Pada masa Utsmaniyah, terdapat beberapa gelar dan sapaan resmi yang digunakan, baik oleh anggota keluarga sultan maupun masyarakat biasa. Gelar dan sebutan ini bisa disandang secara resmi saat orang yang bersangkutan menduduki jabatan tertentu, atau digunakan sebagai bentuk penghormatan dalam pergaulan sehari-hari.
Utsmani menggabungkan dua tradisi dalam menggunakan gelar, yakni ditempatkan di depan nama sebagaimana tradisi di kawasan Anatolia dan sekitarnya, dan ditempatkan di belakang nama sebagaimana adat di Asia Tengah yang menjadi tempat leluhur Wangsa Utsmaniyah.
Anggota keluarga penguasa
Keluarga penguasa menggunakan beberapa gelar tertentu, baik yang diadopsi dari bahasa Arab, Persia, maupun Turki. Setiap anggota keluarga penguasa biasanya menyandang lebih dari satu gelar resmi, untuk menentukan kedudukan mereka di tengah keluarga. Gelar yang umum digunakan dalam keluarga Utsmani adalah sultan dan efendi.
Sultan (سلطان) adalah gelar Arab Muslim yang bermakna "kekuatan" dan "kewenangan". Awalnya gelar ini hanya digunakan oleh penguasa Utsmani seorang. Namun semenjak abad ke-16, gelar ini juga secara resmi digunakan oleh keluarganya juga, baik laki-laki dan perempuan, mencerminkan konsep Utsmani tentang kedaulatan dan kekuatan sebagai "hak khusus keluarga". Laki-laki menyandang gelar ini sebelum nama, sedangkan perempuan di belakang nama. Sebagai catatan, para perempuan secara resmi juga menyandang gelar sultan, bukan sultanah. Sultanah tidak pernah digunakan secara resmi oleh pihak Utsmani. Meski demikian, pihak Barat sering menggunakan gelar sultanah untuk merujuk pada anggota keluarga penguasa yang perempuan, sangat mungkin untuk membedakan mereka dengan penguasa itu sendiri.
Efendi adalah gelar kehormatan yang berasal dari Yunani. Digunakan untuk menunjuk sosok yang dihormati atau berkedudukan, sehingga bisa bermakna 'tuan' atau 'puan'. Gelar ini disematkan di belakang nama.
Hazretleri adalah gelar yang digunakan untuk seseorang yang sangat dihormati. Dapat disepadankan dengan 'Yang Mulia'.
Penguasa
Penguasa Utsmani menyandang beberapa gelar, di antaranya sultan, khan, padişah, dan khalifah. Di masa-masa awal Utsmani, penguasa menyandang gelar bey yang bermakna adipati. Osman dan Orhan, penguasa pertama dan kedua Utsmani, masih menyandang gelar bey saat mereka berkuasa.
Sultan menjadi gelar penguasa Utsmani yang paling dikenal di luar Utsmani. Meski daftar sultan Utsmani selalu dimulai dengan Osman, gelar sultan baru secara resmi digunakan pertama kali oleh Murad I yang merupakan penguasa Utsmani ketiga.
Khan, dieja Han di Utsmani, adalah gelar raja di Asia Tengah. Penggunaannya kerap digunakan bersama gelar sultan, dengan sultan disandang sebelum nama dan khan berada di belakang nama. Penggunaan ini merupakan perlambang Utsmani yang mewarisi dua warisan kebudayaan, yakni Islam dan Asia Tengah. Contoh penggunaan: Sultan Suleyman Han.
Padişah (پادشاه, padisyah) adalah gelar Persia yang bermakna kaisar atau maharaja dan kedudukannya berada di atas syah atau raja. Gelar ini biasanya digunakan berdiri sendiri tanpa menyertakan namanya, berbeda dengan sultan atau khan yang biasanya disebut bersama dengan nama penguasa yang bersangkutan. Padişah juga digunakan bersama dengan efendi dalam percakapan, seperti sapaan "padişah efendim" yang bermakna "tuanku kaisar."
Khalifah adalah gelar resmi untuk pemimpin Muslim seluruh dunia, meskipun seringnya hanya simbolis semata karena tiap kepala negara Muslim biasanya memerintah negara mereka masing-masing tanpa campur tangan khalifah. Penguasa Utsmani secara resmi menyandang gelar ini setelah Sultan Selim I menaklukan Kesultanan Mesir pada 1517 yang saat itu merupakan pelindung Khalifah Abbasiyah yang siudah tak punya wilayah kekuasaan sejak jatuhnya Baghdad pada 1258. Pada prakteknya, gelar khalifah jarang sekali digunakan oleh para penguasa Utsmani dalam politik dalam dan luar negeri.
Hünkar adalah sapaan untuk penguasa Utsmani dan dapat diartikan sebagai 'penguasa'. Saat digunakan untuk menyapa, biasanya dilafalkan dengan hünkarım (penguasaku, dapat disamakan dengan sapaan 'Baginda').
Anggota dinasti
Anggota dinasti adalah mereka yang merupakan keturunan penguasa dari garis ayah.
- Laki-laki keturunan penguasa dari garis ayah
- Çelebi (چلبى). Gelar ini disandang di belakang nama, digunakan untuk laki-laki berkedudukan tinggi secara umum dan secara resmi juga dipakai untuk putra penguasa Utsmani. Çelebi lebih dekat artinya dengan 'tuan' daripada 'pangeran'.
- Contoh penggunaan: Mehmed Çelebi, Sultan Utsmani yang berkuasa pada tahun 1413 – 1421.
- Şehzade (شاهزاده, syehzade) atau Şehzade Sultan. Gelar ini merupakan adopsi dari gelar Persia syahzadeh (syah: raja + zadeh: keturunan) dan digunakan sebelum nama. Meskipun di Iran gelar ini bisa disandang keturunan penguasa yang laki-laki dan perempuan, hanya keturunan laki-laki yang bisa menyandang ini di Utsmani. Penggunaan gelar ini menggantikan çelebi. Şehzade hanya secara khusus digunakan oleh keturunan laki-laki penguasa, sehingga dapat disamakan dengan 'pangeran'.
- Contoh penggunaan: Şehzade Mehmed atau Şehzade Sultan Mehmed, putra Sultan Suleyman Al-Qanuni.
- Perempuan keturunan penguasa dari garis ayah
- Hatun (خاتون). Merupakan adopsi dari gelar Asia Tengah khatun yang bermakna 'ratu' atau 'permaisuri'. Pada keberjalanannya, hatun digunakan sebagai panggilan penghormatan untuk perempuan secara umum, sehingga maknanya bergeser menjadi setara dengan 'puan' atau 'nyonya'. Hatun disandang di belakang nama. Pada awal periode Utsmani, hatun juga digunakan oleh keluarga perempuan penguasa, seperti ibu, pasangan, dan putri.
- Contoh penggunaan: Nefise Hatun, putri Sultan Murad I.
- Sultan (سلطان). Pada masa selanjutnya, keturunan perempuan penguasa menyandang gelar sultan di belakang nama mereka, menggantikan penggunaan gelar hatun. Dalam konteks ini, sultan dapat disamakan dengan 'putri'.
- Contoh penggunaan: Mihrimah Sultan, putri Sultan Suleyman Al-Qanuni.
- Anak dari nomor 2
- Sultanzade (سلطانزاده). Setelah keturunan perempuan penguasa menyandang gelar sultan, putra mereka menyandang gelar sultanzade, yang merupakan gabungan dari gelar sultan dan akhiran Persia zade yang bermakna 'keturunan'. Meski dapat diartikan dengan 'pangeran' sebagaimana şehzade, sultanzade memiliki kedudukan yang lebih rendah karena menjadi anggota dinasti dari garis ibu. Sultanzade juga tidak memiliki hak atas takhta sebagaimana şehzade. Sultanzade digunakan di depan nama, biasanya juga digabungkan dengan gelar bey-efendi yang disandang setelah nama.
- Contoh penggunaan: Sultanzade Osman Bey, putra Mihrimah Sultan, putri Sultan Suleyman Al-Qanuni.
- Hanımsultan (خانم سلطان). Setelah keturunan perempuan penguasa menyandang gelar sultan, putri mereka menyandang gelar hanımsultan, yang merupakan gabungan dari gelar hanım dan sultan. Hanım sendiri adalah adopsi dari gelar Asia Tengah khanum yang bermakna 'maharani', 'ratu', atau 'permaisuri'. Sebagaimana hatun, hanım juga akhirnya digunakan untuk panggilan penghormatan untuk perempuan secara umum, sehingga artinya menjadi lebih dekat sebagai 'puan' atau 'nyonya'. Sebagai satu gelar kesatuan, hanımsultan sendiri dapat disamakan dengan 'putri', meskipun kedudukan mereka di bawah sultan (keturunan perempuan penguasa dari murni garis ayah). Hanımsultan disandang setelah nama.
- Contoh penggunaan: Adile Hanımsultan, putri Naime Sultan, putri Sultan Abdul Hamid II.
Menantu dinasti
Bagian ini merupakan perincian bagi pasangan (suami/istri/selir) dari penguasa dan anggota dinasti.
Ibu suri, ibu dari penguasa yang sedang bertakhta
- Valide Hatun. Digunakan sebelum abad ke-16. Valide sendiri bermakna "ibu" dalam bahasa Turki Utsmani, diambil dari kata Arab wālida.
- Valide Sultan (والده سلطان). Digunakan mulai abad ke-16 dan digunakan setelah nama. Jika seorang perempuan meninggal terlebih dulu sebelum putranya naik takhta, dia tidak bisa disebut valide sultan.
- Contoh penggunaan: Hafsa Valide Sultan, ibunda Sultan Suleyman Al-Qanuni dan perempuan pertama yang menyandang gelar valide sultan.
- Normalnya, gelar ini disandang oleh ibunda dari penguasa yang sedang bertakhta. Kedudukan seorang valide sultan berakhir saat kematiannya sendiri atau putranya tidak lagi berkuasa, entah meninggal atau turun takhta. Namun ada beberapa kasus khusus:
- Sultan Abdul Hamid II mengangkat ibu tiri sekaligus ibu angkatnya, Rahime Perestu, sebagai valide sultan. Tirimüjgan yang merupakan ibu kandung Abdul Hamid meninggal saat putranya tersebut masih muda dan pengasuhannya diserahkan kepada Rahime Perestu. Baik Tirimüjgan maupun Rahime Perestu adalah istri Sultan Abdul Mejid I. Rahime Perestu yang tidak memiliki anak kandung sendiri ini merupakan satu-satunya valide sultan yang tidak punya hubungan darah dengan penguasa yang sedang bertakhta, sekaligus perempuan terakhir yang menyandang gelar valide sultan.
- Kösem yang merupakan ibunda Sultan Ibrahim tetap berperan sebagai valide sultan meski Ibrahim sudah wafat. Hal ini karena penguasa yang baru yang merupakan putra Ibrahim dan cucu Kösem, Mehmed IV, masih anak-anak saat naik takhta. Ibunda Mehmed IV, Turhan, juga masih muda sehingga tidak bisa berperan sebagai wali sultan. Hal ini membuat kedudukan valide sultan diisi dua orang sekaligus, Kösem yang merupakan nenek Mehmed, dan Turhan yang merupakan ibu Mehmed. Kösem disebut sebagai Valide Sultan Besar, sedangkan Turhan disebut Valide Sultan Muda.
Istri dan selir dari penguasa dan şehzade
- Hatun (خاتون). Diadopsi dari gelar Asia Tengah khatun dan disandang di belakang nama. Dapat disetarakan dengan 'puan' atau 'nyonya'.
- Contoh penggunaan: Rabia Bala Hatun dan Malhun Hatun, istri Osman I.
- Haseki Sultan (خاصکى سلطان). Gelar tertinggi untuk pasangan penguasa dan disandang setelah nama, dapat disetarakan dengan 'permaisuri'. Seorang haseki sultan memiliki keistimewaan dan kewenangan yang jauh di atas pasangan penguasa yang lain. Pada awalnya, haseki sultan hanya bisa disandang satu orang dalam satu waktu, sedangkan pasangan penguasa lain yang kedudukannya di bawah haseki sultan menggunakan gelar hatun. Gelar haseki sultan diciptakan pada abad ke-16 dan hanya digunakan selama sekitar satu abad.
- Contoh penggunaan: Hurrem Haseki Sultan, istri Sultan Suleyman Al-Qanuni dan perempuan pertama yang menyandang gelar haseki sultan.
- Awalnya haseki sultan hanya digunakan satu orang dalam satu waktu. Namun pada masa selanjutnya, gelar ini bisa disandang lebih dari satu orang secara bersamaan. Sultan Murad IV memiliki beberapa pasangan dan di antara mereka, Ayşe, diangkat sebagai haseki sultan. Namun di penghujung masa kekuasaannya, dia kembali mengangkat seorang haseki sultan, meskipun Ayşe masih hidup. Sultan Ibrahim sendiri memiliki delapan haseki sultan, tiga di antaranya menjadi ibu dari penguasa selanjutnya.
- Kadın (قادين). Gelar untuk pasangan utama penguasa dan disandang setelah nama. Mulai digunakan sekitar abad ke-17 dan menggantikan penggunaan hatun. Sebagaimana hatun, kadın juga merupakan turunan dari gelar Asia Tengah khatun. Bila konteksnya sebagai gelar, kadın dapat disetarakan dengan 'puan' atau 'nyonya'. Setelah haseki sultan tidak lagi digunakan, kadın menjadi gelar tertinggi untuk pasangan penguasa, meski statusnya tidak sementereng haseki sultan. Kadın dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan, yakni baş kadın (kepala kadın), ikinci kadın (kadın kedua), üçüncü kadın (kadın ketiga), dördüncü kadın (kadın keempat), dst. Gelar kadın biasanya juga digunakan bersama dengan efendi.
- Contoh penggunaan: Bidar Kadın atau Bidar Kadınefendi, istri Sultan Abdul Hamid II.
- Hanım (خانم). Gelar yang diturunkan dari dari gelar Asia Tengah khanum, digunakan sebagai panggilan penghormatan untuk perempuan secara umum, sehingga dapat disetarakan dengan 'puan' atau 'nyonya'. Secara resmi, hanım digunakan oleh ikbal (اقبال), pasangan penguasa yang kedudukannya di bawah kadın. Gelar ini juga digunakan untuk istri şehzade. Ikbal sendiri dibagi menjadi beberapa peringkat, yakni baş ikbal (kepala ikbal), ikinci ikbal (ikbal kedua), üçüncü ikbal (ikbal ketiga), dördüncü ikbal (ikbal keempat), dst. Gelar hanım biasanya juga digunakan bersama dengan efendi dan diletakkan di belakang nama.
- Contoh penggunaan: Fatma Pesend Hanım, istri Sultan Abdul Hamid II.
Suami dari sultan (putri)
- Damad (داماد). Gelar yang berasal dari bahasa Persia dan digunakan sebelum nama.
- Contoh penggunaan: Damad Rustem Pasya, suami Mihrimah Sultan, putri Sultan Suleyman Al-Qanuni.
Masyarakat
Gelar umum
Beberapa gelar dan sapaan yang umum digunakan oleh masyarakat.
- Ağa atau Agha (آغا). Berasal dari bahasa Turki Lama yang bermakna 'mas' atau 'kakak laki-laki' dan digunakan di belakang nama. Bila disertakan dalam jabatan resmi, agha dapat bermakna 'ketua', 'atasan', atau 'majikan'. Dalam penggunaan sehari-hari, agha dapat digunakan untuk panggilan untuk laki-laki secara umum, sehingga dapat disetarakan dengan 'tuan', 'pak', atau 'mas'.
- Contoh penggunaan dalam jabatan: Kızlar Agha, secara harfiah bermakna Agha (atasan) dari para gadis, gelar untuk kepala kasim yang menjaga harem istana.
- Bey. Berasal dari bahasa Turki Lama beg yang digunakan untuk kepala suku dan disandang di belakang nama. Bey digunakan sebagai gelar dari penguasa negara kecil, kedudukannya di bawah raja atau sultan, sehingga dapat disetarakan dengan 'adipati' dalam konteks ini. Pada keberjalanannya, bey juga digunakan untuk panggilan untuk laki-laki yang terhormat atau berkedudukan di masyarakat, sehingga dapat disetarakan dengan 'tuan'. Pada masa modern, bey digunakan sebagai sapaan untuk laki-laki secara umum, sehingga dapat juga disetarakan dengan 'pak' atau 'mas'.
- Çelebi (چلبى). Gelar ini disandang di belakang nama, digunakan untuk laki-laki yang terhormat atau berkedudukan di masyarakat, sehingga dapat disepadankan dengan 'tuan'.
- Efendi (افندی) adalah gelar kehormatan yang berasal dari Yunani. Digunakan untuk menunjuk sosok yang dihormati atau berkedudukan, sehingga bisa bermakna 'tuan' atau 'puan'. Gelar ini disematkan di belakang nama.
- Paşa, Pasya, atau Basya (باشا). Gelar yang diperuntukan kepada pejabat tinggi dan digunakan setelah nama.
- Pasyazade. Panggilan untuk putra seorang pasya.
- Hatun (خاتون). Merupakan adopsi dari gelar Asia Tengah khatun yang bermakna 'ratu' atau 'permaisuri'. Pada keberjalanannya, hatun digunakan sebagai panggilan penghormatan untuk perempuan secara umum, sehingga maknanya bergeser menjadi setara dengan 'puan' atau 'nyonya'. Hatun disandang di belakang nama. Pada awal periode Utsmani, hatun juga digunakan oleh keluarga perempuan penguasa, seperti ibu, pasangan, dan putri.
- Kadın (قادين). Sebagaimana hatun, kadın juga merupakan turunan dari gelar Asia Tengah khatun dan dipakai di belakang nama. Bila konteksnya sebagai gelar, kadın dapat disetarakan dengan 'puan' atau 'nyonya' dan digunakan untuk pasangan utama penguasa mulai abad ke-17, dapat digunakan bersama gelar efendi. Dalam konteks sehari-hari, kadın diartikan sebagai 'perempuan'. Kadın juga dapat disertakan bersama sebuah jabatan atau profesi untuk menandakan bahwa pihak yang bersangkutan adalah seorang perempuan. Misal: hekim kadın yang bermakna tabib perempuan.
- Hanım (خانم). Gelar yang diturunkan dari dari gelar Asia Tengah khanum yang bermakna 'maharani', 'ratu', atau 'permaisuri'. Pada keberjalanannya, hanım digunakan sebagai panggilan penghormatan untuk perempuan, sehingga dapat disetarakan dengan 'puan' atau 'nyonya'. Pada masa Turki modern, hanım menjadi sapaan untuk perempuan secara umum, sebagaimana bey juga digunakan untuk sapaan kepada laki-laki secara umum. Dalm konteks ini, hanım dapat disetarakan dengan 'bu' atau 'mbak'.
Jabatan
- Istana
- Bostanji (بوستانجی). Secara harfiah bermakna tukang kebun. Kiasan untuk penjaga istana.
- Bostanji-basyi (بوستانجی باشی). Kepala tukang kebun, kiasan untuk kepala penjaga istana.
- Kapı Agha (قاپی آغاسی). Secara harfiah bermakna Agha Gerbang. Kasim yang menjaga gerbang yang menghubungkan istana luar (tempat kegiatan pemerintahan dilangsungkan) dan kediaman pribadi penguasa.
- Kızlar Agha (قيزلر اغاسی). Secara harfiah bermakna Agha (atasan) dari para gadis, gelar untuk kepala kasim yang menjaga harem istana.
- Cariye (جارية). Budak perempuan. Berperan sebagai pelayan di harem istana dan dididik sebagai calon selir penguasa. Bila seorang cariye tidak terpilih sebagai selir saat sudah berusia matang, dia akan dinikahkan dengan pejabat.
- Odalık (اوطهلق). Pelayan kamar. Cariye yang menjadi pelayan pribadi para perempuan istana.
- Kalfa. Dayang. Istilah umum untuk merujuk pelayan berkedudukan madya dan tinggi di harem, menjadi pengawasan berbagai urusan di harem. Sebagian kalfa juga menjadi sosok berpengaruh.
- Hazinedar (خزینهدار). Bendaharawan.
- Hazinedar Usta. Kepala rumah tangga di istana.
- Lala (لالا). Pejabat yang ditunjuk sebagai guru pribadi şehzade, membantu dan mendampingi mereka dalam memerintah provinsi.
- Kira. Sebutan bahasa Yunani untuk 'puan'. Dalam konteks harem istana, kira adalah perempuan non-Muslim (biasanya Yahudi) yang berperan sebagai penghubung oleh perempuan harem yang hidup dalam pemingitan dengan dunia luar. Kira dapat menjadi sosok yang berpengaruh dalam perpolitikan saat menjadi orang kepercayaan valide sultan.
- Pemerintahan
- Sanjak-bey (سنجاق بك). Gubernur yang memimpin provinsi yang disebut sanjak. Kedudukan sanjak-bey berada di bawah beylerbey.
- Beylerbey. Gubernur Agung. Pemimpin dari sebuah provinsi besar yang disebut eyalet. Seorang beylerbey menyandang gelar pasya.
- Vali. Gubernur. Provinsi yang dipimpinnya disebut vilayet.
- Defterdar (دفتردار). Dapat disamakan dengan menteri keuangan pada masa modern. Kedudukan mereka di atas gubernur provinsi dan di bawah vizier. Mulai tahun 1837, menteri keuangan disebut Maliye Nazırı dan menjadi salah satu bagian dari vizier.
- Vizier (وزير). Berasal dari bahasa Arab wazir. Gelar untuk pejabat tinggi, tapi umumnya untuk merujuk pada menteri. Beberapa gubernur di wilayah Utsmani juga menyandang gelar vizier, menunjukkan bahwa provinsi yang dipimpinnya memiliki hak otonomi yang lebih besar. Sebagai pembeda, vizier yang merupakan menteri dan anggota dewan disebut kubbe vizier atau vizier kubah, mengacu pada ruang rapat dewan yang dinaungi kubah.
- Vizier-i-Azam (وزيرِ اعظم). Vizier Agung atau Perdana Menteri. Vizier dengan kedudukan tertinggi dalam anggota dewan. Berperan sebagai wakil atau tangan kanan penguasa dalam memerintah negara. Beberapa julukan lain untuk vizier-i-azam di antaranya adalah sadrazam (صدر اعظم) dan vekil-ı mutlak (وكیل مطلق, "wakil mutlak (penguasa)").
- Militer
- Yeniçeri atau Yanisari (یڭیچری). Pasukan infanteri elit. Awalnya anggota pasukan ini direkrut dari kalangan non-Muslim dan budak.
- Yeniçeri Agha, komandan pasukan Yeniçeri. Termasuk salah satu anggota senior dewan dan memiliki hak temu pribadi dengan penguasa.
- Sipahi (سپاهی). Pasukan kavaleri.
- Serasker (سرعسكر). Awalnya gelar yang digunakan vizier yang ditunjuk sebagai panglima. Setelah Yeniçeri dibubarkan, tugas dan peran Yeniçeri Agha dibebankan pada serasker, berperan sebagai panglima agung dan menteri perang.
- Reis (رئيس). kapten angkatan laut atau laksamana.
- Kapudan Pasya (قپودان پاشا). Laksamana Agung, pemimpin tertinggi angkatan laut Utsmani. Sebutan lain untuk jabatan lain yaitu Kapudan-ı Derya (قپودان دریا, Kapten Laut), Derya Bey (Bey Laut), dan Re'is Kapudan (kapten kepala). Peran Kapudan Pasya tidak hanya sebagai pemimpin angkatan laut, tapi juga gubernur (beylerbey) Aljazair.
- Agama dan kehakiman
- Hoca. Berasal dari kata bahasa Persia khawaja. Digunakan untuk merujuk pada seorang guru, pemimpin keagamaan, atau mereka yang secara umum dipandang sebagai orang bijak.
- Derviş (درویش). Secara umum merujuk pada mereka yang tergabung menjadi anggota tarekat sufi.
- Kadi (قاضی). Hakim, dipilih dari kalangan ulama. Tidak hanya mengurus peradilan kriminal dan sipil, kadi juga menangani urusan wakaf.
- Kazasker atau kadıasker (قاضی عسكر). Kepala hakim. Secara harfiah bermakna hakim militer, karena kewenangannya juga mencakup bagian kemiliteran. Ada dua posisi kazasker: Kazasker Rumelia yang wilayah kewenangannya mencakup wilayah Utsmani di Eropa, dan Kazaker Anadolu (Anatolia) yang wilayah kewenangannya mencakup wilayah Utsmani di Asia.
- Şeyhül Islam atau Syaikhul Islam (شِیخُالاسلام). Ulama dengan kedudukan tertinggi di Utsmani. Şeyhül Islam ditunjuk dari kadi terkemuka di kota-kota penting Utsmani
|