Garuda Indonesia Penerbangan 421
Garuda Indonesia Penerbangan 421 adalah sebuah penerbangan domestik terjadwal yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan Indonesia, Garuda Indonesia, dengan jarak tempuh sekitar 625 km (388 mi; 337 nmi) dari Ampenan ke Yogyakarta. Pada tanggal 16 Januari 2002, penerbangan ini mengalami aktivitas badai petir yang parah saat mendekati tujuannya, mengalami flameout di kedua mesin, dan terjun bebas di sungai yang dangkal, yang mengakibatkan satu orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Pesawat dan kruPesawat tersebut adalah Boeing 737-3Q8, dengan registrasi PK-GWA, yang diproduksi pada tahun 1988 dan diserahkan pada tahun 1989.[1] Pesawat ini merupakan pesawat 737 pertama yang diterbangkan oleh Garuda Indonesia. Dalam penerbangan ini, pesawat diterbangkan oleh Kapten Abdul Rozaq (44) dan Kopilot Harry Gunawan (46). Kapten Abdul Rozaq telah mencatatkan 14.020 jam terbang termasuk 5.086 jam terbang dengan Boeing 737. Kopilot Gunawan memiliki 7.137 jam terbang. Penumpang
KecelakaanKetika pesawat Boeing 737-300 sedang dalam perjalanan menuju tempat tujuan, para pilot dihadapkan pada aktivitas badai yang cukup besar yang terlihat di depan dan di radar cuaca dalam pesawat.[3] Mereka mencoba terbang di antara dua sel cuaca yang intens yang terlihat di radar mereka. Mereka kemudian memasuki badai petir yang berisi hujan lebat dan hujan es. Sekitar 90 detik kemudian, saat pesawat turun hingga ketinggian 19.000 ft (5.800 m), kedua mesin CFM International CFM56 mengalami flameout, yang mengakibatkan hilangnya semua daya listrik yang dihasilkan. Kedua mesin diatur pada pengaturan daya siaga penerbangan sebelum terjadi flameout. Awak pesawat mencoba menyalakan kembali mesin sebanyak dua atau tiga kali. Mereka kemudian mencoba tetapi gagal menyalakan Auxiliary Power Unit (APU), di mana pada saat itu terjadi kehilangan daya listrik total. (Selama investigasi selanjutnya, baterai NiCd ditemukan berada dalam kondisi yang buruk karena prosedur pemeliharaan yang tidak memadai). First Officer Gunawan berusaha mengirimkan panggilan Mayday, namun tidak berhasil. Ketika pesawat turun melalui lapisan awan yang lebih rendah pada ketinggian sekitar 8.000 ft (2.400 m), pilot melihat Sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk mencoba terjun ke sungai dengan sayap dan roda gigi yang ditarik. Prosedur penyelamatan berhasil, membuat pesawat berada dalam posisi tengkurap di air dangkal, dengan badan pesawat, sayap, dan permukaan kontrol yang sebagian besar masih utuh. Tidak ada api. Evakuasi dan penyelamatanHanya ada dua pintu yang tersedia untuk evakuasi. Penduduk desa-desa terdekat membantu. Penumpang yang tidak terluka dan barang-barang pribadi mereka ditampung sementara di rumah kosong terdekat, sementara penumpang yang terluka diangkut dengan kendaraan yang tersedia ke klinik terdekat. Setelah evakuasi, pilot menghubungi Jogja Tower melalui ponsel dan melaporkan pendaratan darurat dan lokasi. Tim penyelamat tiba sekitar dua jam kemudian dan semua penumpang dan kru yang tersisa dibawa dengan selamat ke rumah sakit. AkibatGaruda Indonesia tidak lagi mengoperasikan rute ini pada tahun 2005. Maskapai ini masih menggunakan nomor penerbangan GA-421, namun dengan rute Denpasar - Jakarta, yang dioperasikan oleh Airbus A330 atau 777-300ER.[4] Garuda Indonesia juga mendanai pembangunan jalan lokal di sekitar area kecelakaan dan juga membangun aula serbaguna dan fasilitas waduk sebagai bentuk terima kasih atas bantuan penduduk setempat saat evakuasi.[5] DramatisasiKecelakaan ini didramatisir dalam musim ke-16 serial TV Mayday - yang juga dikemas ulang sebagai Air Disasters - dalam episode berjudul "River Runway".[6] Episode ini ditampilkan dalam musim 1, episode 1, dari acara TV Why Planes Crash. Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|