Grand-Bassam
Grand-Bassam adalah sebuah kota di bagian tenggara Pantai Gading, di sebelah timur Abidjan. Grand-Bassam adalah sebuah subperfektur dan pusat dari Departemen Grand-Bassam. Pada abad ke-19, Grand-Bassam merupakan ibukota kolonial Perancis di Pantai Gading. Dikarenakan penataan kota dan arsitektur kolonial di kota ini yang berdampingan dengan desa Suku Nzema yang tradisional, pusat bersejarah Grand-Bassam ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2012.[5] Pada tahun 2021, populasi penduduk di Grand-Bassam adalah 124.567 jiwa. SejarahNama Bassam berasal dari kata Afrika kuno untuk muara Sungai Comoé.[6] Daerah ini dihuni oleh orang- orang Nzema sejak abad ke-15, dimana ini berkembang menjadi desa nelayan dan pusat perdagangan.[6] Pada tahun 1843, setelah menandatangani perjanjian dengan penguasa Afrika di wilayah Grand-Bassam, Prancis membangun benteng Fort Memours di tepi sungai.[6] Benteng ini menjadi titik perdagangan utama Prancis di wilayah tersebut, dan setelah Konferensi Berlin pada tahun 1885, menjadi basis penjelajahan Afrika Barat oleh Prancis. Pada tahun 1893, Grand-Bassam menjadi ibu kota Colonie de Côte d'Ivoire Prancis. Kota ini dulunya merupakan ibu kota pemerintah kolonial Prancis dari 1893 sampai 1896, sampai dipindahkan ke Bingerville setelah adanya wabah demam kuning yang menyebabkan 3/4 warga kota meninggal.[5][7] Kota ini merupakan kota pelabuhan yang penting hingga berkembangnya Abidjan pada tahun 1930-an. Kota ini memiliki aura sebagai kota hantu, karena adanya kawasan-kawasan yang tidak digunakan bertahun-tahun. Pada 1896, setelah ibu kota pemerintah kolonial dipindahkan ke Bingerville, peran kota ini sebagai kota pelabuhan menurun karena pelayaran komersial terus menurun sampai hampir berhenti pada tahun 1930-an. Pada 1960, setelah kemerdekaan, seluruh kantor-kantor administratif dipindahkan ke Abidjan, dan selama beberapa waktu Grand-Bassam hanya dihuni oleh penduduk liar di pemukiman-pemukiman liar (squatter settlement). Dimulai pada akhir 1970-an, kota ini mulai hidup kembali ketika dikembangkan menjadi destinasi wisata dan pusat kerajinan. Pada Maret 2016, kota ini menjadi sasaran penembakan massal yang menewaskan 19 orang.[8][9] GeografiKota ini dibagi oleh Laguna Ébrié menjadi dua bagian: Ancien Bassam adalah bekas pemukiman Prancis yang menghadap ke Teluk Guinea. Daerah ini adalah tempat bagi bangunan kolonial yang megah, beberapa di antaranya telah dipugar. Distrik ini juga memiliki katedral dan Museum Kostum Nasional Pantai Gading, yang terletak di bekas Istana Gubernur.[10] Nouveau Bassam terhubung ke Ancien Bassam melalui sebuah jembatan. Daerah ini tumbuh dari tempat tinggal para pelayan Afrika hingga sekarang menjadi pusat komersial utama kota. Kota ini adalah pusat Keuskupan Grand-Bassam Katolik Roma. Katedral keuskupan adalah Cathédrale Sacré Cœur di Grand-Bassam. Referensi
|