Gastroenteritis
Gastritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan ("-itis") pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung ("gastro"-) dan usus kecil ("entero"-), sehingga mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan sakit serta kejang perut.[1] Gastroenteritis juga sering disebut sebagai gastro, stomach bug, dan stomach virus. Walaupun tidak berkaitan dengan influenza, penyakit ini juga sering disebut flu perut dan flu lambung. Secara global, sebagian besar kasus pada anak-anak disebabkan oleh rotavirus.[2] Pada orang dewasa, norovirus[3] dan Campylobacter[4] menjadi penyebab yang lebih umum. Penyebab lain yang lebih jarang ditemukan yakni bakteri lain (atau racun bakteri) dan parasit. Penularannya bisa terjadi karena konsumsi makanan yang dimasak secara tidak benar atau air yang terkontaminasi atau melalui persinggungan langsung dengan orang yang terinfeksi. Yang paling utama dalam penanganan penyakit ini adalah hidrasi yang cukup. Untuk kasus ringan atau sedang, ini bisa dilakukan melalui pemberian larutan rehidrasi oral. Untuk kasus yang lebih berat, pemberian cairan melalui infus mungkin diperlukan. Gastroenteritis paling banyak terjadi pada anak-anak dan masyarakat di negara berkembang. Gejala dan tandaGastroenteritis biasanya disertai dengan diare dan muntah,[5] atau, meskipun tidak terlalu banyak terjadi, hanya disertai dengan salah satu gejala tersebut.[1] Kejang perut juga bisa timbul.[1] Tanda-tanda dan gejala biasanya muncul 12–72 jam setelah terjangkit agen penginfeksi.[6] Bila disebabkan oleh virus, kondisi ini biasanya membaik dalam satu minggu.[5] Beberapa gejala yang diakibatkan oleh virus juga mungkin diasosiasikan dengan demam, letih, sakit kepala, dan nyeri otot.[5] Jika tinja mengandung darah, lebih kecil kemungkinannya disebabkan oleh virus [5] dan lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh bakteri.[7] Beberapa infeksi bakteri juga bisa diasosiasikan dengan nyeri perut akut dan mungkin bertahan selama beberapa minggu.[7] Anak-anak yang terinfeksi rotavirus biasanya sembuh total dalam tiga sampai delapan hari.[8] Akan tetapi, di negara-negara miskin, perawatan untuk infeksi akut sering kali sulit didapatkan sehingga biasanya diare terus-menerus terjadi.[9] Dehidrasi merupakan komplikasi umum dari diare,[10] dan pasien anak dengan tingkat dehidrasi parah bisa mengalami pengisian kembali pembuluh kapiler berkepanjangan, turgor kulit yang buruk, dan pernapasan abnormal.[11] Infeksi berulang biasanya ditemukan di tempat-tempat dengan sanitasi buruk, dan malagizi,[6] yang dapat menghambat pertumbuhan, dan keterlambatan kognitif jangka panjang.[12] Artritis reaktif terjadi pada 1% dari kelompok yang terinfeksi spesies Campylobacter, dan 0,1% mengalami sindrom Guillain-Barre.[7] Sindrom uremik-hemolitik (HUS) dapat terjadi karena infeksi spesies Escherichia coli atau Shigella yang mengeluarkan racun Shiga, sehingga mengakibatkan jumlah trombosit yang rendah, fungsi buruk ginjal, dan jumlah sel darah merah yang rendah (karena kerusakannya).[13] Anak-anak lebih cenderung mengalami HUS dibandingkan orang dewasa.[12] Beberapa infeksi virus mungkin mengakibatkan kejang infantil jinak.[1] PenyebabVirus (terutama rotavirus) dan spesies bakteriEscherichia coli dan Campylobacter adalah penyebab utama gastroenteritis.[6][14] Akan tetapi, banyak agen infeksi lain yang dapat menyebabkan sindrom ini.[12] Penyebab non-infeksi kadang kala terlihat, tetapi lebih jarang daripada etiologi virus atau bakteri.[1] Risiko infeksi lebih tinggi pada anak-anak karena kurangnya kekebalan mereka dan kebersihan yang relatif buruk.[1] VirusVirus yang diketahui menyebabkan gastroenteritis meliputi rotavirus, norovirus, adenovirus, dan astrovirus.[5][15] Rotavirus adalah penyebab gastroenteritis yang paling umum pada anak-anak,[14] dan mengakibatkan tingkat insiden yang serupa baik di negara maju maupun negara berkembang.[8] Virus mengakibatkan sekira 70% episode diare menular pada kelompok usia anak-anak.[16] Rotavirus lebih jarang menjadi penyebab pada orang dewasa karena kekebalan alami mereka.[17] Norovirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada orang dewasa di Amerika, mengakibatkan lebih dari 90% wabah.[5] Epidemi lokal ini biasanya terjadi jika sekelompok orang berada dalam jarak fisik yang berdekatan, seperti di kapal pesiar,[5] rumah sakit, atau di restoran.[1] Orang-orang mungkin tetap bisa menularkan virus bahkan setelah sembuh dari diarenya.[5] Norovirus adalah penyebab dari kira-kira 10% kasus pada anak-anak.[1] BakteriDi negara maju Campylobacter jejuni menjadi penyebab utama gastroenteritis bakteri, dimana separuh dari kasus ini terkait dengan pajanan terhadap unggas.[7] Pada anak-anak, bakteri merupakan penyebab dari sekira 15% kasus, dengan jenis yang paling umum meliputi spesies Escherichia coli, Salmonella,Shigella, dan Campylobacter.[16] Bila makanan terkontaminasi dengan bakteri dan berada pada suhu ruangan selama beberapa jam, bakteri berkembang biak dan meningkatkan risiko infeksi pada orang-orang yang mengonsumsi makanan tersebut.[12] Beberapa makanan yang umum dikaitkan dengan penyakit ini yakni daging mentah atau daging yang kurang matang, ayam, makanan laut, dan telur; kecambah mentah; susu yang belum dipasteurisasi dan keju lunak; serta jus jeruk dan sayuran.[18] Di negara berkembang, khususnya Afrika subwilayah Sahara dan Asia, kolera adalah penyebab umum gastroenteritis. Infeksi ini biasanya ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi.[19] Clostridium difficile toksigenik adalah penyebab utama diare yang lebih sering terjadi pada manusia berusia lanjut.[12] Bayi dapat menjadi pembawa bakteri ini namun tidak berlanjut ke arah munculnya gejala.[12] Ini adalah penyebab diare yang umum pada mereka yang dirawat inap dan sering dikaitkan dengan penggunaan antibiotik.[20] Diare infeksi Staphylococcus aureus juga mungkin terjadi pada mereka yang menggunakan antibiotik.[21] "Traveler’s diarrhea" biasanya merupakan jenis gastroenteritis bakteri. Obat penekan asam tampaknya meningkatkan risiko infeksi secara signifikan setelah terpajan sejumlah organisme, termasuk spesies Clostridium difficile, Salmonella, dan Campylobacter.[22] Risiko ini lebih tinggi bagi mereka yang menggunakan penghambat pompa proton dibandingkan dengan mereka yang menggunakan antagonis H2.[22] ParasitBeberapa protozoa dapat mengakibatkan gastroenteritis – paling umum adalah Giardia lamblia – tetapi spesies Entamoeba histolytica danCryptosporidium juga terlibat.[16] Sebagai sebuah kelompok, agen ini mencakup sekira 10% kasus pada anak-anak.[13] Giardia lebih umum terjadi di negara berkembang, tapi agen etiologi ini menyebabkan jenis penyakit ini dengan jumlah tertentu hampir di semua tempat.[23] Ini lebih umum terjadi pada orang-orang yang pernah bepergian ke tempat-tempat dengan prevalensi tinggi, anak-anak di penitipan anak, laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki, dan dalam keadaan setelah terjadinya bencana.[23] PenularanPenularan dapat terjadi melalui konsumsi air yang terkontaminasi, atau ketika sekelompok orang menggunakan benda pribadi mereka bersama-sama.[6] Di wilayah yang memiliki musim hujan dan musim kemarau, kualitas air biasanya memburuk selama musim hujan, dan ini berhubungan dengan saat terjadinya wabah.[6] Di negara-negara dengan beberapa musim, infeksi lebih banyak terjadi pada musim dingin.[12] Pemberian susu untuk bayi menggunakan botol yang tidak disterilisasikan dengan benar adalah penyebab terbesar dalam skala global.[6] Tingkat penularan juga berhubungan dengan kebersihan yang buruk, terutama pada kalangan anak-anak,[5] di perumahan padat,[24] dan pada kelompok yang pernah mengalami gizi buruk.[12] Setelah mengembangkan toleransi terhadap penyakit ini, orang dewasa dapat menjadi pembawa organisme tertentu tanpa menunjukkan tanda atau gejala, dan mereka berperan sebagai reservoir alami dari penularan.[12] Beberapa agen (seperti Shigella) hanya muncul pada primata, sedangkan yang lainnya dapat muncul pada berbagai jenis binatang (seperti Giardia).[12] Non-infeksiAda beberapa penyebab non-infeksi peradangan saluran pencernaan.[1] Beberapa penyebab yang lebih umum meliputi obat-obatan (seperti NSAID), makanan tertentu seperti laktosa (bagi mereka yang tidak bisa mengonsumsi laktosa), dan gluten (bagi mereka dengan penyakit seliak).Penyakit Crohn juga merupakan sumber non-infeksi gastroenteritis (yang sering kali akut).[1] Penyakit yang disebabkan oleh racun juga mungkin terjadi. Beberapa kondisi yang diakibatkan oleh makanan dikaitkan dengan mual, muntah, dan diare termasuk: keracunan ciguatera karena konsumsi ikan pemangsa yang terkontaminasi, scombroid yang diasosiasikan dengan konsumsi jenis ikan tertentu yang telah basi, keracunan tetrodotoksin karena konsumsi antara lain ikan buntal, dan botulisme yang biasanya disebabkan oleh makanan diawetkan secara tidak benar.[25] PatofisiologiGastroenteritis diartikan sebagai muntah-muntah atau diare yang disebabkan oleh infeksi di usus kecil atau usus besar.[12] Perubahan di usus kecil biasanya bukan peradangan, sedangkan di usus besar merupakan peradangan.[12] Jumlah patogen yang dapat menyebabkan infeksi bervariasi dari satu (untuk Cryptosporidium) sampai 108 (untuk Vibrio cholerae).[12] DiagnosisGastroenteritis biasanya didiagnosis secara klinis, berdasarkan tanda-tanda dan gejala yang dialami seorang pasien.[5] Tidak ada perbedaan dalam penanganan kondisi apa pun penyebabnya, sehingga menentukan penyebab penyakit ini tidak diperlukan.[6] Akan tetapi, kultur tinja harus dilakukan pada mereka yang tinjanya mengandung darah, mereka yang mungkin keracunan makanan, dan mereka yang baru bepergian ke negara berkembang.[16] Uji diagnostik juga dapat dilakukan untuk observasi.[5] Karena hipoglikemia terjadi pada sekira 10% bayi dan anak kecil, pengukuran glukosa serum pada populasi ini sangat dianjurkan.[11] Elektrolit dan fungsi ginjal juga harus diperiksa ketika muncul kekhawatiran terhadap terjadinya dehidrasi akut.[16] DehidrasiPenentuan apakah seseorang mengalami dehidrasi atau tidak adalah bagian penting dari penilaian. Dehidrasi secara umum dibagi menjadi kasus ringan (3–5%), sedang (6–9%), dan berat (≥10%).[1] Pada anak-anak, tanda paling akurat dari dehidrasi sedang atau berat adalah pengisian kembali pembuluh kapiler yang berkepanjangan, turgor kulit yang buruk, dan pernapasan yang tidak normal.[11][26] Penemuan lain yang berguna(jika dikombinasikan) termasuk mata cekung, aktivitas yang berkurang, kurangnya air mata, dan mulut kering.[1] Urin yang normal dan konsumsi cairan oral dapat memastikan kondisi ini.[11] Uji laboratorium memberikan lebih sedikit manfaat klinis dalam penentuan tingkat dehidrasi.[1] Diagnosis diferensialPenyebab potensial lain dari tanda dan gejala yang sama seperti pada gastroenteritis yang perlu dikesampingkan meliputi usus buntu,volvulus, penyakit usus inflamatori, infeksi saluran kencing, dan diabetes melitus.[16] Insufisiensi pankreas, sindrom usus pendek, penyakit Whipple, penyakit seliak, dan penyalahgunaan pencahar juga harus dipertimbangkan.[27] Diagnosis diferensial agak rumit bila seseorang hanya menunjukkan gejala muntah atau diare (alih-alih keduanya).[1] Usus buntu dan muntah, sakit perut, dan beberapa kali diare terjadi pada hampir 33% kasus.[1] Ini bertolak belakang dengan diare yang sering yang umum terjadi pada gastroenteritis.[1] Infeksi paru-paru atau saluran kencing pada anak-anak juga dapat menjadi penyebab muntah atau diare.[1] Ketoasidosis diabetik (DKA) klasik muncul dengan sakit perut, mual, dan muntah, tapi tanpa diare.[1] Salah satu studi menemukan bahwa 17% dari anak-anak dengan DKA mulanya didiagnosis mengalami gastroenteritis.[1] PencegahanGaya hidupPasokan air yang tidak terkontaminasi dan mudah didapat serta penerapan sanitasi yang baik menjadi hal penting untuk mengurangi tingkat infeksi dan gastroenteritis yang berarti dari segi klinis.[12] Langkah-langkah pribadi (seperti mencuci tangan) diketahui dapat mengurangi tingkat insidensi dan prevalensi gastroenteritis baik di negara berkembang maupun di negara maju hingga sebesar 30%.[11] Gel berbahan dasar alkohol mungkin juga efektif.[11] Menyusui itu penting, terutama di tempat-tempat dengan kebersihan yang buruk, begitu juga dengan meningkatkan kebersihan secara umum.[6] ASI mengurangi frekuensi dan durasi infeksi.[1] Menghindari makanan atau minuman yang terkontaminasi juga efektif.[28] VaksinasiKarena efektivitas dan keamanannya, pada tahun 2009 World Health Organization merekomendasikan agar vaksin rotavirus diberikan kepada semua anak di seluruh dunia.[14][29] Dua vaksin rotavirus sudah tersedia untuk dapat dibeli dan beberapa lainnya sedang dikembangkan.[29] Di Afrika dan Asia vaksin ini mengurangi penyakit akut pada bayi[29] dan negara-negara yang telah mengadakan program imunisasi nasional telah melihat adanya penurunan jumlah dan tingkat keparahan penyakit ini.[30][31] Vaksin ini juga dapat mencegah menyebarnya penyakit ini pada anak yang tidak divaksin dengan cara mengurangi jumlah infeksi yang beredar.[32] Sejak tahun 2000, penerapan program vaksin rotavirus di Amerika Serikat telah mengurangi jumlah kasus diare hingga 80 persen.[33][34][35] Dosis vaksin pertama harus diberikan kepada bayi berusia antara 6 sampai 15 minggu.[14] Vaksin kolera oral diketahui dapat bekerja secara efektif hingga 50–60% selama lebih dari 2 tahun.[36] ManajemenGastroenteritis secara umum merupakan penyakit akut dan terbatas yang tidak selalu memerlukan pengobatan.[10] Pengobatan yang disukai untuk mereka yang mengalami dehidrasi ringan hingga sedang yakni dengan terapi rehidrasi oral (ORT).[13] Akan tetapi metoclopramide dan/atau ondansetron dapat bermanfaat pada sekelompok pasien anak,[37] dan butylscopolamine berguna untuk mengobati sakit perut.[38] RehidrasiPenanganan utama untuk gastroenteritis pada anak-anak maupun orang dewasa adalah dengan rehidrasi. Ini sebaiknya dilakukan melalui terapi rehidrasi oral, walaupun pemberian infus mungkin diperlukan bila tingkat kesadaraan berkurang atau pada dehidrasi berat.[39][40] Produk terapi pengganti terapi oral yang dibuat dengan karbohidrat kompleks (yakni yang terbuat dari gandum atau beras) terkadang lebih baik dibandingkan dengan yang berbasis gula sederhana.[41] Minuman dengan kandungan gula sederhana yang sangat tinggi, seperti minuman ringan dan jus buah, tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak di bawah 5 tahun karena dapat memperparah diare.[10] Air putih dapat digunakan bila persiapan ORT yang lebih spesifik dan efektif tidak tersedia atau tidak disukai karena rasanya yang tidak enak.[10] Nasogaster tube dapat digunakan oleh anak kecil untuk memasukkan cairan apabila diperlukan.[16] MakananBayi yang mengonsumi ASI dianjurkan untuk tetap disusui seperti biasa, dan bayi yang diberi susu formula melanjutkan konsumsi formulanya sesaat setelah rehidrasi dengan ORT.[42] Formula bebas laktosa atau pengurangan laktosa biasanya tidak diperlukan.[42] Anak-anak harus melanjutkan makanannya seperti biasa selama diare namun harus menghindari makanan yang banyak mengandung gula sederhana.[42] Diet BRAT diet (pisang, nasi, saus apel, roti panggang dan teh) tidak direkomendasikan lagi, karena tidak mengandung gizi yang cukup dan tidak memiliki manfaat dibandingkan dengan pemberian makanan seperti biasa.[42] Beberapa probiotik terbukti bermanfaat untuk mengurangi lamanya penyakit dan frekuensi buang air besar.[43] Probiotik juga mungkin berguna dalam mencegah dan mengobati diare terkait antibiotik.[44] Produk susu fermentasi (seperti yogurt) juga bermanfaat.[45] Suplemen seng tampaknya efektif dalam mengobati dan mencegah diare pada kalangan anak-anak di negara berkembang.[46] AntimuntahObat antimuntah mungkin berguna untuk menangani muntah pada anak-anak. Ondansetron memiliki beberapa kegunaan, dimana satu dosisnya diasosiasikan dengan berkurangnya kebutuhan atas cairan infus, berkurangnya kemungkinan rawat inap, dan berkurangnya muntah.[47][48][49] Metoclopramid juga mungkin berguna.[49] Akan tetapi, penggunaan ondansetron mungkin berhubungan dengan meningkatnya frekuensi perawatan kembali di rumah sakit pada pasien anak-anak.[50] Persiapan infus untuk ondansetron dapat diberikan secara oral bila diperlukan berdasarkan penilaian klinis.[51]Dimenhydrinate, walaupun mengurangi muntah, tampaknya tidak mempunyai manfaat klinis yang berarti.[1] AntibiotikAntibiotik biasanya tidak digunakan untuk gastroenteritis, meskipun terkadang dianjurkan jika gejalanya termasuk berat[52] atau jika penyebab bakteri rentannya terisolasi atau masih sebatas kecurigaan.[53] Bila antibiotik akan diberikan, makrolid (seperti azitromisin) lebih diutamakan dibandingkan dengan fluoroquinolone karena tingginya tingkat kekebalan terhadap fluoroquinolone.[7] Kolitis pseudomembranosa, yang biasanya disebabkan oleh penggunaan antibiotik, ditangani dengan menghentikan agen penyebab dan mengobatinya dengan metronidazol atau vankomisin.[54] Bakteri dan protozoa yang dapat diobati termasuk spesies Shigella[55] Salmonella typhi,[56] dan Giardia.[23] Pada penyakit yang disebabkan oleh spesies Giardia atau Entamoeba histolytica, pengobatan tinidazol lebih disarankan dan lebih baik dibandingkan metronidazol.[23][57] World Health Organization (WHO) menganjurkan penggunaan antibiotik pada anak kecil yang mengalami diare berdarah dan demam.[1] Agen antimotilitasObat antimotilitas mempunyai risiko yang secara teori dapat menyebabkan komplikasi, dan meskipun pengalaman klinis menunjukkan ini tidak mungkin terjadi,[27] obat ini tidak disarankan bagi orang yang mengalami diare berdarah atau diare yang disertai demam.[58] Loperamid, sebuah analog opioid, umumnya digunakan untuk pengobatan gejala diare.[59] Akan tetapi loperamid tidak dianjurkan untuk digunakan pada anak-anak, karena mungkin dapat menimbulkan sawar darah otak tidak matang dan menyebabkan toksisitas. Bismut subsalisilat, kompleks tidak larut dari bismut trivalen dan salisilat, dapat digunakan pada kasus ringan sampai sedang,[27] tetapi toksisitas salisilat dapat terjadi berdasarkan teori yang ada.[1] Epidemiologi
Diperkirakan tiga sampai lima miliar kasus gastroenteritis terjadi di seluruh dunia setiap tahun,[13] terutama menjangkiti anak-anak dan orang di negara berkembang.[6] Ini mengakibatkan sekira 1,3 juta kematian pada anak-anak di bawah usia lima tahun sejak 2008,[60] sebagian besar kasus terjadi di negara-negara paling miskin di dunia.[12] Lebih dari 450.000 kematian tersebut disebabkan oleh rotavirus pada anak di bawah usia 5 tahun.[61][62]Kolera menyebabkan sekira tiga hingga lima juta kasus penyakit dan membunuh sekira 100.000 orang setiap tahun.[19] Di negara berkembang anak-anak di bawah usia dua tahun sering mengalami infeksi enam kali atau lebih setiap tahun sehingga mengakibatkan tingginya gastroenteritis secara klinis.[12] Ini lebih jarang terjadi pada orang dewasa, sebagian karena berkembangnya kekebalan dapatan.[5] Pada tahun 1980, gastroenteritis dengan semua penyebabnya mengakibatkan 4,6 juta kematian pada anak-anak, dengan mayoritas kasus terjadi di negara berkembang.[54] Tingkat kematian berkurang secara signifikan (menjadi sekitar 1,5 juta kematian setiap tahun) sejak tahun 2000, terutama karena pengenalan dan penggunaan luas terapi rehidrasi oral.[63] Di AS, infeksi yang menyebabkan gastroenteritis adalah infeksi paling umum kedua (setelah selesma), dan menyebabkan 200 hingga 375 juta kasus diare akut[5][12] dan sekira sepuluh ribu kematian setiap tahun,[12] 150 hingga 300 kematian ini terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun.[1] SejarahIstilah "gastritis" pertama kali digunakan pada 1825.[64] Sebelumnya penyakit ini secara khusus dikenal antara lain sebagai demam tifoid atau "kolera morbus", atau lebih umum disebut "keluhan usus", "kekenyangan", "fluks", "kolik", "masalah usus", atau beberapa nama kuno lain untuk diare akut.[65] Masyarakat dan budayaGastritis diasosiasikan dengan banyak nama dalam gaya bahasa tidak formal, antara lain "Pembalasan Montezuma", "Delhi belly", "la turista", dan "back door sprint".[12] Istilah tersebut banyak digunakan dalam banyak kampanye militer dan diyakini sebagai asal usul istilah "no guts no glory".[12] Gastritis menjadi alasan utama dari 3,7 juta kunjungan ke dokter setiap tahun di Amerika Serikat[1] dan 3 juta di Prancis.[66] Di Amerika Serikat gastroenteritis secara keseluruhan diyakini menghabiskan biaya 23 miliar dolar AS per tahun[67] penyebab yang berupa rotavirus sendiri menghabiskan biaya 1 miliar dolar AS per tahun.[1] PenelitianTerdapat beberapa vaksin yang sedang dikembangkan untuk gastroenteritis. Contohnya, vaksin untuk Shigella dan enterotoksigen Escherichia coli (ETEC), dua bakteri utama penyebab gastroenteritis di seluruh dunia.[68][69] Pada hewan lainGastroenteritis pada kucing dan anjing disebabkan oleh banyak agen yang sama seperti penyebab penyakit pada manusia. Organisme paling umum yaitu: Campylobacter, Clostridium difficile, Clostridium perfringens, dan Salmonella.[70] Banyak tanaman beracun juga menyebabkan gejala gastroenteritis.[71] Beberapa agen lebih spesifik terhadap spesies tertentu. Koronavirus gastroenteritis menular(TGEV) yang terjadi pada babi mengakibatkan muntah, diare dan dehidrasi.[72] Penyakit ini diyakini ditularkan kepada babi oleh burung liar dan tidak ada pengobatan spesifik yang tersedia.[73] Jenis ini tidak menulari manusia.[74] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Gastroenteritis.
|