Gereja Kristen Maranatha Indonesia (GKMI)Gereja Kristen Maranatha Indonesia disingkat GKMI Merupakan salah satu sinode di Indonesia, yang merupaka slah satu gereja kharismatik Sejarah GKMI
Diawali oleh seorang Wiliam Wangko anggota militer kerajaan Belanda (KNIL) yang berdinas di bandung jawa barat dengan pangkat kopral, ia dipensiunkan dini pada awal tahun 1920, dan kembali ke Minahasa serta berdomisili di Langowan. Ketika Wiliam Wangko menerima Tuhan Yesus Kristus, dan Baptisan air (selam) serta dipenuhi dengan ROH KUDUS, dan mendapat karunia-karunia antara lain hikmat dan marifat seingga ia dapat mengetahui kesalahan/dosa dari rekan-rekannya serta komandannya, karena rekan-rekan serta komandannya sulit untuk menerima pernyataan-pernyataan tersebut sehingga mereka memvonis Wiliam Wangko tidak waras atau terganggu jiwanya, komandan militer belanda menugaskan seorang dokter untuk memeriksa kejiwaan dari Wiliam Wangko. Waktu dokter tersebut sedang memeriksanya, maka Roh Tuhan datang kepada Wiliam Wangko dan secara langsung dokter tersebut di tegur atas perbuatan dosa-dosanya yang dilakukan, dokter tidak dapat menerima, merasa malu dan marah, akibatnya dokter mengeluarkan surat keterangan hasil pemeriksaan bahwa Wiliam Wangko terganggu kejiwaannya dan disarankan diberhentikan dari dinas kemiliteran serta di pulangkan ke daerah asalnya, Langowan Minahasa. Pada awal april 1925 setelah Wiliam Wangko berada di Langowan, beliau inilah yang membawa terang Roh Kudus yang merupakan permulaan pergerakan kharismatik di langowan. Pelayanannya melalui kesaksian pribadi dan mendoakan orang-orang sakit semuannya diiringi dengan kuasa dan tanda mujizat, banyak orang-orang sakit disembuhkan serta menelanjangi perbuatan-perbuatan jahat dan ada juga orang mati dibangkitkan hal ini mengingatkan kita akan perbuatan Yesus. Salah satunya yang mengalami kebangkitan waktu itu bapak Habel Lumangkun warga desa Amongena Langowan dan ia masih hidup sampai 10 thn lagi, mujizat-mujizat lainnya: seorang bapak bernama Dolof Lumingas asal desa Manembo Langowan. Kepalanya di paku dari kiri kekanan sampai tembus, Wiliam Wangko mmencabut paku tersebut lalu berkata ”dalam nama Tuhan Yesus sembuh!” langsung sembuh dan tidak mengalami kematian. Karunia nubuatan yang diterima Wiliam Wangko pada waktu itu cukup mencengangkan bagi banyak orang yaitu sebelum perang dunia kedua, ada beberapa rumah di Langowan yang ia tunjuk dengan tongkatnya, dan berkata “suatu waktu rumah ini akan hancur oleh bom sekutu”. Hal tersebut terjadi tetapi ada yang rumah keluarga Sigarlaki disamping gereja sentrum GMIM Langowan yang tidak di tunjuk, rumah tersebut tidak ditimpah dengan bom.[1] Penyerahan Mandat Kepemimpinan Kelompok PersekutuanDi tepi pantai sario Manado saat Wiliam Wangko akan dinaikan ke perahu menuju kapal laut Belanda yang nama kapal tersebut “Bonteku” Wiliam Wangko berkata kepada G.W. Rawung sambil menyepak kakinya dan memukul kepala G.W. Rawung dengan Alkitab besar ia berkata dalam bahasa Daerah “Co re temmemboi parungan, taru-taruyan nange se sidang jemaat” yang artinya “Gerard kamu yang harus melanjutkan memimpin persekutuan doa ini”. Gerard tidak marah atas cara Wiliam Wangko tersebut tetapi dengan rendah hati ia berlutut dan berkata “Haleluya, Haleluya, Haleluya”. Pada tahun 1942 sampai 1945 masa pendudukan Jepang ibadah tetap dilakukan di tempat-tempat penyingkiran dan untuk pertama kalinya kelompok persekutuan doa ini membentuk pengrus dengan susunan sebagai berikut: Pucuk Pimpinan : Ketua : Gerard W. Rawung Panitera : Heybert Suwuh (Ober) Meninggal dunia tahun 1950 dan digantikan oleh Rulan Sambeka Penyimpan : Albert Rawung Anggota : 1. Paul Londa, 2. Paul kembuan, 3. Rulan sambeka, 5. Clas Oroh, 8. Viktor Tuju. Saat sedang doa puasa G.W. Rawung mengutus Ebert Tumangkeng, Heybert Suwuh dan Jhon Oroh untuk ketemun dengan bapak DS.Rewah yang merupakan kawan dekat dari G.W. Rawung untuk berdiskusi langkah-langkah apa yang harus diambil, maka DS.Rewah menyarankan untuk didirikan Organisasi Gereja permanen lalu buat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan jangan lagi berlindung di Gereja lain, lalu utusan G.W. Rawung bertanya “apa nama Gereja yang akan didirikan.?” Dijawab DS.Rewah “Maranatha” yang artinya “Tuhan Yesus Datanglah”. Maka kembalilah utusan-utusan ini serta melaporkan hasil pembicaraan dengan DS.Rewah kepada G.W. Rawung dan beliau sangat terkesan atas hasil pembicraan tersebut, maka diadakan rapat Pucuk Pimpinan dan sebagai hasil dari rapat tersebut menghasilkan dua keputusan : 1. Menugaskan kepada Pdt. A.B. Tering untuk menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gereja. 2. Mendirikan organisasi Gereja dengan nama “Gereja Kristen Maranatha”. Maka pada akhir tahun 1951 papan nama Gereja Bahtera Injil Dua diturunkan dan diganti dengan nama “Gereja Kristen Maranatha”[1][2]
|