Hari raya Bahá'í
Masyarakat Bahá'í setiap tahun memperingati 11 hari raya.[1] Pada sembilan hari raya mukmin Bahá'í dilarang untuk bekerja.[2] Hari raya biasanya dirayakan dengan mengadakan pertemuan anggota komunitas, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil. Ada pun program atau acara yang dijalankan, disesuaikan dengan signifikansi dan latar belakang hari yang dirayakan serta sedaat mungkin menghormati dan menghargai tradisi atau budaya setempat.[3] Hari raya Bahá'í, layaknya semua hari dalam penanggalan Bahá'í dimulai pada saat matahari terbenam dan berakhir pada saat yang sama keesokan harinya.[4] Selain 11 hari raya resmi, Ayyám-i-Há (Hari-hari Sisipan) dan puasa di bulan 'Alá juga dianggap sebagi waktu yang signifikan bagi. masyarakat Bahá'í.[1] SejarahMulanya, dalam Kitáb-i-Aqdas, Bahá'u'lláh selaku pendiri agama Bahá'í menetapkan dua hari raya yang paling utama, yaitu Pengumuman Sang Báb (22 Mei 1844) dan pengumuman dirinya di Taman Ridván (22 April 1863).[3] Pengumuman Bahá'u'lláh kemudian diperingati sebagai hari raya Ridván. Selain itu, Bahá'u'lláh juga menetapkan hari raya Nawrúz yang berakar dari tahun baru Persia serta hari kelahiran dirinya dan Sang Báb sebagai hari raya bagi masyarakat Bahá'í. Hari kelahiran Báb dan Bahá'u'lláh selanjutnya dikenal sebagai "Hari Raya Kembar". Ia meminta agar mukmin menghitung kedua hari tersebut sebagai satu perayaan saja.[3] Meski tidak ditetapkan secara resmi, masyarakat Bahá'í pada masa kepemimpinan Bahá'u'lláh memperingati hari kesyahidan Sang Báb.[3] Peringatan atau hari raya pun bertambah setelah wafatnya Bahá'u'lláh juga dijadikan sebagai hari raya. 'Abdu'l-Bahá lahir bertepatan dengan Pengumuman Sang Báb. Ia tidak menganjurkan orang Bahá'í memperingati hari ulang tahunnya karena hari tersebut hari dirayakan secara ekslusif bagi Sang Báb.[5] The 2019 date is November 26.[6] Sebagai gantinya, ia memperbolehkan mukmin untuk memperingati hari ketika ia naik sebagai kepala agama.[3] Waktu khusus perayaan 'Abdu'l-Bahá sebagai kepala agama ditetapkan pada hari ke-180 setelah wafatnya Bahá'u'lláh. Shoghí Effendí yang menggantikan 'Abdu'l-Bahá tidak memperbolehkan satu hari apa pun yang berkaitan dengan kehidupannya dirayakan sebagai hari raya Bahá'í.[3] Hari RayaPerayaan UmumNawrúzNawrúz merupakan perayaan tahun baru Bahá'í.[7] Nawrúz jatuh pada tanggal 1 bulan Bahá dalam Penanggalan Bahá'í. Nawrúz adalah satu-satunya hari raya Bahá'í yang tidak berkaitan dengan kehidupan Sang Báb, Bahá'u'lláh, dan 'Abdu'l-Bahá. Perayaan ini menandai berakhirnya puasa di bulan 'Alá dan dimulai tahun yang baru. Mukmin Bahá'í biasanya berkumpul setelah matahari terbenam dan mengadakan perayaan yang diliputi suka cita dan suasana gembira.[7] Acara didahului dengan pembacaan tulisan-tulisan suci. Setelah itu, mukmin akan merayakan Nawrúz dengan menari, bernyanyi, memainkan musik, bersosialisasi, dan makan bersama dalam suasana yang hangat.[8] Perayaan yang Berkaitan dengan Sang BábHari Kelahiran Sang BábSang Báb lahir di Shiraz, Persia pada 20 Oktober 1819. Ia terlahir ke dalam keluarga Ḥusayní Siyyid dengan nama ‘Alí Muḥammad Shírází. Keluarga Ḥusayní Siyyid menurut beberapa sumber masih memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad.[9] Hari kelahiran Sang Báb diperingati sebagai satu dari dua Perayaan Kembar bermasa hari kelahiran Bahá'u'lláh. Kelahiran Sang Báb dan Bahá'u'lláh dirayakan masing-masing pada hari pertama dan kedua bulan baru ke delapan setelah Nawrúz.[10][11] Dalam Kalender Hijriyah, hari lahir keduanya jatuh pada hari pertama dan kedua bulan Muharram, pada tahun yang berbeda (terpisah dua tahun).[12][13] Pada 29-30 Oktober 2019, masyarakat Bahá'í sedunia merayakan 200 tahun kelahiran Sang Báb dengan berkumpul bersama keluarga dan teman-teman.[14] Perayaan 200 tahun kelahiran Sang Báb diselenggarakan dengan bermacam kegiatan yang unik dan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Di Gianyar, mukmin setempat membuka pameran foto selama beberapa hari dan mementaskan pertunjukan teaterikal yang menggambarkan kehidupan Sang Báb.[14] Di Pulau Siberut, warga mengadakan pentas seni anak-anak dan bergotong royong membuat sumur untuk mengurangi beban warga selama kemarau. Ada pun mukmin di Yogyakarta, Tangerang Selatan, dan Tenggarong mengadakan dialog dan diskusi serta doa bersama lintas iman. Di Gowa, mukmin mengunjungi panti asuhan, sedangkan di Merauke, anak-anak dilibatkan dalam bersih-bersih lingkungan tempat tinggal mereka.[14] Pengumuman Sang BábHari raya ini diperingati pada 22 atau 23 Mei dalam Kalender Masehi.[15] Peringatannya dimulai dua jam setelah matahari terbenam. Hari raya ini memiliki signifikansi yang penting bagi masyarakat Bahá'í, karena pada malam tanggal 23 Mei 1844, bertempat di Shiraz, Sang Báb mengumumkan misinya. Báb mengumumkan misinya di rumahnya kepada seorang pencari yang bernama Mullá Muḥammad Ḥusayn Bushrú’í.[16] Mullá Muḥammad Ḥusayn Bushrú’í adalah seorang shaykhí, istilah bagi pengikut Syekh Aḥmad al-Aḥsá’í (1751-1826). Shaykhíyah adalah salah satu subsekte Syiah Dua Belas Iman yang meyakii bahwa Qaim atau Imam Mahdi akan segera datang.[17] Syekh Aḥmad kemudian digantikan oleh Siyyid Kázim Rashtí (1789-1843). Tatkala Siyyid Kázim meninggal tahun 1843, para shaykhí menyebar ke seluruh Persia, bahkan ke daerah-daerah lain di luar Persia, terutama Irak, dalam rangka menemukan Dia Yang Dijanjikan.[18] Sang Báb dan Mullá Muḥammad Ḥusayn Bushrú’í bersuadi gerbang Kota Shiraz pada 23 Mei 1844.[19] Báb mengundang Mullá Ḥusayn ke rumahnya dan menjamu tamunya dengan baik. Di sana mereka mendiskusikan banyak hal hingga larut malam. Pada malam itulah Sang Báb mengumumkan bahwa dia adalah Dia Yang Dijanjikan. Tak lantas percaya, Ḥusayn meminta bukti. Salah satu bukti yang diberikan adalah ayat-ayat Qayyumú’l-Asmá yang ditulis di atas kertas dan dilantunkan dengan suara yang merdu.[20] Ḥusayn merasa tersentuh dan mempercayai Sang Báb sekaligus menjadi pengikutnya yang pertama.[18][a] Kesyahidan Sang BábPesatnya pertumbuhan di kalangan pengikut Báb mengancam kestabilan politik Dinasti Qajar. Ajaran baru ini membawa benturan dan konflik di masyarakat karena ajaran yang baru ini dalam banyak aspek bertentangan dengan dogma-dogma Syiah yang mapan di masyarakat. Sang Báb dan sebagian pengikutnya ditangkap. Ia awalnya dipenjara di Mákú, sebelum dipindahkan ke Benteng Chihríq pada 1848. Ketiga daerah yang disebutkan ini seluruhnya berada di Provinsi Azerbaijan, Iran. Setelah dua tahun ditahan, Sang Báb dieksekusi pada 9 Juli 1850 dengan cara ditembak. Sang Báb dimatisyahidkan pada usia 31 tahun bersama seorang muridnya yang bernama Mírzá Muḥammad ʻAlí-i-Zunúzí alias Anis oleh 750 serdadu. Percobaan eksekusi dilakukan sebanyak dua kali. Percobaan pertama gagal. Tembakan para serdadu hanya mengenai tali yang menawan Sang Báb tanpa mencederainya. Masyarakat Bahá’í percaya hal ini sebagai mukjizat Sang Báb selaku Manifestasi Tuhan. Percobaan kedua berhasil dilakukan. Ratusan peluru menembus tubuh Sang Báb dan menghancurkannya berkeping-keping. Para pengikutnya mengumpulkan serpihan tubuh tersebut dan menyimpannya secara rahasia selama bertahun-tahun, hingga pada 1899 dibawa ke Haifa. Pada 21 Maret 1909 relik tersebut dikebumikan di lereng Gunung Karmel. Hari eksekusi tersebut kemudian diperingati sebagai "Hari Kesyahidan". Masyarakat Bahá'í memperingati peristiwa memilukan tersebut dengan berkumpul dan membaca doa khusus pada sore hari, yang pada waktu tersebutlah eksekusi terhadap Báb dijadwalkan. Peringatan ini adalah hari libur dan mukmin dilarang untuk bekerja atau bersekolah. Perayaan yang Berkaitan dengan Bahá'u'lláhHari Kelahiran Bahá'u'lláhBahá'u'lláh, sang pendiri agama Bahá'í lahir pada 12 November 1817 di Teheran.[21] Keluarganya adalah salah satu bangsawan Persia yang berasal dari daerah Nur, Mázandarán. Ayahnya, Mírzá ‘Abbás Nurí alias Mírzá Bozorg (meninggal tahun 1839) adalah salah seorang menteri yang melayani Syah Fatḥ-ʻAlí dari Dinasti Qajar dari 1797 hingga 1834.[21] Hari raya ini merayakan kelahiran Bahá'u'lláh bukan hanya sebagai pendiri agama, melainkan sosok yang mereformasi dan mempersatukan dunia. Hari ini dirayakan dengan penuh kegembiraan dan suka cita.[22] Selain menghormati sosok Bahá'u'lláh sendiri, hari raya ini memiliki signifikansi sebagai perayaan yang berkenaan dengan "kelahiran" agama Bahá'í itu sendiri.[22] Hari kelahiran Bahá'u'lláh bersama hari kelahiran Sang Báb dirayakan sebagai satu kesatuan yang disebut Perayaan Kembar. Hari kelahiran Bahá'u'lláh berdasarkan Kalender Hijriyah jatuh pada 2 Muharram, sementara itu hari kelahiran Báb jatuh pada sehari sebelumnya.[22] RidvánSebelum memulai perjalanan pengasingannya ke Istanbul, Bahá'u'lláh pindah ke Taman Ridván, Baghdad pada 22 April 1863 dan menetap di sana selama 12 hari.[23] Keberadaannya di taman ini sengaja dilakukan agar keluarga dan pengikutnya dapat mempersiapkan diri sebelum perjalanan ke Istanbul dimulai. Pada hari ketiganya di Taman Ridván, Bahá'u'lláh mengadakan pengumuman di hadapan 'Abdu'l-Bahá dan empat orang lainnya bahwa Manfestasi Tuhan (nabi) yang diramalkan oleh Sang Báb adalah dirinya.[23] Ia berkata:
Bahá'u'lláh yang mengklaim bahwa dirinya menerima wahyu di Síyáh-Chál, meminta agar pengumuman tersebut dirahasiakan untuk sementara waktu.[23] Akhirnya, pada 2 Mei 1863, setelah 12 hari menetap di Taman Ridván, Bahá'u'lláh mulai berangkat menuju Istanbul melalui jalur darat, melintasi Kurdistan dan berbagai provinsi di Turki.[23] Setiap tahun, masyarakat Bahá'í memperingati 12 hari menetapnya Bahá'u'lláh di Taman Ridván sebagai festival atau hari raya Ridván. Hari pertama, ketiga, dan kedua belas di Taman Ridván merupakan hari raya resmi dalam agama Bahá'í.[23] Hari pertama menandai ketibaan Bahá'u'lláh di taman di pinggir Kota Baghdad tersebut. Sementara itu, hari sembilan merupakan hari bergabungnya keluarga Bahá'u'lláh untuk menetap di Taman Ridván, dan hari kedua belas merupakan hari keberangkatannya ke Istanbul.[24] Pada hari pertama, ketiga, dan kedua belas Ridván, masyarakat Bahá'í dilarang untuk melakukan kegiatan seperti bekerja dan bersekolah.[23] Sejak masa kepemimpinan 'Abdu'l-Bahá, pemilihan Bahá'í selalu dilaksanakan selama Festival Ridván. Majelis Rohani Setempat dipilih pada hari pertama Ridván, sedangkan Majelis Rohani Nasional dipilih pada hari kedua belas Ridván.[23] Pun setiap lima tahun sekali, pemilihan Balai Keadilan Sedunia pun dilakukan selama festival ini.[25] Ridván adalah hari raya yang paling penting dalam agama Bahá'í, dengan signifikansi sebagai perayaan atas pengumuman Bahá'u'lláh sebagai Manifestasi Tuhan.[1][25] Wafatnya Bahá'u'lláhBahá'u'lláh wafat pada 29 Mei 1892 dan dimakamkan di Kuil Bahá'u'lláh di Bahjí, dekat Akko, Israel.[26] Wafatnya Bahá'u'lláh diperingati sebagai "Hari Kenaikan" (ascension). Para peziarah Bahá'í mengunjungi makam tersebut untuk berdoa. Pada hari ini, mukmin Bahá'í dilarang untuk bersekolah dan bekerja. "Hari Kenaikan" dirayakan dengan membaca dan melantunkan tulisan-tulisan suci.[26] Perayaan yang Berkaitan dengan 'Abdu'l-BaháHari PerjanjianHari Perjanjian adalah hari raya Bahá'í yang secara khusus memperingati Perjanjian (Bahá'u'lláh), khususnya posisi 'Abdu'l-Bahá sebagai pusat perjanjian-Nya. Perjanjian Bahá'u'lláh memiliki tujuan sebagai penjaga integritas agama-Nya dari skisma dengan menunjuk 'Abdu'l-Bahá sebagai sosok pengganti setelah dirinya, penafsir tunggal tulisan-tulisannya, dan suri teladan ajarannya. Hari Perjanjian adalah satu dari dua hari raya yang berkaitan dengan kehidupan 'Abdu'l-Bahá. Wafatnya 'Abdu'l-Bahá'Abdu'l-Bahá, satu dari tiga figur utama dalam agama Bahá'í wafat pada Senin, 28 November 1921 di Haifa.[27] Hari wafatnya 'Abdu'l-Bahá kemudian diperingati oleh mukmin Bahá'í sebagai hari raya untuk mengenang jasa-jasanya dalam memajukan dan menjaga integritas agama Bahá'í serta kasih sayangnya yang begitu besar terhadap orang-orang yang ia temui selama hidup.[28][29] Peringatan ini bukan hanya memperingati kematian tokoh besar tersebut, melainkan hidupnya sebagai manusia yang bukan hanya bertindak sebagai sosok pengganti Bahá'u'lláh maupun penafsir tulisan-tulisannya, melainkan suri teladan yang mengamalkan nilai-nilai dan etika Bahá'í.[28] Ayyám-i-Há dan Puasa Sembilan Belas HariSelain 11 hari raya resmi, masyarakat Bahá'í juga mengakui signifikansi Ayyám-i-Há dan Puasa Sembilan Belas Hari. Ayyám-i-Há merupakan periode yang berkisar antara empat hingga lima hari, yang terletak di antara bulan kedelapan belas dan kesembilan belas dalam Kalender Bahá'í. Secara bahasa, Ayyám-i-Há bermakna hari-hari sisipan. Hari sisipan sengaja ditambahkan dengan tujuan agar suatu penanggalan menjadi penanggalan yang utuh.[30] Dalam tradisi Bahá'í, Ayyám-i-Há dikhususkan sebagai masa persiapan puasa, yang ditandai dengan aktivitas-aktivitas seperti beramal, berdonasi, dan makan bersama.[1] Ayyám-i-Há juga menjadi sarana bagi mukmin untuk mengajak kerabat, kenalan, dan teman-teman mereka serta siapa pun yang "tertarik" untuk memperkenalkan agama dan menunjukkan keramahtamahan Bahá'í.[31] Ada pun Puasa Sembilan Belas Hari dilaksanakan sebulan penuh selama bulan 'Alá.[32] Puasa ini dilakukan setelah Ayyám-i-Há dan diakhiri dengan pergantian tahun yang dirayakan sebagai hari raya Nawrúz.[32] Puasa di bulan 'Alá bagi masyarakat Bahá'í adalah ibadah wajib bagi mukmin dewasa (berusia di atas 15 tahun).[32] Mukmin dilarang untuk makan, minum, dan berhubungan badan, sejak matahari terbit hingga matahari terbenam, dengan pengecualian bagi musafir, orang lanjut usia, orang-orang yang sakit, ibu hamil, ibu menyusui, dan orang yang melakukan kerja fisik yang berat.[1] Hari Penting LainnyaMasyarakat Bahá'í turut merayakan beberapa hari yang berkenaan dengan visi global agama ini. Hari-hari tersebut meliputi:[31]
Kehadiran Pemeluk Agama LainSemua hari raya Bahá'í terbuka bagi kehadiran pemeluk agama lain, terutama dalam hari-hari raya yang dirayakan dengan penuh suka cita dan kegembiraan, seperti Nawrúz atau Ayyám-i-Há.[31] Mukmin Bahá'í bahkan dianjurkan untuk mengajak teman dan kenalan untuk hadir dalam perayaan. Hal ini membedakan hari raya dengan Sembilan Belas Harian yang hanya memperbolehkan mukmin saja yang menghadiri.[31] Waktu PelaksanaanSemua hari raya, terkecuali Perayaan Kembar dirayakan berdasarkan penanggalan Bahá'í. Perayaan Kember dirayakan setiap tahun berdasarkan perhitungan kalender bulan.[10]
Lihat PulaReferensi
Keterangan
|