George V dari Britania Raya
George V (George Frederick Ernest Albert; 3 Juni 1865 – 20 Januari 1936) adalah Raja Britania Raya dan dominion-dominionnya, serta Maharaja India, yang berkuasa dari tanggal 6 Mei 1910 hingga kematiannya pada tahun 1936. George adalah putra kedua Raja Edward VII dan Ratu Alexandra. Pada awalnya, George tidak diharapkan untuk naik takhta karena ia memiliki kakak laki-laki bernama Pangeran Albert Victor. Namun, Pangeran Albert Victor meninggal pada usia 28 tahun karena penyakit pneumonia, sehingga George menjadi pewaris takhta. Ia menikahi Putri Mary dari Teck (yang tadinya bertunangan dengan Albert Victor) dan memiliki enam anak: Edward VIII, George VI, Putri Mary, Pangeran Henry, Pangeran George, dan Pangeran John. George V adalah kakek dari Ratu Elizabeth II. Pada masa kekuasaannya, bangkit paham sosialisme, komunisme, fasisme, dan republikanisme Irlandia. Pada akhir masa kekuasaannya, ia digerogoti oleh penyakitnya. Setelah wafat, George V digantikan oleh putra sulungnya Edward VIII, yang kemudian turun takhta agar bisa menikahi seorang janda asal Amerika Serikat, Wallis Simpson. Kehidupan awal dan pendidikanGeorge lahir pada 3 Juni 1865, di Marlborough House, London. Ia adalah anak kedua dari Albert Edward, Pangeran Wales, dan Alexandra, Putri Wales. Ayahnya adalah putra sulung Ratu Victoria dan Pangeran Albert, dan ibunya merupakan putri dari Raja Christian IX dan Ratu Louise dari Denmark. Ia dibaptis di Kastel Windsor pada 7 Juli 1865 oleh Uskup Agung Canterbury, Charles Longley.[N 1] Sebagai anak laki-laki dari Pangeran Wales, terdapat harapan yang kecil untuknya menjadi raja. Karena ia berada dalam urutan ketiga dalam garis suksesi takhta, setelah ayahnya dan kakak laki-lakinya, Pangeran Albert Victor. Usia George hanya terpaut 17 bulan dari kakaknya tersebut, sehingga dua pangeran ini menjalani pendidikan bersama. John Neale Dalton ditunjuk menjadi tutor mereka pada tahun 1871. Baik Albert Victor dan George tidak ada yang unggul secara intelektual.[1] Lalu ayah mereka datang dengan gagasan bahwa angkatan laut adalah "tempat berlatih terbaik bagi setiap anak laki-laki",[2] sehingga pada September 1877, saat George berusia 12 tahun, kedua pangeran ini bergabung dengan kapal pelatihan kadet AL HMS Britannia di Dartmouth, Devon.[3] Dalam tiga tahun mulai 1879, kedua pangeran ini berdinas di HMS Bacchante, dan ditemani oleh Dalton. Mereka menjelajahi koloni Imperium Britania di kawasan Karibia, Afrika Selatan dan Australia, dan mengunjungi Norfolk, Virginia, terus ke Amerika Selatan, Mediterania, Mesir, dan Asia Timur. Pada tahun 1881 mereka mengunjungi Jepang. George mendapat tattoo naga biru dan merah di tangannya yang digambar oleh artis setempat,[4] dan mereka diterima oeh Kaisar Meiji; George dan kakaknya mempersembahkan dua walabi (hewan endemik Australia) kepada Permaisuri Shōken.[5] Dalton menulis jurnal perjalanan yang berjudul Penjelajahan HMS Bacchante.[6] Di antara Melbourne dan Sydney, Dalton menulis tentang penampakan dari Flying Dutchman, sebuah mitos kapal hantu.[7] Saat mereka kembali ke Inggris, Ratu mengeluhkan dua bersaudara ini yang tidak mampu berbicara Prancis dan Jerman, sehingga mereka menghabiskan 6 bulan di Lausanne untuk belajar bahasa asing namun tidak berhasil.[8] Setelah Lausanne, dua bersaudara ini dipisah; Albert Victor berkuliah di Trinity College, Cambridge, sedangkan George melanjutkan kiprah di AL Inggris. Ia menjelajahi dunia, mengunjungi banyak area yang menjadi kekuasaan Imperium Britania Raya. Dalam karier AL nya, ia pernah mengomandoi Torpedo Boat 79 di perairan Inggris dan HMS Thrush di kawasan Amerika Utara, sebelum ia berdinas sebagai komandan di HMS Melampus pada 1891–1892. Dari saat itu kenaikan pangkat AL hanya merupakan kenaikan pangkat kehormatan.[9] PernikahanSebagai pemuda yang bergabung di Angkatan Laut, Pangeran George berdinas bertahun-tahun di bawah komando pamannya, Pangeran Alfred, Adipati Edinburgh, yang ditempatkan di Malta. Disana ia jatuh cinta kepada sepupunya, Putri Marie dari Edinburgh. Nenek, ayah dan pamannya menyetujui hubungan antara keduanya, namun ibunya (Putri Wales) serta Istri Adipati Edinburgh—menentang hubungan itu. Putri Wales berpandangan bahwa keluarga tersebut sangat pro-Jerman. Istri Adipati Edinburgh, yang merupakan putri semata wayang Aleksandr II dari Rusia, membenci kenyataan bahwa, sebagai istri dari anak penguasa Inggris yang lebih muda, ia harus memberikan prioritas kepada Putri Wales yang dinilai lebih Jermanik karena ayah Putri Wales merupakan pangeran Jerman sebelum ia secara tak terduga menduduki takhta Denmark. Lalu, akhirnya yang terjadi adalah Marie menolak lamaran George karena pengaruh ibunya. Ia menikahi Ferdinand, pewaris takhta Rumania, pada tahun 1893.[10] Pada November 1891, kakak George, Albert Victor, bertunangan dengan sepupunya Putri Victoria Mary dari Teck, yang dikenal dengan nama "May" dalam keluarganya.[11] Orang tua Mary adalah Pangeran Francis, Adipati Teck (anggota cabang kadet Wangsa Württemberg), dan Putri Mary Adelaide dari Cambridge, yang merupakan keturunan Raja George III dan sepupu Ratu Victoria.[12] Pada 14 Januari 1892, enam pekan setelah pertunangan resmi, Albert Victor meninggal karena pneumonia, dan menjadikan George berada di posisi kedua dalam garis suksesi atau dapat menggantikan ayahnya sebagai raja. George sendiri baru saja sembuh dari penyakitnya, dengan hanya berbaring karena penyakit demam tifoid selama enam pekan, penyakit ini juga menjadi penyebab meninggalnya kakek George, Pangeran Albert.[13] Ratu Victoria masih meminati Putri May sebagai pasangan yang pas untuk cucunya, dan George dan May mulai dekat dalam suasana berkabung tersebut.[14] Setahun setelah kematian Albert Victor, George melamar May dan diterima. Mereka menikah pada 6 Juli 1893 di Kapel Kerajaan di Istana St James, London. George menurut pengakuannya sendiri tidak mampu mengekspresikan perasaannya sendiri dengan berbicara namun dengan Mary mereka saling bertukar surat cinta. Mereka tetap bersama hingga akhir hayat masing-masing.[15] Adipati YorkKematian kakaknya membuat kariernya di Angkatan Laut berakhir, karena ia harus menjalani persiapan sebagai raja.[16] George lalu dijadikan Adipati York, Earl Inverness dan Baron Killarney oleh Ratu Victoria pada 24 Mei 1892,[17] dan menerima pelajaran mengenai sejarah konstitusi dari J. R. Tanner.[18] Adipati dan Istri Adipati York memiliki empat putra dan satu putri. Randolph Churchill mengatakan bahwa George adalah ayah yang keras, karena anak-anaknya takut terhadapnya, dan George pernah berkata pada Earl Derby: "Ayahku takut pada ibunya, aku takut pada ayahku, dan aku akan melihat anak-anakku akan takut padaku." Padanya kenyataannya, tidak ada sumber langsung yang menegaskan bahwa George pernah berkata demikian, dan bahwa gaya pengasuhannya berbeda dari orang kebanyakan pada waktu itu.[19] Namun apakah yang terjadi bahwa ia adalah seorang yang keras atau tidak, anak-anaknya membenci kebiasaan kerasnya, Pangeran Henry secara ekstrim menggambarkan George sebagai "ayah yang buruk".[20] Keluarga ini tinggal di York Cottage,[N 2] sebuah kediaman kecil di Sandringham, Norfolk, dimana disana mereka hidup lebih seperti keluarga kelas menengah yang mapan daripada keluarga kerajaan.[21] George lebih menyukai kehidupan sederhana yang tenang ketimbang hidup dengan lingkungan sosialita seperti yang dijalani ayahnya (Raja Edward VII). Pembuat biografi resmi George, Harold Nicolson, menulis saat-saat George menjadi Adipati York dengan kalimat: "Ia mungkin seorang pelaut yang hebat dan raja tua yang bijaksana, namun saat ia masih seorang Adipati York... ia tidak melakukan apa-apa kecuali menembaki binatang dan menempelkan perangko."[22] George adalah seorang filatelis, yang mana hal ini diremehkan oleh Nicolson disparaged,[23] namun George memiliki peran besar terhadap pembangunan Gedung Royal Philatelic Collection menjadi tempat dengan koleksi perangko dari Britania Raya dan Persemakmurannya yang terlengkap di dunia, dan beberapa kali memecahkan rekor harga penjualan perangko dunia.[24] Pada Oktober 1894, paman George Aleksandr III dari Russia meninggal dunia. Atas permintaan ayahnya, "untuk penghormatan kepada kenangan Paman Sasha", George ikut dengan orang tuanya ke St Petersburg menghadiri pemakamannya.[25] Ia tetap di Rusia hingga seminggu kemudian untuk menghadiri pernikahan Tsar Rusia yang baru, Nikolai II, dengan sepupunya yang lain, Putri Alix dari Hesse dan tepi Rhine, yang pernah menjadi calon potensial untuk kakak George, Pangeran Albert Victor.[26] Pangeran Walessebagai Adipati York, George melakukan beberapa tugas kerajaan. Saat meninggalnya Ratu Victoria pada 22 January 1901, ayah George naik takhta sebagai Raja Edward VII.[27] George kemudian mewarisi gelar Adipati Cornwall, dan dalam setahun tersebut ia dikenal sebagai Adipati Cornwall dan York.[28] Pada tahun 1901, Adipati dan Istri Adipati menjalani tur ke wilayah-wilayah Imperium Britania. Mereka datang ke Gibraltar, Malta, Port Said, Aden, Ceylon, Singapura, Australia, Selandia Baru, Mauritius, Afrika Selatan, Kanada, dan Koloni Newfoundland. Tur ini dirancang oleh Menteri Urusan Jajahan Joseph Chamberlain dengan dukungan dari Perdana Menteri Lord Salisbury untuk memberi hadiah pada para Dominion atas jasa mereka dalam Perang Afrika Selatan pada periode 1899–1902. George mempersembahkan ribuan medali kepada pasukan kolonial di Afrika Selatan. Di Afrika Selatan, sebuah pesta digelar kerajaan di Afrika Selatan. Pesta ini dihadari oleh tokoh masyarakat, tokoh pribumi, dan para narapidana Perang Boer. Pesta ini dilengkapi dekorasi megah, hadiah yang mahal dan pertunjukan kembang api. Namun tidak semua menyukai adanya pesta demikian karena banyak Afrikaner yang merasa bahwa posisi mereka makin lemah dalam mempertahankan budaya Afrikaner-Belanda mereka karena menjadi subyek Inggris. Kritik-kritik dalam media berbahasa Inggris mengecam biaya pesta yang besar, kala keadaan negara berada dalam masa sulit.[29] Di Australia, Adipati membuka sesi pertama Parlemen Australia sejak pembuatan Negara Persemakmuran di Australia.[30] Di Selandia Baru, Adipati mengapresiasi nilai-nilai kemiliteran, keberanian, kesetiaan, dan kepatuhan kepada para warga Selandia Baru, dan tur ini memberikan Selandia Baru kesempatan untuk menunjukkan kemajuan negaranya dalam adopsi standar Inggris dalam komunikasi dan industri pengolahan. Tujuan yang implisit dimaksudkan untuk memamerkan pesona Selandia Baru sebagai tujuan wisata dan tujuan imigrasi, sambil menghindari berita meningkatnya ketegangan sosial, dengan memusatkan perhatian pers Inggris pada negeri dimana hanya sedikit orang yang mengetahuinya.[31] Sekembalinya ke Inggris, dalam sebuah pidato di Guildhall, London, George diingatkan mengenai "Kesan yang tampaknya terlihat di antara saudara-saudara [kita] di seberang lautan, bahwa Negara Induk (Inggris) harus bangun jika dia berniat mempertahankan posisi yang menonjol dalam perdagangan kolonialnya melawan pesaing dari negara lain."[32] Pada 9 November 1901, George dijadikan Pangeran Wales dan Earl Chester.[33][34] Raja Edward VII mengharapkan putranya sangat siap menjadi raja di masa depan. Berlawanan dengan ibu Raja Edward (Ratu Victoria) yang tidak melibatkannya dalam urusan dokumen kenegaraan, Edward memberikan akses yang luas akan dokumen kenegaraan kepada George[16][35] George lalu membolehkan istrinya mengakses dokumen-dokumen tersebut,[36] dimana ia juga dijadikan George sebagai penasihat dan May membantunya menulis pidato.[37] Sebagai Pangeran Wales, ia mendukung reformasi dalam pelatihan angkatan laut, termasuk kadet diambil dari calon siswa berumur 12 atau 13 tahun dan memperoleh pola edukasi yang sama apapun kelas sosial dan tugas akhirnya. Reformasi ini diimplementasikan saat masa panglima Angkatan Laut, Sir John Fisher.[38] Dari November 1905 hingga Maret 1906, George dan May pergi ke India Britania, dimana disana ia disambut dengan tudingan diskriminasi rasial dan kampanye menuntut keterlibatan yang besar orang-orang asli India dalam sistem pemerintahan.[39] Tur ini lalu dilanjutkan menuju ke Spanyol dimana terdapat pernikahan antara Raja Alfonso XIII dengan Victoria Eugenie dari Battenberg, sepupu George, dimana dalam pernikahan itu mempelai pria dan wanita hampir terbunuh dalam sebuah pelemparan bom.[N 3] Seminggu setelah kembali ke Inggris, George dan May pergi ke Norwegia untuk menghadiri penobatan Raja Haakon VII, sepupu George dan adik iparnya, karena ia menikahi Ratu Maud, saudara kandung George.[40] Raja dan kaisarPada 6 Mei 1910, Raja Edward VII meninggal dunia, dan George menjadi raja. Ia meulis dalam buku hariannya,
George tidak menyukai istrinya menandatangani dokumen resmi dengan nama "Victoria Mary" dan menyuruhnya memilih satu dari dua nama tersebut. Mereka berdua sepakat bahwa tidak bisa memakai nama ratu Victoria, maka ia lalu dipanggil Ratu Mary.[42] Pada tahun berikutnya, propagandis radikal, Edward Mylius, mempublikasikan kebohongan bahwa George secara rahasia menikah di Malta saat muda, dan maka dari itu pernikahan dengan Ratu Mary adalah sebuah aktivitas poligami. Berita bohong ini muncul dalam media cetak pertama kali pada 1893, namun George hanya menganggap itu hanya sebagai candaan. Dalam rangka meredam rumor, Mylius ditangkap dan diadili karena melakukan pencemaran nama baik lalu dihukum selama setahun penjara.[43] George keberatan dengan kata-kata anti-Katolik pada Deklarasi Aksesinya yang akan ia gunakan untuk membuka parlemen. Ia bersikeras akan menolak untuk membuka parlemen hingga kata-kata tersebut diubah. Sebagai hasilnya, Undang-Undang Deklarasi Aksesi 1910 diperpendek dan frasa-frasa ofensif yang ada dihilangkan.[44] Penobatan Raja George V dan Ratu Mary bertempat di Westminster Abbey pada 22 Juni 1911,[16] dan dirayakan dengan Festival of Empire di London. Pada bulan Juli, Raja dan Ratu mengunjungi Irlandia selama lima hari; mereka diterima dengan hangat, dengan ribuan orang berbaris di sepanang rute iring-iringan.[45][46] Setelah itu pada tahun 1911, Raja dan Ratu berkunjung ke India untuk menghadiri upacara Delhi Durbar, dimana mereka tampil di depan bangsawan dan pangeran-pangeran India sebagai Kaisar dan Permaisuri India pada 12 Desember 1911. George lalu diberi gelar Mahkota Imperium India di dalam upacara tersebut, dan mengumumkan perpindahan ibukota India dari Kolkata (Kalkuta) ke Delhi. Ia adalah satu-satunya Kaisar India yang datang ke India dalam upacara Durbar yang dibuatkan untuknya. Mereka juga menjelajahi anak benua tersebut, dan George berkesempatan dalam permainan berburu di Nepal, dimana ia disana menembak 21 harimau, 8 badak dan seekor beruang dalam 10 hari.[47] Ia adalah penembak jitu yang handal.[48] Pada 18 Desember 1913, ia menembak ribuan burung pegar dalam waktu 6 jam[N 4] di Hall Barn, rumah dari Lord Burnham, meskipun begitu George mengatakan bahwa "kita melakukan terlalu jauh" hari itu.[49] Politik nasionalGeorge mewarisi takhta dalam masa dengan suasana politik yang sedang bergolak.[50] Anggaran Rakyat Lloyd George ditolak pada tahun sebelumnya oleh Dewan Bangsawan yang didominasi anggota Partai Konservatif dan kalangan Unionis, berlawanan dengan kesepakatan norma bahwa para bangsawan tidak dapat memveto perundangan keuangan.[51] Perdana Menteri asal Partai Liberal, H. H. Asquith meminta raja sebelumnya untuk membuat usaha agar muncul gagasan yang lebih liberal di kalangan dewan agar rencana anggaran tersebut dapat diloloskan. Edward menyetujui dengan enggan, asalkan para Bangsawan membatalkan ketetapan perudangan keuangan ini setelah dua pemilihan umum berikutnya. Setelah Pemilihan umum Januari 1910, para anggota Partai Konservatif mengizinkan rencana anggaran keuangan tersebut, dimana pemerintah sekarang memiliki mandat elektoral, untuk meloloskan tanpa harus melakukan pemungutan suara.[52] Asquith mencoba untuk membatasi wewenang para Bangsawan melalui reformasi konstitusi, namun terhalang oleh majelis yang lebih tinggi. Sebuah konferensi konstitusional untuk reformasi dihelat pada November 1910 setelah melewati 21 pertemuan. Asquith dan Lord Crewe, pemimpin faksi Liberal di Dewan Bangsawan, meminta George untuk melalukan pembubaran parlemen, sehingga menyebabkan diadakannya pemilihan umum kedua (pada tahun 1910), dan untuk menjanjikan terwujudnya faksi liberal dalam Dewan Bangsawan jika kembali ada upaya menghalang-halangi proses legislasi.[53] Jika George menolak, maka pemerintah Liberal akan membubarkan diri, yang mana akan memberikan citra bahwa Raja berada pada sisi mendukung "bangsawan yang menentang rakyat"—dalam partai politik.[54] Dua sekretaris pribadi raja, Lord Knollys yang berhaluan liberal dan Lord Stamfordham yang berhaluan unionis, memberikan George nasihat yang bertolak belakang. Knollys menyarankan George untuk menerima permintaan kabinet, sementara Stamfordham menyarankan George untuk menyetujui pembubaran pemerintahan.[55] Seperti ayahnya, George dengan enggan menyetujui pembubaran dan pembentukan faksi Liberal dalam Dewan Bangsawan, meskipun ia merasa bahwa menteri-menterinya di pemerintahan mengambil keuntungan dari pengalamannya yang tidak banyak untuk menggertaknya.[56] Setelah Pemilihan umum Desember 1910, Dewan Bangsawan meloloskan rancangan undang-undang karena mendengar ancaman akan adanya penambahan anggota dalam Dewan.[57] Undang-Undang Parlemen 1911 yang dibentuk setelah itu kemudian dihapuskan dengan beberapa pengecualian yaitu, wewenang Dewan Bangsawan untuk memveto rancangan undang-undang. Raja kemudian merasa bahwa Knollys menyembunyikan informasi darinya bahwa ada keinginan oposisi untuk membentuk pemerintahan jika pemerintah Liberal membubarkan diri.[58] Pemilihan umum 1910 telah menyebabkan pemerintahan Liberal menjadi pemerintahan minoritas dan bergantung pada dukungan Partai Nasionalis Irlandia. Sebagai mana diinginkan oleh anggota Partai Nasionalis, Asquith mengenalkan produk legislasi yang akan memberikan Irlandia peraturan khusus dalam negeri, namun faksi Konservatif dan Unionis menolak hal ini.[16][59] Ketika ketegangan meningkat akibat dari adanya RUU Aturan Dalam Negeri, yang tidak mungkin akan lolos tanpa adanya Undang-Undang Parlemen, hubungan antara Knollys dan Partai Konservatif menjadi buruk, dan ia dipaksa untuk pensiun.[60] Merasa khawatir dengan potensi perang sipil yang terjadi antara faksi Unionis dan Nasionalis di Irlandia, George mengadakan pertemuan untuk semua partai di Istana Buckingham pada Juli 1914 agar dapat mencapai kesepakatan.[61] Konferensi ini berakhir setelah 4 hari dan tidak ada kesepakatan yang dihasilkan.[16][62] Dinamika politik di Inggris dan Irlandia lalu ditambah dengan peristiwa-peristiwa di Eropa, dan isu yang menyebutkan bahwa Undang-Undang Aturan Dalam Negeri untuk Irlandia ditangguhkan[16][63] Perang Dunia PertamaPada 4 Agustus 1914 Raja menulis di buku hariannya, "Aku mengadakan rapat dewan pada pukul 10.45 untuk mendeklarasikan perang dengan Jerman. Hal ini adalah bencana yang buruk namun itu bukanlah kesalahan kita. ...Semoga Tuhan membuatnya cepat berakhir."[64] Dari 1914 hingga 1918, Inggris dan sekutunya berperang dengan Blok Sentral, yang dipimpin oleh Kekaisaran Jerman. Kaisar Jerman Wilhelm II, yang dianggap publik Inggris sebagai sosok simbol mencekamnya perang, adalah sepupu George V. Mereka memiliki kakek yang sama, Pangeran Albert dari Sachsen-Coburg dan Gotha (suami Ratu Victoria); artinya, Raja dan keturunannya memiliki gelar Pangeran dan Putri Sachsen-Coburg dan Gotha dan Adipati dan Adipati Wanita Sachsen. Ratu Mary, walaupun ia adalah orang Inggris seperti ibunya, juga merupakan anak perempuan Adipati Teck, keturunan dari Adipati Württemberg yang Jermanik. Raja memiliki saudara ipar dan sepupu-sepupu yang merupakan subyek Inggris namun memiliki gelar Jermanik seperti Adipati dan Istri Adipati Teck, Pangeran dan Putri Battenberg, dan Pangeran dan Putri Schleswig-Holstein. Saat H. G. Wells menulis bahwa Kerajaan Britania adalah "asing dan tidak memiliki asal usul", George menjawab: "Aku mungkin tak berasal usul, namun terkutuklah aku jika aku adalah pihak yang asing."[65] Pada 17 Juli 1917, George melegakan nasionalisme Inggris dengan mengeluarkan proklamasi kerajaan yang merngubah nama dinasti Inggris dari Wangsa Sachsen-Coburg dan Gotha yang berbau Jerman menjadi Wangsa Windsor.[66] Ia dan seluruh saudara Inggrisnya melepaskan gelar-gelar Jermaniknya dan mengadopsi nama-nama Inggris. George mengubah status saudara laki-lakinya dengan memberikn gelar baru sebagai bangsawan Inggris. Sepupunya, Pangeran Louis dari Battenberg, yang mengundurkan diri lebih cepat sebagai Kepala Staf Angkatan Laut saat perang karena sentimen anti-Jerman, menjadi Louis Mountbatten, Marquis Milford Haven ke-1, sedangkan saudara Ratu Mary menjadi Adolphus Cambridge, Marquis Cambridge ke-1, dan Alexander Cambridge, Earl Athlone ke-1.[67] Pada sebuah surat paten yang disahkan pada 11 Desember 1917 Raja membatasi gaya "Yang Mulia Kerajaan" dan gelar martabat "Pangeran (atau Putri) dari Britania Raya dan Irlandia" hanya kepada putra-putri penguasa monarki, keturunan dari anak laki-laki penguasa monarki dan anak tertua laki-laki dari anak tertua laki-laki Pangeran Wales.[68] Surat paten ini juga menyatakan bahwa "Gelar seperti Yang Mulia Kerajaan, Yang Mulia atau Yang Mulia dan Tenang (bahasa Inggris: Royal Highness, Highness atau Serene Highness), dan gelar martabat Pangeran atau Putri tidak berlaku kecuali diberikan atau tidak dicabut (bagi yang sudah memiliki gelar tersebut). Saudara George yang memihak Jerman, seperti Ernest Augustus, Pangeran Mahkota Hanover, dan Charles Edward, Adipati Sachsen-Coburg dan Gotha, status kebangsawanan Inggrisnya dicabut oleh Order in Council pada tahun 1919 berdasarkan Undang-Undang Pencabutan Gelar 1917. Di bawah tekanan ibu Raja, Ratu Alexandra, Raja juga menghilangkan Bendera Garter milik saudara Jermannya dari Kapel St George, Kastil Windsor.[69] Saat Tsar Nikolai II dari Russia, sepupu George, digulingkan dalam Revolusi Rusia pada tahun 1917, pemerintah Inggris menawarkan suaka politik kepada Tsar dan kerluarga, namun hal tersebut membuat publik Inggris cemas, karena revolusi semacam itu bisa saja datang ke Kepulauan Inggris. Hal ini membuat George akhirnya berfikir kehadiran anggota Wangsa Romanov ke Inggris tersebut dinilai kurang baik.[70] Meskipun menurut pengakuan Lord Mountbatten dari Burma bahwa Perdana Menteri Lloyd George adalah pihak yang menolak usul untuk menyelamatkan keluarga Kekaisaran Rusia, sebuah surat kepada Lord Stamfordham mengatakan bahwa George V sendiri yang menolak usulan ini, berlawanan dengan saran pemerintah.[71] Sebuah rencana sebenarnya sudah dirancang oleh MI1, salah satu cabang dinas rahasia Inggris,[72] namun dengan menguatnya posisi revolusioner Bolshevik dan niatan untuk tidak memulai perang, rencana ini tidak pernah dijalankan.[73] Tsar dan keluarga dekatnya tetap di Rusia, dimana mereka dibunuh oleh para Bolshevik pada 1918. George menulis di buku hariannya: "Itu adalah pembunuhan yang keji. Aku mengormati Nicky, yang merupakan pria yang baik serta mencinta negara dan rakyatnya."[74] Tahun berikutnya, Ibu Nikolai, Dagmar dari Denmark dan anggota keluarga kekaisaran lain yang tersisa dievakuasi dari Krimea dengan menggunakan kapal perang Inggris.[75] Dua bulan setelah perang berakhir, anak bungsu Raja, John, meninggal pada usia 13 tahun akibat penyakit epilepsi yang diderita sepanjang hidupnya. George mendapat berita kematian anaknya lewat Ratu Mary, who wrote, "[John] telah menjadi kecemasan yang besar bagi kita selama bertahun-tahun ... Kehilangan ini sangat berat untuk diemban namun orang-orang sungguh berbaik hati telah bersimpati dan hal itu telah banyak menolong."[76] Pada Mei 1922, Raja mengunjungi Belgia dan Prancis utara, mengunjungi pemakaman Perang Dunia Pertama yang dibangun oleh Komisi Pekuburan Perang Imperium. Kunjungan ini diabadikan sebagai puisi berjudul, The King's Pilgrimage oleh Rudyard Kipling.[77] Tur ini dan sebuah kunjungan pendek ke Italia pada tahun 1923, adalah satu dari sedikit saat George mau meninggalkan Inggris untuk urusan resmi setelah perang.[78] Masa kekuasaan setelah perangSebelum Perang Dunia Pertama, sebagian besar negara-negara di Eropa diperintah oleh penguasa monarki yang memiliki hubungan saudara dengan George, namun saat perang dan setelahnya, monarki di Austria, Jerman, Yunani, dan Spanyol mengalami apa yang dialami Rusia, yaitu jatuh dalam perang atau revolusi. Pada Maret 1919, Letkol Edward Lisle Strutt dikirim dengan sebagai otoritas pribadi Raja untuk mengawal mantan Kaisar Karl I dari Austria dan keluarganya untuk mengamankan diri ke Swiss.[79] Pada tahun 1922, kapal AL Inggris dikirim untuk menyelamatkan sepupunya, Pangeran dan Putri Andrew.[butuh rujukan] Gejolak politik di Irlandia berlanjut saat gerakan nasionalis berperang untuk kemerdekaan mereka; George menyatakan kengeriannya mengenai hukuman mati kepada para pejuang Irlandia yang disetujui oleh Perdana Menteri Lloyd George.[80] Pada saat upacara pembukaan Parlemen Irlandia Utara pada 22 Juni 1921, Raja menginginkan adanya perundingan dalam sebuah pidato yang dibuat Jenderal Jan Smuts dan disetujui oleh Lloyd George.[81] Beberapa pekan kemudian, gencatan senjata disetujui.[82] Negosiasi antara Inggris dan pendukung separatis Irlandia menghasilkan penandatanganan Perjanjian Anglo-Irlandia.[83] Pada akhir 1922, Irlandia dibagi menjadi dua, dan Negara Bebas Irlandia didirikan, dan Lloyd George mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.[84] Raja dan para penasehatnya mengkhawatirkan munculnya gerakan sosialisme dan gerakan buruh, yang secara salah kaprah mereka anggap sebagai potensi menuju kepada gerakan republikanisme. Kaum sosialis tidak lagi percaya pada slogan-slogan anti-monarki, dan mereka siap untuk berdamai dengan kerajaan jika pihak kerajaan sendiri mengambil langkah pertama. George mengadopsi sikap yang lebih demokratis, inklusif dan cenderung melintasi batas kelas. Ia membawa monarki lebih dekat kepada publik dan kelas pekerja. Ini adalah perubahan dramatis bagi Raja, yang biasanya hanya diharuskan bergaul dengan perwira angkatan laut dan para bangsawan. Ia membentuk hubungan yang ramah dengan para politisi Partai Buruh yang berpandangan moderat dan para petinggi serikat pekerja. Perubahannya dari seseorang yang menghindari aktivitas sosial menjadi lebih mudah didekati menyebabkan perubahan pola perilaku dalam keluarga kerajaan dan meningkatkan popularitasnya terutama saat terjadinya krisis ekonomi pada dekade 1920 an, bahkan hingga dua generasi setelahnya.[85][86] Periode 1922 hingga 1929 terlihat banyak sekali perubahan dalam Pemerintahan Inggris. Pada tahun 1924, George menunjuk Perdana Menteri pertama dari Partai Buruh, Ramsay MacDonald, karena tidak adanya faksi yang mayoritas dalam tiga partai besar Inggris. Penerimaan George yang bijaksana dan penuh pengertian kepada pemerintah Partai Buruh yang pertama (yang berlangsung kurang dari setahun) menghilangkan kecurigaan para simpatisan partai. Saat Pemogokan Tenaga Kerja 1926, Raja menasehati Pemerintahan Konservatif yang dikepalai Stanley Baldwin agar jangan menghasut mereka sebagai "revolusionis",[87] dan mengabaikan tuntutan pemogok dengan mengatakan "Cobalah hidup dengan upah seperti mereka sebelum menghakimi mereka."[88] Pada 1926, George menggelar Konferensi Imperium di London dimana Deklarasi Balfour menyepakati pertumbuhan negara Dominion Inggris dapat dicapai dengan "komunitas yang memiliki otonomi di dalam Imperium Britania, memiliki status yang sejajar, dan tidak ada negara yang berada di bawah yang lain". Kelanjutannya, Statuta Westminster 1931 mengesahkan status independen lembaga legislatif di negara-negara dominion[89] dan menyepakati bahwa pergantian takhta tidak dapat dilakukan kecuali semua parlemen baik di negara-negara Dominions dan di Westminster menyetujui.[16] Pembukaan statuta tersebut mendefinisikan raja sebagai "simbol asosiasi bebas dari anggota-anggota Persemakmuran Bangsa Inggris", yang "dipersatukan oleh kesetiaan bersama".[90] Pada awal krisis keuangan dunia pada dekade 1930 an, Raja mendorong terbentuknya Pemerintah Nasional pada tahun 1931 yang dipimpin oleh Ramsay MacDonald bersama Baldwin,[91][92] dan secara sukarela mengurangi daftar sipil untuk menyeimbangkan anggaran.[91] Ia merisaukan melesatnya kekuatan Jerman di bawah Adolf Hitler dan Partai Nazi. Pada tahun 1934, Raja secara blak-blakan berbicara kepada Duta Besar Jerman, Leopold von Hoesch bahwa Jerman adalah sebuah bahaya dunia, dan bahwa pasti akan ada perang dalam sepuluh tahun jika dia keadaan tetap seperti ini; ia memberitahu Duta Besar Inggris di Berlin, Eric Phipps, agar selalu mencurigai Nazi.[93] Pada 1932, George setuju untuk menyampaikan Ucapan Natal Kerajaan dalam siaran radio, sebuah kegiatan yang menjadi rutin tiap tahun setelah itu. Ia sebenarnya tidak ingin melakukan hal tersebut namun dipengaruh oleh argumen yang menyatakan bahwa inilah yang dimaui rakyat.[94] Saat Yubileum Perak masa kekuasaannya pada tahun 1935, ia menjadi raja yang dicintai, ia berkata dalam sorakan sanjungan kerumunan, "Aku tidak mengerti apa ini (sorakan sanjungan), lagipula aku hanya orang biasa." (bahasa Inggris: "I cannot understand it, after all I am only a very ordinary sort of fellow.")[95] Hubungan George dengan anak sulung dan pewaris takhtanya, Edward, memburuk pada tahun-tahun ini. George kecewa dengan kegagalan Edward dalam menata hidup dan membenci kebiasaan Edward berhubungan dengan wanita yang sudah menikah.[16] Sebaliknya, ia lebih menyukai anak keduanya, Pangeran Albert (lalu menjadi Raja George VI), dan putri sulungnya, Putri Elizabeth; George memanggilnya "Lilibet", dan Elizabeth memanggil George dengan panggilan sayang "Grandpa England".[96] Pada 1935, George mengatakan sesuatu tentang anak sulungnya tersebut: "Setelah aku meninggal, anak ini (Edward) akan menghancurkan dirinya sendiri kurang dari 12 bulan", dan untuk Albert dan Elizabeth: "Aku berdoa kepada tuhan agar anak sulungku tak pernah menikah dan memiliki keturunan dan tidak ada yang akan menghalangi Bertie dan Lilibet untuk naik takhta."[97][98] Kesehatan yang menurun dan kematianPerang Dunia Pertama melemahkan kesehatan George V: ia terluka cukup serius pada 28 Oktober 1915 karena terlempar dari kudanya saat ia melakukan inspeksi pasukan di Prancis, dan kebiasaan merokoknya menimbulkan masalah pernafasan. Ia menderita bronkitis kronis. Pada tahun 1925, berdasarkan instruksi dokternya, ia secara enggan menuruti untuk melakukan liburan pribadi ke Mediterania; dan itu menjadi perjalanan luar negeri ketiga yang ia lakukan setelah perang dan menjadi perjalanan luar negerinya yang terakhir.[99] Pada November 1928, ia jatuh sakit karena menderita sepsis, dan untuk dua tahun berikutnya, ia diwakili oleh putranya Edward untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai raja.[100] Pada tahun 1929, saran untuk beristirahat di luar negeri ditolak oleh raja.[101] Sebagai gantinya, ia beristirahat selama tiga bulan di Craigweil House, Aldwick, berupa resort yang terletak di tepi laut Bognor, Sussex.[102] Karena ditinggali oleh George, kota tersebut mendapat nama akhiran "Regis", yang berasal dari Bahasa Latin yang berarti "of the King". Sebuah desas-desus berkembang dimana kata terakhir raja saat ia diberi tahu bahwa ia akan cukup sehat untuk mengunjungi kota tersebut adalah "Bugger Bognor!"[103][104][105] George tidak pernah secara penuh pulih. Pada tahun terakhirnya, ia bernafas dibantu dengan oksigen.[106] Kematian saudara favoritnya, Victoria, pada Desember 1935 membuat depresi yang mendalam baginya. Pada malam tanggal 15 Januari 1936, Raja pergi menuju tempat tidurnya di Sandringham House dan mengeluh kedinginan; ia tetap berada di kamar tersebut hingga kematiannya.[107] Ia menjadi semakin lemah dan kesadarannya timbul tenggelam. Perdana Menteri Stanley Baldwin:
Pada 20 Januari, ia sudah dekat dengan kematian. Tim dokternya, yang dikepalai Lord Dawson dari Penn, mengeluarkan buletin dengan kata-kata yang cukup terkenal: "Hidup Raja bergerak dengan damai menuju akhir" (bahasa Inggris: "The King's life is moving peacefully towards its close.")[109][110] Buku harian Dawson yang digali dari makamnya dan dipublikasikan pada tahun 1986, mengungkapkan bahwa kata-kata terakhir raja adalah gumaman "Terkutuklah kau!" (bahasa Inggris: "God damn you!"),[111] yang ditujukan kepada perawatnya, Catherine Black, ia ia memberinya obat penenang malam itu. Dawson, yang mendukung "suntik mati secara berangsur-angsur",[112] mengakui di dalam buku hariannya bahwa ia mempercepat kematian Raja dengan menyuntiknya dengan suntikan kematian yang terdiri dari ¾ gram morfin diikuti dengan 1 gram kokain setelahnya, setlah jam 11 malam.[111][113] Dawson menulis bahwa ia melakukan hal tersebut untuk melindungi martabat Raja, mencegah ketegangan diantara keluarga, dan agar kematiannya tepat pada pukul 11:55 malam, sehingga dapat diumumkan pada edisi pagi surat kabar The Times dibandingkan pada surat kabar sore.[111][113] Baik Ratu Mary, yang sangat relijius dan sangat mungkin menentang usul ini dan Pangeran Wales tidak diberitahu mengenai hal ini. Keluarga kerajaan bersikap bahwa mereka tidak ingin Raja mengalami penderitaan yang panjang dengan memberinya alat-alat penunjang kehidupan, namun mereka juga tidak menyetujui apa yang dilakukan Dawson.[114] British Pathé mengumumkan kematian Raja keesokan harinya dimana ia digambarkan sebagai "lebih dari raja, ia adalah ayah dari keluarga masyhur".[115] Komposer Jerman Paul Hindemith pergi menuju studio BBC pada pagi setelah Raja meninggal dan dalam enam jam menulis Trauermusik (Musik Berkabung). Yang ditampilkan malam harinya oleh penampilan secara langsung oleh Adrian Boult yang menjadi konduktor dari BBC Symphony Orchestra dan oleh komposer secara solo.[116] Pada prosesi pembaringan kenegaraan George V di Westminster Hall, bagian dari mahkota kerajaan terjatuh menggelinding hingga ke New Palace Yard. Raja yang baru, Edward VIII, melihat benda tersebut dan berpikir mungkin itu sebuah pertanda buruk bagi masa kekuasaannya.[117][118] Sebagai penghormatan atas ayahnya, empat anak laki-laki George: Edward, Albert, Henry, dan George, bergantian melakukan penjagaan. Tradisi ini disebut Vigil of the Princes, yang dilakukan di panggung persemayaman pada malam sebelum pemakaman.[119] Tradisi ini berhenti saat kematian menantu George, Ibu Suri Elizabeth, pada tahun 2002. George V dimakamkan di Kapel St George, Kastil Windsor, pada 28 Januari 1936.[120] Edward turun takhta sebelum genap setahun masa kekuasaannya dan digantikan oleh Albert yang naik takhta sebagai Raja George VI. PeninggalanGeorge V tidak menyukai duduk saat difoto atau dilukis[16] karena cenderung membenci seni modern; ia sangat membenci satu lukisan yang dibuat Charles Sims dan menyuruhnya untuk dibakar saja.[121] Ia mengagumi pematung Bertram Mackennal, yang membuat patung George untuk ditampilkan di Madras dan Delhi. Ia juga mengagumi William Reid Dick, yang membuat patung George V yang diletakkan di luar Westminster Abbey, London.[16] George lebih suka berada di rumah dan melakukan hobi mengumpulkan perangko dan berburu. Ia menjalani hidup yang disebut pengarang biografinya disebut membosankan karena hidupnya biasa saja.[122] Ia bukan seorang intelektual; saat kembali pada sebuah malam setelah menonton opera, ia menulis di buku hariannya, "Pergi ke Covent Garden dan menonton Fidelio, betapa membosankannya itu."[123] Namun, ia dengan tulus mencintai Britania Raya dan Persemakmurannya.[124] Ia menjelaskan, "hal ini selalu menjadi mimpiku untuk mengidentifikasikan diriku dengan ide hebat mengenai Imperium."[125] Ia terlihat sebagai sosok yang dicintai secara luas oleh rakyat Inggris dan Imperiumnya, dengan julukan "the Establishment".[126] Menurut sejarawan David Cannadine, Raja George V dan Ratu Mary adalah "pasangan setia yang tak terpisahkan" yang memegang teguh "nilai-nilai keluarga" dan "berkarakter".[127] George menetapkan standar perilaku untuk keluarga kerajaan yang mencerminkan nilai-nilai dan kebajikan kalangan menengah ke-atas daripada gaya hidup atau sifat kalangan kelas atas.[128] Dia yang merupakan seorang temperamen dan tradisionalis yang tidak pernah sepenuhnya menyetujui perubahan revolusioner budaya yang sedang berlangsung di masyarakat Inggris.[129] Namun demikian, ia selalu menggunakan pengaruhnya sebagai sebagai kekuatan yang netral dan moderat dan mengambil peran bukan sebagai pembuat keputusan akhir melainkan seorang mediator.[130] Gelar, gaya, penghargaan dan lambangGelar dan gaya
Gaya gelar lengkapnya adalah "George V, karena Rahmat Tuhan, dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia serta Dominion Britania di seberang lautan, Raja, Penjaga Iman, Kaisar India" hingga Undang-Undang Gelar Kerajaan dan Parlementer 1927, mengubahnya menjadi "George V, karena Rahmat Tuhan, dari Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia serta Dominion Britania di seberang lautan, Raja, Pembela Iman, Kaisar India".[131] Penghargaan dari Kerajaan Inggris
Setelah naik takhta pada tahun 1910, George menjadi penguasa dari ordo yang dianugerahkan oleh Kekaisaran Inggris dan (kemudian) persemakurannya. Pada 4 Juni 1917, ia mendirikan Ordo Kekaisaran Inggris.[137] Posisi militer
Penghargaan luar negeri
Pangkat kemiliteran kehormatan dari luar negeri
Gelar kehormatan dan jabatan-jabatan
LambangSebagai Adipati York, lambang George adalah lambang negara, yang dilengkapi lambang tambahan dari lambang Saxon, dan ditambah dengan label argent tiga titik, dan titik pusatnya mengemban azure. Label tersebut dihilangkan saat pada lambang Pangeran Wales. Sebagai Raja, ia menggunakan lambang negara tanpa tambahan. Pada tahun 1917, ia menghilangkan semua unsur Saxon dalam lambang-lambang keturunan lekaki dari Pangeran Albert dari Sachsen-Coburg dan Gotha.[183]
AnakRaja George V dan Ratu Mary mempunyai 6 orang anak (5 orang laki-laki & 1 orang perempuan), 5 orang menantu (1 orang laki-laki & 4 orang perempuan), dan 9 orang cucu (6 orang laki-laki & 3 orang perempuan). LeluhurCatatan
Referensi
Pranala luarWikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: George V dari Britania Raya. Wikimedia Commons memiliki media mengenai George V of the United Kingdom.
|