Hamka Haq
Prof. Dr. H. Hamka Haq, M.A. (18 Oktober 1952 – 6 Desember 2023) adalah seorang politisi, akademisi, dan tokoh Islam Indonesia. Riwayat HidupLahir dari pasangan K.H. Abd. Qadir dan Umi H.St. Hawa. Tamat Ibtidaiyah 1965, Muallimin Muhammadiyah 1968, PGA Attaufiq NU 1970, S1 IAIN Alauddin Makassar Maret 1978, S2 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1988, dan S3 IAIN yang sama 1990, promosi 7 April 1990. Bekerja sebagai PNS Departemen Agama Sulsel 1976 sd 1993; dosen IAIN Alauddin Makassar sejak 1993; Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Alauddin Makassar 2000-2002, dan Wakil Rektor IAIN 2002-2004. Sebelumnya, Ketua STAI Univ. Al-Ghazali NU Barru 1982-1994; Pembina Pesantren Modern Tarbiyah Takalar Sulsel 1993- sekarang; Ketua Sekolah Tinggi Al-Furqan Makassar 1996-1999. Dalam ormas Islam dan partai politik, Pengurus DDI (Daru Dakwah wal-Irsyad 1996 - sekarang) Pengurus MUI Sulsel 1991-2010. Penasehat/Dewan Pertimbangan MUI Pusat 2010 s.d. sekarang. Bersama Bapak Jusuf Kalla, Pendiri dan Ketua Forum Antar Umat Beragama Sulsel 1998 sd. sekarang; Ketua DPP PDI Perjuangan 2005 s.d. sekarang (Terpilih kembali dalam Kongres V PDI Perjuangan di Bali 8-11 Agustus 2019), dan Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia 2007 sd. Sekarang. Sejumlah karya tulis, antara lain: Koreksi Terhadap Ahmadiyah (Panjimas 1980) Dialog Pemikiran Islam (Al-Ahkam Makassar,1995), Falsafat Ushul Fikih (Al-Ahkam, 2000), Damai Ajaran Semua Agama (Al-Ahkam, 2004), Aspek Teologi dalam Konsep Mashlahat Al-Syahtibi (Erlangga Jakarta, 2007), Islam Rahmah untuk Bangsa (Rakyat Merdeka jakarta, 2009); Pancasila 1 Juni & Syariat Islam (Rakyat Merdeka & Bamusi Jakarta, 2011), Mengabdi Bangsa Bersama Presiden Megawati (2012), Peluralisme itu Rahmat untuk Satu Indonesia (Bamusi Jakrta, 2013), Pengaruh Teologi terhadap Ushul Fiqh (Makassar: UIN Alauddin, 2015) Islam dan Hubungan Lintas Agama (Bamusi, Jakarta 2019), dan Asas Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Jakarta: Bamusi 2019). Latar BelakangProf. Dr. H. Hamka Haq berasal dari keluarga santri, campuran dari ormas-ormas Islam, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam dan ormas lokal DDI (Daru Da'wah Wal Irsyad). Ayahnya, K.H. Abdul Qadir, adalah wakil Ketua Rais Syuriah NU Kabupaten Barru, sekaligus Pengasuh Pesantren (Madrasah) DDI. Dari keluarga ibu kandung Umi Siti Hawa, semuanya dari Syarikat Islam, dan sebagian keluarga ayah bergabung ke Muhammadiyah. Ketika keluarga ayah membangun sekolah Muallimin Muhammadiyah (4 th), mereka minta ayah Hamka, K.H. Abdul Qadir (Pengurus NU Barru) turut menjadi pembinanya, bahkan Hamka Haq juga pernah sekolah di Muallimin itu. K.H. Abdul Qadir memberi nama kepada puteranya "Hamka", karena kagum pada sikap moderat Buya Prof. Dr. HAMKA, yang pernah berkunjung ke Barru dalam satu tabligh akbar di daerah itu. Walaupun jelas-jelas Buya Hamka adalah dari Muhammadiyah. Sejak kecilnya, Hamka Haq termasuk pecinta Bung Karno. Hampir semua pidato Bung Karno pada tahun 60-an pernah dibaca dan setengah hafal. Ketika itu seorang wakil camat tinggal bersama di kediaman Hamka Haq, dan punya koleksi pidato Bung Karno. Dan di sekolah, Hamka Haq senang menggambar Bung Karno saat pelajaran menggambar bebas. Dia juga membaca habis buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams, juga buku Dibwah Bendera Revolusi (versi lama). Tak heran jika Hamka Haq mengidolakan Bung Karno. Di era Reformasi, PNS tdk lagi wajib masuk Golkar. Ketika itulah Hamka Haq memilih masuk PDI Perjuangan, sementara rekannya yang lain, Dr. Harifuddin Cawidu tetap di Golkar, dan Prof. Jalaluddin Rahman masuk PPP. Hamka Haq akhirnya terpilih menjadi Anggota DPR-RI periode 2014-2019 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mewakili Dapil Jawa Timur II setelah memperoleh 27.166 suara dari hampir 120.000 suara PDI Perjuangan di Dapil Jatim II Pasuruan -Probolinggo. Hamka Haq adalah politisi senior PDIP, terpilih menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Keagamaan sejak 2005 hingga sekarang (empat periode); Pada Kongres ke V PDI Perjuangan 8 - 11 Agustus 2019, Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri kembali memilih Prof. Hamka untuk duduk dalam jajaran DPP PDI Perjuangan 2019-2024. Disamping itu, dipercaya juga sebagai Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia, organisasi sayap Islam dari PDIP (2007 - sekarang). Hamka Haq adalah mantan Guru Besar di IAIN Alauddin Makassar (1999-2013) dan Penasehat Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 2010. Pada masa kerja 2014-2019 Hamka Haq duduk di Komisi VIII yang membidangi sosial dan agama. Pada Maret 2016, Hamka Haq menjadi Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menggantikan Junimart Girsang.[1] Riwayat Pendidikan
Perjalanan Ormas dan Politik
Riwayat Perjuangan
KontroversiPaham keagamaan dan sikap politik Hamka Haq, kadang dipandang kontroversi, antara lain yang paling menonjol adalah: Pemimpin Wanita, Hamka Haq menghalalkan Wanita menjadi pemimpin, sepanjang memenuhi syarat, yaitu jika memiliki keunggulan SDM dan kemampuan materia, seperti yang disyaratkan dalam Q.S. Al-Nisa (4): 34. Apalagi Rasululah SAW juga pernah dipimpin oleh seorang konglomerat Arab ketika itu, yakni Khodijah al-Kubra. Lagi pula dalam salah satu riwayat shiahih dari Musnad Imam Ahmad da Sunan Abi Dawud, termuat dalam Kitab Subulu Salam, Rasulullah membolehkan seorang wanita menjadi imam sholat. Hamka Haq memahami hadits tentang larangan Nabi mengangkat wanita jadi pemimpin, sesuai dengan konteks zamannya. Bahwa di zaman Nabi SAW pemimpin itu adalah Raja atau Kaisar, yang berkuasa absolut, jadi wanita tidak boleh jadi pemimpin jika bertindak absolut. Kenyataan sekarang, sudah banyak ormas Islam dan parpol Islam mendukung kandidat Gubernur atau Bupati dari kaum wanita. Bahkan banyak posisi di kabinet atau di perusahaan dipimpin oleh wanita, dan sudah diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini perjuangan pemikiran Hamka Haq dipandang berhasil. Non Muslim bisa jadi Pemimpin, Hamka Haq membolehkan dalam kondisi tertentu. Bahwa ayat larangan non Muslim jadi pemimpin itu berkaitan dengan suasan perang, yang maksudnya Muslim dilarang mengangkat Paanglima Perang jika mengadapi serang musuh. Juga pemimpin yang dimaksud dalam ayat larangan itu dengan kalimat awliya, (Al-Maidah (5); 51) dalam artian jamak (pemimpin-pemimpin), ialah pemimpin kolektif. Ini sejalan dengan sistem kekuasaan modern, yang terbagi ke dalam kekuasaan legislatif, eksekutif dan Yudikatif. Jadi umat Islam dilarang menyerahkan kepemimpinan kolektif, bahwa semua posisi kepemimpinan (Legislatif, eksekutif dan Yudikatif) semua diserahkan kepada non Muslim, itulah yang haram. Tapi jika hanya satu sisi saja, dan tidak menyebabkan umat Islam teraniaya, apalagi dalam masyarakat majemuk, tidak termasuk dalam larangan nitu. Dia mengambil contoh, Negara Islam Sudan pernah mengangkat wakil Presiden dari kalangan Kristen. Karya TulisSebagai akademisi mantan Guru Besar UIN Makssar, Hamka Haq, menulis sejumlah karya ilmiyah berupa buku dan makalah di bidang agama dan politik. Di antara buku yang pernah ditulisnya, adalah: Koreksi Terhadap Ahmadiyah (Panjimas 1980), Dialog Pemikiran Islam (1995), Falsafat Ushul Fikih (1198), Konsep Mahlahat Al-Syathibi (2005), Islam Rahmah untuk Bangsa (2009), Mengabdi Bangsa bersama Presiden Megawati (2009), Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam (2011), Pluralisme Tahmat untuk Satu Indonesia (editor- 2012), Islam dan Hubungan Lintas Agama (2019), dan Asas-asas Kehidupan berbangsa dan Bernegara (2019). Referensi
|