barang-barang Jepang harus dibelanjakan lagi untuk membeli barang-barang Meksiko. Sisanya sebesar 12.000 peso dan 8.000 peso dalam bentuk perak diizinkan untuk dibawa pulang ke Jepang.
Filipina
Pada bulan April 1618, San Juan Bautista yang dinaiki Hasekura and Luis Sotelo tiba di Filipina dari Meksiko. Setelah sampai, San Juan Bautista dibeli pemerintah Spanyol. Pemerintah setempat sedang meningkatkan kemampuan pertahanan untuk mengatasi serangan Belanda dan Inggris. Uskup Filipina bersama penduduk lokal Filipina dan penutur bahasa Tagalog di Manila menjelaskan transaksi Hasekura dengan raja Spanyol dalam sebuah surat tertanggal 28 Juli 1619,
"Gubernur sangat ramah dengan orang Jepang, dan menjamin perlindungan bagi mereka. Setelah mereka telah banyak membeli barang-barang mahal, mereka memutuskan untuk meminjamkan kapal mereka. Kapal itu segera diperbarui untuk pertempuran. Gubernur akhirnya membeli kapal tersebut, karena ternyata kapal itu bagus dan memiliki konstruksi yang kokoh, dan kapal-kapal yang tersedia betul-betul sedikit. Harga untuk kapal itu sangat pantas, untuk keuntungan Yang Mulia." (Dokumen 243)
Selama berada di Filipina, Hasekura membeli banyak sekali barang untuk Date Masamune, dan membangun sebuah kapal, seperti dijelaskannya dalam sebuah surat yang ditulisnya kepada anaknya. Ia akhirnya tiba kembali di Jepang, dan merapat di pelabuhan Nagasaki pada bulan Agustus 1620.
Tiba kembali di Jepang
Sepulangnya Hasekura di Jepang, keadaan telah berubah drastis, upaya memberantas Kekristenan telah berlangsung sejak tahun 1614. Tokugawa Ieyasu telah meninggal dunia pada tahun 1616, dan Tokugawa Hidetada yang lebih xenofobia menjadi penggantinya. Jepang makin cenderung menutup diri sebelum akhirnya menjalankan politik isolasi (sakoku). Orang Eropa sudah menerima berita tentang adanya penganiayaan orang Kristen Jepang semasa Hasekura masih berada di Eropa. Oleh karena itu, para raja-raja Eropa, terutama raja Spanyol, menjadi enggan untuk menanggapi proposal perdagangan dan pengiriman misionaris yang diajukan Hasekura.
Setelah tiba di Sendai, Hasekura melapor kepada Date Masamune. Menurut catatan, ia membawa oleh-oleh lukisan potret Paus Paulus V, potret dirinya sedang berdoa, seperangkat keris dari Indonesia, dan belati dari Sri Langka. Barang-barang tersebut sekarang ada di Museum Kota Sendai.
Dokumen berjudul Catatan Klan Masamune mencatat laporan Hasekura dengan cara agak ringkas, dan diakhiri dengan komentar tentang "banyaknya hal-hal yang mengejutkan" (奇怪最多シ, kikai mottomo ōshi).
"Rokuemon pergi ke negara Nanban, ia memberi hormat kepada raja Paolo, ia menetap di sana selama beberapa tahun, dan sekarang ia berlayar pulang dari Luzon. Ia membawa hadiah lukisan-lukisan raja Nanban, dan sebuah lukisan dirinya. Juga banyak cerita tentang negara Nanban, dan penjelasan yang diberikannya sangat mengejutkan dan luar biasa."[23]
Pelarangan agama Kristen di Sendai
Dampak langsung kembalinya Hasekura di Sendai adalah pelarangan agama Kristen di Domain Sendai dua hari kemudian.
"Dua hari setelah kembalinya Rokuemon ke Sendai, tiga butir maklumat terhadap penganut agama Kristen telah diumumkan secara resmi. Pertama, bahwa semua orang Kristen diperintahkan untuk meninggalkan kepercayaan mereka, sesuai dengan peraturan shogun, dan bagi mereka yang tidak; bila mereka bangsawan, mereka akan diasingkan, dan dibunuh bila orang biasa, petani, atau pelayan. Kedua, bahwa hadiah akan diberikan untuk pengaduan adanya orang Kristen yang bersembunyi. Ketiga, penyebar iman Kristen harus meninggalkan Domain Sendai, atau meninggalkan agama mereka." (Surat pastor Angelis, arsip Yesuit Jepang-Cina di Roma, dikutip oleh Gonoi dalam Hasekura Tsunenaga , p. 231)
Hukuman mati pertama kepada orang Kristen dimulai 40 hari kemudian. Meskipun demikian, tindakan anti-Kristen yang dilakukan Date Masamune relatif lunak. Orang Kristen dari Barat dan Jepang berulang kali menyatakan bahwa tindakan Masamune hanya untuk menyenangkan hati shogun,
"Date Masumune, disebabkan ketakutannya kepada shogun, memerintahkan persekusi penganut Kekristenan di wilayahnya, dan menciptakan beberapa martir." (Surat 17 tokoh Kristen Jepang dari Sendai kepada Paus, 29 September 1621).[24]
Sebulan setelah Hasekura tiba kembali di Jepang, Date Masamune menulis surat kepada Shogun Tokugawa Hidetada. Dalam surat itu, ia berusaha keras menghindari tanggung jawab telah mengirim misi diplomatik ke Eropa. Misi tersebut dijelaskannya secara rinci sebagai misi yang diatur berdasarkan persetujuan dan bahkan kerja sama shogun,
"Ketika saya mengirim sebuah kapal ke negara-negara barbar selatan beberapa tahun lalu, atas saran dari Mukai Shogen, saya juga mengirim orang barbar selatan bernama Sotelo yang telah tinggal selama beberapa tahun di Edo. Pada waktu itu, Yang Mulia juga memberikan pesan-pesan untuk raja barbar selatan, serta hadiah-hadiah, seperti pembatas ruangan dan seperangkat baju zirah." (18 Oktober 1620, dikutip dalam Gonoi, p. 234).
Spanyol adalah kekuatan militer yang paling mengancam Jepang waktu itu (memiliki koloni dan tentara di Filipina yang berdekatan). Laporan saksi mata Hasekura tentang kekuatan militer Spanyol dan metode kolonialisme di Nueva España (Meksiko) telah mempercepat keputusan Shogun Tokugawa Hidetada untuk memutuskan hubungan perdagangan dengan Spanyol pada tahun 1623, dan hubungan diplomatik pada tahun 1624. Peristiwa lain seperti penyelundupan pastor Spanyol ke Jepang, dan misi kedutaan Spanyol yang gagal juga menjadi salah satu sebab.
Meninggal dunia
Keadaan Hasekura setelah kembali dari misi diplomatik tidak banyak diketahui orang. Sejarawan Kristen kontemporer hanya dapat mengandalkan kabar burung, termasuk beberapa rumor, mulai dari berita ia meninggalkan agama Kristen, menjadi martir, hingga mempraktikkan Kristen secara rahasia. Nasib keturunan dan para pengikutnya yang kemudian dihukum mati karena menganut Kristen, menunjukkan bahwa Hasekura pribadi tetap seorang penganut Kristen yang taat, dan meneruskan imannya kepada para anggota keluarga.
Sotelo kembali ke Jepang, namun tertangkap dan dieksekusi pada tahun 1624 dengan cara dibakar. Sebelum dieksekusi, ia memuji Hasekura yang tiba kembali di Jepang sebagai pahlawan penyebar agama Kristen,
"Kolega saya yang lain, Duta Besar Philippus Faxecura, setelah bertemu raja yang disebutkan sebelumnya (Date Masamune), menerima penghormatan yang luar biasa darinya, dan memulangkannya ke tanah pribadi untuk beristirahat setelah perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan. Ia menikah, memiliki anak-anak, pelayan, dan banyak pengikut yang menjadi penganut Kristen, serta menganjurkan bangsawan lain yang masih kerabat dan handai-tolan untuk memeluk agama Kristen, dan mereka memang melakukannya. Sambil terlibat dalam kerja kerohanian ini dan itu, setahun penuh setelah kepulangannya, setelah memberi banyak pengarahan dan contoh-contoh yang baik, dengan banyak persiapan, ia meninggal dunia dengan saleh, setelah mewariskan kepada anak-anaknya penyebarluasan agama di tanah miliknya, dan perlindungan terhadap pekerja rohani (yakni "anggota ordo keagamaan") di kerajaan. Raja dan semua bangsawan sangat sedih atas wafatnya, tetapi khususnya penganut Kristen dan para pekerja rohani yang tahu betul keutamaan dan semangat keagamaan dari pria ini. [Berita] ini adalah apa yang saya dengar dari surat salah seorang pastor yang memberikan sakramen untuknya, dan sekaligus hadir pada saat kematiannya, dan juga dari orang-orang lain." (Luis Sotelo, De ecclesiae Iaponicae statu relatio).[25](Luis Sotelo, De ecclesiae Iaponicae statu relatio).[25]
Sewaktu kembali ke Jepang, Hasekura juga membawa pulang beberapa benda-benda rohani. Ia tidak memberikannya kepada Masamune sebagai hadiah, melainkan disimpannya sebagai milik pribadi.
Hasekura Tsunenaga meninggal dunia pada tahun 1622 karena sakit (menurut sumber-sumber Jepang dan Kristen). Lokasi makamnya tidak diketahui dengan jelas. Tiga buah makam dinyatakan sebagai makam Hasekura, salah satunya ada di kuil Buddha, Enpuku-ji (Distrik Shibata, Prefektur Miyagi). Makam lainnya memiliki tanda-tanda yang jelas (bersama batu peringatan untuk Pastor Sotelo) di kuil Buddha, Kōmyō-ji (Sendai).
Eksekusi para pengikut dan pelayan
Hasekura memiliki seorang putra bernama Rokuemon Tsuneyori. Dua pelayan Tsuneyori, bernama Yogoemon beserta istri menolak untuk menyangkali iman mereka di bawah siksaan dengan cara digantung (tsurushi), dan meninggal dunia pada bulan Agustus 1637. Pada tahun 1637, Tsuneyori sendiri dicurigai sebagai penganut Kristen setelah ada laporan dari seseorang dari Edo, namun luput karena ia menjabat kepala kuil Zen Kōmyō-ji. Dua pelayan lainnya, Tarozaemon (71 tahun) yang mendampingi Hasekura ke Roma, dan istrinya (59 tahun) tewas setelah menolak untuk menyangkali iman mereka di bawah siksaan. Namun dalam peristiwa tersebut, Hasekura Tsuneyori (42 tahun) diminta bertanggung jawab. Ia dipenggal pada hari yang sama karena menolak untuk meninggalkan agama Kristen. Meskipun demikian, sebenarnya tidak ada kepastian mengenai agama yang dianut Tsuneyori, Kristen atau bukan.[26] Dua orang pastor ordo Dominikan, Pedro Vazquez dan Joan Bautista Paulo menyebutkan nama Tsuneyori ketika disiksa. Adik Tsuneyori yang bernama Tsunemichi dituduh beragama Kristen, namun berhasil melarikan diri dan menghilang.[26]
Hak-hak keluarga Hasekura dihapus oleh Domain Sendai, tanah hak milik dan harta benda mereka disita. Sewaktu dilakukan penyitaan pada tahun 1640, seluruhnya ada 50 benda-benda rohani yang ditemukan di tanah milik Hasekura, seperti salib, rosario, jubah dan lukisan rohani. Benda-benda tersebut disita dan disimpan oleh pemerintah Domain Sendai. Sewaktu dilakukan inventarisasi pada tahun 1840, benda-benda tersebut diketahui sebagai milik Hasekura Tsunenaga. Ada 19 buah buku yang dicatat dalam koleksi, namun ternyata sudah hilang. Artefak benda-benda rohani milik Hasekura kini disimpan di Museum Kota Sendai dan museum-museum lainnya di Sendai.
Perjalanan misi diplomatik Hasekura terlupakan di Jepang hingga berakhirnya politik sakoku. Pengiriman misi diplomatik Jepang berikutnya ke Eropa dilakukan pada tahun 1873 di bawah pimpinan Iwakura Tomomi (Misi Iwakura). Mereka untuk pertama kalinya mendengar tentang perjalanan Hasekura setelah ditunjukkan dokumen-dokumen mengenai kunjungan delegasi Hasekura di Venesia, Italia.[27][28]
Sekitar 700 orang penduduk Coria del Río memakai nama keluarga Japón (dulunya Hasekura de Japón) untuk menunjukkan bahwa mereka adalah keturunan anggota delegasi Hasekura.[32]
Shusaku Endo pada tahun 1980 menulis sebuah novel berjudul The Samurai. Novel bertemakan sejarah ini berkaitan dengan misi diplomatik Hasekura.
Museum San Juan Bautista di Ishinomaki, Prefektur Miyagi memamerkan replika kapal San Juan Bautista di Pelabuhan Ishinomaki, tempat Hasekura mengawali pelayaran ke Eropa. Museum menjelaskan sejarah dan teknologi kapal San Juan Bautista.[33]
Kronologi dan jadwal perjalanan
Jepang (1613)
April 1613: Date Masamune menerima izin dari Keshogunan Tokugawa untuk membangun kapal dan mengadakan ekspedisi
^Dalam bahasa Jepang waktu itu, bunyi yang sekarang ditulis dengan huruf h, diucapkan f bila diikuti huruf vokal, termasuk u. Huruf s kadang-kadang dilafalkan sh bla diikuti /e/; aksara ゑ (sekarang dibaca sebagai e) dilafalkan sebagai ye; huruf s ditulis x untuk melambangkan bunyi sh sesuai ejaan lama bahasa Spanyol dan bahasa Portugis.
^Misi Diplomatik ke Eropa sebenarnya sudah dimulai oleh Mancio Ito bersama Alessandro Valignano antara tahun 1582 dan 1590 (zaman Sengoku). Walaupun kurang dikenal dan kurang dicatat dalam sejarah, misi yang dipimpin Mancio dan Valignano kadang-kadang disebut Misi Diplomatik Zaman Tenshō karena berlangsung pada zaman Tenshō. Sponsor misi tersebut adalah tiga daimyo asal Jepang Barat, Omura Sumitada, Otomo Sorin, dan Arima Harunobu.
^Hayes, Derek (2001). Historical atlas of the North Pacific Ocean: maps of discovery and scientific exploration, 1500–2000. Seattle, WA: Sasquatch Books. hlm. 17–19.
^Nempe fuisse me quondam Idate Masamune, qui regni Oxu (quod est in Orientali Iaponiæ parte) gubernacula tenet, nec dum quidem per baptismum regenerato, sed tamen Catechumeno, & qui Christianam fidem in suo regno prædicari cupiebat, simul cum alio suæ Curiæ optimate Philippo Francisco Faxecura Retuyemon [sic] ad Romanam Curiam & qui tunc Apostolicæ sedis culmen tenebat SS. Papam Paulum V. qui ad cœlos evolavit, Legatum expeditum. (p. 1[pranala nonaktif permanen])
^Sebastian Vizcaino "Account of the search for the gold and silver islands", dikutip oleh Gonoi
^Cardona "Geographic Descriptions", oleh Michael Mathes, ISBN 0-87093-235-7 p. 75
^Chimalpahin "Annals of his time", 9th April 1614, p277
^Chimalpahin "Annals of his time", 29th May 1614, p283
^Chimalpahin "Annals of his time", 14th October 1614, p. 291
^"Se llegó por fin a salvo, después de algunos peligros y tempestades al puerto de Sanlúcar de Barrameda el 5 de Octubre, donde residiendo el Duque de Medina Sidonia y avisado del arribo, envió carrozas para honrarlos, recibirlos y acomodar en ellas al Embajador y a sus gentiles hombres, habiéndoles preparado un suntuoso alojamiento; y después de haber cumplido con esta obligación como correspondía, y de regalarlos con toda liberalidad, a instancias de la ciudad de Sevilla hizo armar dos galeras, las cuales llevaron a los embajadores a CORIA, donde fueron hospedados por orden de la dicha Ciudad por Don Pedro Galindo, veinticuatro, el cual se ocupó con gran diligencia en tener satisfecho el ánimo del Embajador con todos los placeres y regalos posibles, procurando este entretanto que preparasen ropas nuevas a su séquito y ayudantes para resplandecer con más decoro y pompa a la entrada en Sevilla. Mientras se resolvía esta cuestión, la Ciudad determinó enviar a Coria a Don Diego de Cabrera, hermano del padre Sotelo, a Don Bartolomé López de Mesa, del hábito de Calatraba, a Don Bernardo de Ribera, a Don Pedro Galindo y a multitud de jurados y otros caballeros para que en su nombre besaran la mano al Embajador y lo felicitaron por su llegada a salvo. Sobre esto, quedó el Embajador contentísimo, agradeció mucho a la Ciudad que por su generosidad se complacía en honrarle, y departió con los dichos caballeros mostrando mucha prudencia en su trato". "A veintiuno de Octubre del dicho año la Ciudad hizo otra demostración de la mayor cortesía para el recibimiento del Embajador y del Padre Sotelo mandando carrozas, cabalgaduras y gran número de caballeros y de nobles que lo escoltaron formando una cabalgata de gran solemnidad. Saliendo el Embajador de Coria, vio con sumo placer el honor que se le había preparado, la pompa de los caballeros y la gran cantidad de gente que lo acompañó durante su camino hacia Sevilla". "Cerca de Triana y antes de cruzar el puente, se multiplicó de tal manera el número de carrozas, caballos y gentes de todo género, que no bastaba la diligencia de dos alguaciles y de otros ministros de la justicia para poder atravesarlo. Finalmente compareció el Conde de Salvatierra. Asistente de la Ciudad, con gran número de titulados y con los restantes veinticuatro y caballeros; y el embajador desmontando de la carroza, montó a caballo con el Capitán de su guardia y Caballerizo, vestido sobriamente, a la usanza del Japón, y mostrando al Asistente lo obligado que quedaba de la mucha cortesía y honores que la Ciudad se servía de usar con él, fue puesto en medio del dicho Asistente y Alguaciles Mayores y prosiguiéndose la cabalgata con increíble aplauso y contento de la gente, por la Puerta de Triana se dirigieron al Alcalzar Real." (Scipione Amati, "Historia del regno di Voxu", 1615)
^"Miércoles 23 de octubre de 1614 años entró en Sevilla el embaxador Japon Faxera Recuremon, embiado de Joate Masamune, rey de Boju. Traía treinta hombres japones con cuchillas, con su capitán de la guardia, y doce flecheros y alabarderos con lanças pintadas y sus cuchillas de abara. El capitán era christiano y se llamaba don Thomas, y era hijo de un mártyr Japón. Venía a dar la obediencia a Su Santidad por su rey y reyno, que se avía baptizado. Todos traían rosarios al cuello; y él venía a recibir el baptismo de mano de Su Santidad. Venía en su compañía fray Luis Sotelo, natural de Sevilla, religioso de San Francisco recoleto. Salieron a Coria a recebirlo por la Ciudad, el veinticuatro don Bartolomé Lopez de Mesa, y el veinticuatro don Pedro Galindo; y junto a la puente los recibió la Ciudad. Entró por la puerta de Triana, y fué al Alcázar, donde la Ciudad lo hospedó, y hizo la costa mientras estubo en Sevilla. Vido la Ciudad, y subió a la Torre. Lunes 27 de octubre de dicho año por la tarde, el dicho embaxador, con el dicho padre fray Luis Sotelo, entró en la Ciudad con el presente de su rey con toda la guardia, todos a caballo desde la puente. Dió su embaxada sentado al lado del asistente en su lengua, que interpretó el padre fray Luis Sotelo, y una carta de su rey, y una espada a su usanza, que se puso en el archibo de la Ciudad. Esta espada se conservó hasta la revolución del 68 que la chusma la robó. La embaxada para su magestad el rey don Felipe Tercero, nuestro señor, no trataba de religión, sino de amistad.(Biblioteca Capitular Calombina 84-7-19 . Memorias..., fol.195)"
^Rangkuman dari naskah asli dalam bahasa Prancis Kuno:
"Il y huit jours qu'il passa a St Troppez un grand seigneur Indien, nomme Don Felipe Fransceco Faxicura, Ambassadeur vers le Pape, de la part de Idate Massamuni Roy de Woxu au Jappon, feudataire du grand Roy du Japon et de Meaco. Il avoit plus de trente personnes a sa suite, et entre autre, sept autres pages tous fort bien vetus et tous camuz, en sorte qu'ilz sembloyent presque tous freres. Ils avaient trois fregates fort lestes, lesuqelles portoient tout son attirail. Ils ont la teste rase, execpte une petite bordure sur le derrier faisant une flotte de cheveux sur la cime de la teste retroussee, et nouee a la Chinoise....".
"...Ilz se mouchent dans des mouchoirs de papier de soye de Chine, de la grandeur de la main a peu prez, et ne se servent jamais deux fois d'un mouchoir, de sorte que toutes les fois qu'ilz ne mouchoyent, ils jestoyent leurs papiers par terre, et avoyent le plaisir de les voir ramasser a ceux de deca qui les alloyent voir, ou il y avoit grande presse du peuple qui s'entre batoit pour un ramasser principallement de ceux de l'Ambassadeur qui estoyent hystoriez par les bordz, comme les plus riches poulletz des dames de la Cour. Ils en portient quantite dans leur seign, et ils ont apporte provision suffisante pour ce long voyage, qu'ilz sont venus faire du deca....".
"... Le ses epees et dagues sont faictes en fasson de simmetterre tres peu courbe, et de moyenne longueur et sont sy fort tranchantz que y mettant un feuillet de papier et soufflant ilz couppent le papier, et encore de leur papier quy est beaucoup plus deslie que le notre et est faict de soye sur lesquels ils escrivent avec un pinceau.".
"... Quand ilz mangeoient ils ne touchent jamais leur chair sinon avec deux petits batons qu'ils tiennent avec trois doigts." (Marcouin, Francis and Keiko Omoto. Quand le Japon s'ouvrit au monde. Paris: Découvertes Gallimard, 1990. ISBN 2-07-053118-X. Pages 114–116)
^Isi teks yang diterjemahkan dari kutipan Gonoi, p. 152. Terjemahan dari salam pembuka dilakukan secara terpisah. Salam pembuka asli dalam bahasa Latin adalah sebagai berikut:
{{lang|la|2= MAGNI ET UNIVERSALIS SISQ3 [SISQ3 = Sanctissimique] totius Orbis Patris Domini Pape Pauli s. pedes cum profunda summisse et reuerentia {{lang|en|2=[s. prob. = sanctos, summisse prob. = summissione] osculando ydate masamune * Imperio Japonico Rex voxu suppliciter dicimus.
^Quo tandem cum anno Salutis 1615. iuvante deo pervenissemus, à SS. Papa magno cum Cardinalium Sacri Collegij Antistitum ac Nobilium concursu, nec non & Rom. populi ingenti lætitia & communi alacritate non modo benignè excepti, verùm & humanissimè tam nos quam etiã tres alij, quos Iaponii Christiani, quatenus eorum circa Christianam Religionem statum Apostolicis auribus intimarent, specialiter destinaverant, auditi, recreati, & prout optabamus, quantocyus expediti. (p. 1[pranala nonaktif permanen])
^ abCollega alter legatus Philippus Fiaxecura [sic] postquam ad prædictum Regem suum pervenit, ab ipso valdè est honoratus, & in proprium statum missus, ut tam longâ viâ fessus reficeretur, ubi uxorem, filios, domesticos cum multis aliis vasallis Christianos effecit, aliisque nobilibus hominibus consanguineis & propinquis suasit ut fidem reciperent; quam utique receperunt. Dum in his & aliis piis operibus exerceretur ante annum completum post eius regressum magna cum omnium ædificatione & exemplo, multa cum præparatione suis filiis hæreditate præcipua fidei propagationem in suo statu, & Religiosorum in eo regno pretectionem commendatam relinquens, pie defunctus est. De cuius discessu Rex & omnes Nobiles valdè doluerunt, præcipuè tamen Christiani & Religiosi, qui huius viri virtutem & fidei Zelum optimè noverant. Ab ipsis Religiosis, qui eidem sacramenta ministrarunt, eiusque obitui interfuerant; & ab aliis sic per literas accepi. (p. 16[pranala nonaktif permanen])
^ ab"National Treasure: Documents of the Keicho Embassy to Europe", p80
^Sumber: monograf museum Sendai. Deskripsi kunjungan delegasi Hasekura ke arsip Venesia.
^(Jepang)"支倉常長". Museum Kota Sendai. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-08-08. Diakses tanggal 2010-01-11.
^"Sightseeing". Ishinomaki City. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-28. Diakses tanggal 2010-01-14.
Daftar pustaka
Boxer, C.R. "The Christian Century in Japan, 1549–1650," Berkeley, CA: University of California Press, 1951. ISBN 1-85754-035-2 (1993).
Marcouin, Francis and Keiko Omoto. "Quand le Japon s'ouvrit au monde." Paris: Découvertes Gallimard, 1990. ISBN 2-07-053118-X.
Hayes, Derek (2001). Historical atlas of the North Pacific Ocean: maps of discovery and scientific exploration, 1500–2000. Seattle, WA: Sasquatch Books. ISBN1-57061-311-7.
"Annals of His Time: Don Domingo De San Anton Munon Chimalpahin Quauhtlehuanitzin," Stanford University Press 2006, ISBN 0-8047-5454-3
Sotelo, Luis "De ecclesiae Iaponicae statu relatio"