Fungsionalisme struktural

Fungsionalisme struktural, struktural-fungsional (bahasa Inggris: functionalism, structural functionalism) adalah sebuah teori sosiologi yang diciptakan oleh Talcott Parsons struktur sosial dalam menentukan dan mempertahankan kohesi sosial atau tatanan sosial.[1] Struktur dianggap sebagai tubuh masyarakat, sementara itu fungsi merupakan peran institusi sosial dalam sebuah organ atau tubuh masyarakat.[2]

Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi atau guna dari elemen-elemen konstituen; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.

Sebuah analogi umum yang dipopulerkan Herbert Spencer menampilkan isi bagian masyarakat ini sebagai "organ" yang bekerja demi berfungsinya seluruh "badan" (tubuh) secara wajar.[3] Dalam arti yang paling mendasar, istilah ini menekankan "upaya untuk menghubungkan (sebisa mungkin) dengan setiap fitur, adat, atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu sistem yang stabil dan kohesif."

Bagi Talcott Parsons, "fungsionalisme struktural" mendeskripsikan suatu tahap tertentu dalam pengembangan metodologis ilmu sosial, bukan sebuah mazhab pemikiran.[4][5]

Asumsi dasar

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial pada abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu Auguste Comte, Émile Durkheim dan Herbert Spencer. Pemikiran fungsionalisme struktural sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan. Ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya pendekatan fungsionalisme struktural ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.

Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Émile Durkheim, di mana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, di mana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminologi organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.

Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah

  • Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
  • Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan keadaan.

Perkembangan Teori Struktural Fungsional

Hingga pertengahan abad, fungsionalisme menjadi teori yang dominan dalam perspektif sosiologi. Teori fungsional menjadi karya Talcott Parsons dan Robert Merton di bawah pengaruh tokoh-tokoh yang telah dibahas diatas. Sebagai ahli teori yang paling mencolok di jamannya, Talcott Parson menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme yang ia gulirkan. Parson berhasil mempertahankan fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak ia mempublikasikan The Structure of Social Action pada tahun 1937. Dalam karyanya ini Parson membangun teori sosiologinya melalui “analytical realism”, maksudnya adalah teori sosiologi harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai dalam melingkupi dunia luar. Konsep-consep ini tidak bertanggungjawab pada fenomena konkret, tetapi kepada elemen-elemen di dallamnya yang secara analitis dapat dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya, teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep yang diringkas dari kenyataan empiric, tentunya dengan segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang membangun realita sosial. Keunikan realism analitik Parson ini terletak pada penekanan tentang bagaimana konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga yang di dapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem analisis yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan parson dengan skema AGILnya yang terkenal. Parson meyakini bahwa terdapat empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency. Sistem tindakan hanya akan bertahan jika memenuhi empat kriteria ini. Dalam karya berikutnya, The Sociasl System, Parson melihat aktor sebagai orientasi pada situasi dalam istilah motivasi dan nilai-nilai. Terdapat berberapa macam motivasi, antara lain kognitif, chatectic, dan evaluative. Terdapat juga nilai-nilai yang bertanggungjawab terhadap sistem sosial ini, antara lain nilai kognisi, apresiasi, dan moral. Parson sendiri menyebutnya sebagai modes of orientation. Unit tindakan oleh karenanya melibatkan motivasi dan orientasi nilai dan memiliki tujuan umum sebagai konsekuensi kombinasi dari nilai dan motivasi-motivasi tersebut terhadap seorang aktor.

Akhir dari analisis ini adalah visi metafisis yang besar oleh dunia yang telah menimpa eksistensi manusia. Analisis parson merepresentasikan suatu usaha untuk mengkategorisasikan dunia kedalam sistem, subsistem, persyaratan-persyaratan system, generalisasi media dan pertukaran menggunakan media tersebut. Analisis ini pada akhirnya lebih filosofis daripada sosiologis, yakni pada lingkup visi meta teori. Pembahasan mengenai fungsionalisme Merton diawali pemahaman bahwa pada awalnya Merton mengkritik beberapa aspek ekstrem dan keteguhan dari structural fungsionalisme, yang mengantarkan Merton sebagai pendorong fungsionalisme kearah marxisme. Hal ini berbeda dari sang guru, Talcott Parson mengemukakan bahwa teorisi structural fungsional sangatlah penting.Parson mendukung terciptanya teori yang besar dan mencakup seluruhnya sedangkan parson lebih terbatas dan menengah.

Seperti penjelasan singkat sebelumnya, Merton mengkritik apa yang dilihatnya sebagai tiga postulat dasar analisis fungsional( hal ini pula seperti yang pernah dikembangkan oleh Malinowski dan Radcliffe brown. Adapun beberapa postulat tersebut antara lain:

  • Kesatuan fungsi masyarakat, seluruh kepercayaan dan praktik sosial budaya standard bersifat fungsional bagi masyarakat secara keseluruhan maupun bagi individu dalam masyarakat, hal ini berarti sistem sosial yang ada pasti menunjukan tingginya level integrasi. Dari sini Merton berpendapat bahwa, hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kecil tetapi generalisasi pada masyarakat yang lebih besar.
  • Fungsionalisme universal, seluruh bentuk dan struktur sosial memiliki fungsi positif. Hal ini di tentang oleh Merton, bahwa dalam dunia nyata tidak seluruh struktur, adat istiadat, gagasan dan keyakinan, serta sebagainya memiliki fungsi positif. Dicontohkan pula dengan struktur sosial dengan adat istiadat yang mengatur individu bertingkah laku kadang-kadang membuat individu tersebut depresi hingga bunuh diri. Postulat structural fungsional menjadi bertentangan.
  • Indispensability, aspek standard masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif namun juga merespresentasikan bagian bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan. Hal ini berarti fungsi secara fungsional diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini pertentangn Merton pun sama dengan parson bahwa ada berbagai alternative structural dan fungsional yang ada di dalam masyarakat yang tidak dapat dihindari.

Argumentasi Merton dijelaskan kembali bahwa seluruh postulat yang dijabarakan tersebut berstandar pada pernyataan non empiris yang didasarakan sistem teoritik. Merton mengungkap bahwa seharusnya postulat yang ada didasarkan empiric bukan teoritika. Sudut pandangan Merton bahwa analsisi structural fungsional memusatkan pada organisasi, kelompok, masyarakat dan kebudayaan, objek-objek yang dibedah dari structural fungsional harsuslah terpola dan berlang, merespresentasikan unsure standard.

Awalnya aliran fungsionalis membatasi dirinya dalam mengkaji makamirakat secara keseluruhan, namun Merton menjelaskan bahwa dapat juga diterapkan pada organisasi, institusi dan kelompok. Dalam penjelasan ini Merton memberikan pemikiran tentang the middle range theory. Merton mengemukakan bahwa para ahli sosiologi harus lebih maju lagi dalam peningkatan kedisiplinan dengan mengembangkan “teori-teori taraf menengah” daripada teori-teori besar. Teori taraf menengah itu didefinisikan oleh Merton sebagai: Teori yang terletak di antara hipotesis kerja yang kecil tetapi perlu, yang berkembang semakin besar selama penelitian dari hari ke hari, dan usaha yang mencakup semuanya mengembangkan uato teori terpadu yang akan menjelaskan semua keseragaman yang diamati dalam perilaku social. Teori taraf menengah pada prinsipnya digunakan dalam sosiologi untuk membimbing penelitian empiris. Dia merupakan jembatan penghubung teori umum mengenai istem social yang terlalu jauh dari kelompok-kelompok perilaku tertentu, organisasi, ddan perubahan untuk mempertanggungjawabkan apa yang diamati, dan gambaran terinci secara teratur mengenai hal-hal tertentu yang tidak di generaliasi sama sekali. Teori sosiologi merupakan kerangka proposisi yang saling terhubung secara logis di mana kesatuan empiris bisa diperoleh.

The middle range theory adalah teori-teori yang terletak pada minor tetapi hipotesis kerja mengembangkan penelitian sehari-hari yang menyeluruh dan keseluruhan upaya sistematis yang inklusif untuk mengembangkan teori yang utuh. The middle range theory Merton ini memiliki berbagai pemahaman bahwa secara prinsip digunakan untuk panduan temuan-temuan empiris, merupakan lanjutan dari teori system social yang terlalu jauh dari penggolongan khusus perilaku social, organisasi, dan perubahan untuk mencatat apa yang di observasi dan di deskripsikan, meliputi abstraksi, tetapi ia cukup jelas dengan data yang terobservasi untuk digabungkan dengan proposisi yang memungkinkan tes empiris dan muncul dari ide yang sangat sederhana. Dalam hal ini Merton seakan melakukan tarik dan menyambung, artinya apa yang dia kritik terhadap fungsionalis merupakan jalan yang dia tempuh untuk menyambung apa yang dia pikirkan. Atau dianalogikan, Merton mengambil bangunan teori kemudian di benturkan setelah itu dia perbaiki lagi dengan konseptual yang menurut kami sangat menarik.

Para struktural fungsional pada awalnya memusatkan pada fungsi dalam struktur dan institusi dalam masyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karrena dalam menganalis hal itu, para fungsionalis awal cenderung mencampur adukan motif subjektif individu dengan fungsi struktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi yang didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi positif. Namun, Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta sosial yang ada tidaklah positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi. Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial tetapi dapat mengandung konsekuensi negatif pada bagian lain.Hal ini dapat dicontohkan, struktur masyarakat patriarki c memberkan kontribusi positif bagi kaum laki-laki untuk memegang wewenang dalam keputusan kemasyarakatan, tetapi hal ini mengandung konsekuensi negative bagi kaum perempuan karena aspirasi mereka dalam keputusan terbatas. Gagasan non fungsi pun, dilontarkan oleh Merton. Merton mengemukakan nonfungsi sebagai konsekuensi tidak relevan bagi sistem tersebut. Dapatkonsekuensi positif dimasa lalu tetapi tidak dimasa sekarang.Tidaklah dapat ditentukan manakah yang lebih penting fungsi-fungsi positif atau disfungsi. Untuk itu Merton menambahkan gagasan melalui keseimbangan mapan dan level analisis fungsional.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka dalam struktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungsi laten dipenagruhi secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur disfungsional akan selalu ada. Dalam teori ini Merton dikritik oleh Colim Campbell, bahwa pembedaan yang dilakukan Merton dalam fungsi manifest dan laten, menunjukan penjelasan Merton yang begitu kabur dengan berbagari cara. Hal ini Merton tidak secara tepat mengintegrasikan teori tindakan dengan fungsionalisme. Hal ini berimplikasi pada ketidakpasan antara intersionalitas dengan fungsionalisme structural. Kami rasa dalam hal ini pun Merton terlalu naïf dalam mengedepankan idealismenya tentang struktur dan dengan beraninya dia mengemukakan dia beraliran fungsionalis, tetapi dia pun mengkritik akar pemikiran yang mendahuluinya. Namun, lebih jauh dari itu konsepnya mengenai fungsi manifest dan laten telah membuka kekauan bahwa fungsi selalu berada dalam daftar menu struktur.

Merton pun mengungkap bahwa tidak semua struktur sosial tidak dapat diubah oleh sistem sosial. Namun, beberapa sistem sosial dapat dihapuskan. Dengan mengakui bahwa struktur sosial dapat membuka jalan bagi perubahan sosial.

Analisi Merton tentang hubungan antara kebudayaan, struktur, dan anomi. Budaya didefinisikan sebagai rangkaian nilai normative teratur yang mengendalikan perilaku yang sama untuk seluruh anggota masyarakat. Stuktur sosial didefinisikans ebagai serangkaian hubungan sosial teratur dan mempengaruhi anggota masyarakat atau kelompok tertentu dengan cara lain. Anomi terjadi jika ketika terdapat disjungsi ketat antara norma-norma dan tujuan cultural yang terstruktur secara sosial dengan anggota kelompok untuk bertindak menurut norma dan tujuan tersebut. Posisi mereka dalam struktur makamirakat beberapa orang tidak mampu bertindakm menurut norma-norma normative . kebudayaan menghendaki adanya beberapa jenis perilaku yang dicegah oleh struktur sosial. Merton menghubungkan anomi dengan penyimpangan dan dengan demikian disjungsi antara kebudayan dnegan struktur akan melahirkan konsekuensi disfungsional yakni penyimpangan dalam masyarakat. Anomi Merton memang sikap kirits tentang stratifikasi sosial, hal ini mengindikasikan bahwa teori structural fungsionalisme ini harus lebih kritis dengan stratifikasi sosialnya. Bahwa sturktur makamirakat yang selalu berstratifikasi dan masing-masing memiliki fungsi yang selama ini diyakini para fungsionalis, menurut dapat mengindikasikan disfungsi dan anomi. Dalam hal ini kami setuju dengan Merton, dalam sensory experiences yang pernah kami dapatkan, di mana ada keteraturan maka harus siap dengan ketidakteraturan, dalam struktur yang teratur, kedinamisan terus berjalan tidak pada status di dalamnya tetapi kaitan dalam peran. Anomi atau disfungsi cenderung hadir dipahami ketika peran dalam struktu berdasarkan status tidak dijalankan akibat berbagai factor. Apapun alasannya anomi dalam struktur apalagi yang kaku akan cenderung lebih besar.

Dari sini, Merton tidak berhenti dengan deskripsi tentang struktur, akan tetapi terus membawa kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Pengaruh lembaga atau struktur terhadap perilaku seseorang adalah merupakan tema yang merasuk ke dalam karya Merton, lalu tema ini selalu diilustrasikan oleh Merton yaitu the Self Fullfilling Prophecy serta dalam buku Sosial Structure and Anomie. Disini Merton berusaha menunjukkan bagaimana struktur sosial memberikan tekanan yang jelas pada orang-orang tertentu yang ada dalam masyarakat sehingga mereka lebih menunjukkan kelakuan non konformis ketimbang konformis. Menurut Merton, anomie tidak akan muncul sejauh masyarakkat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultur tersebut.

Dari berbagai penajabaran yang ada Pemahaman Merton membawa pada tantangan untuk mengkonfirmasi segala pemikiran yang telah ada. Hal ini terbukti dengan munculnya fungsionalisme gaya baru yang lebih jauh berbeda dengan apa yang pemikiran Merton. Inilah bukti kedinamisan ilmu pengetahuan, tak pelak dalam struktural fungsionalisme.

Teoriwan berpengaruh

Lihat pula

Bahan bacaan

  • Barnard, A. 2000. History and Theory in Anthropology. Cambridge: CUP.
  • Barnard, A., and Good, A. 1984. Research Practices in the Study of Kinship. London: Academic Press.
  • Barnes, J. 1971. Three Styles in the Study of Kinship. London: Butler & Tanner.
  • Holy, L. 1996. Anthropological Perspectives on Kinship. London: Pluto Press.
  • Kuper, A. 1988. The Invention of Primitive Society: Transformations of an Illusion. London: Routledge.
  • Kuper, A. 1996. Anthropology and Anthropologists. London: Routledge.
  • Layton, R. 1997. An Introduction to Theory in Anthropology. Cambridge: CUP.
  • Leach, E. 1954. Political Systems of Highland Burma. London: Bell.
  • Leach, E. 1966. Rethinking Anthropology. Northampton: Dickens.
  • Levi-Strauss, C. 1969. The Elementary Structures of Kinship. London: Eyre and Spottis-woode.
  • Coser, L., (1977) Masters of Sociological Thought: Ideas in Historical and Social Context, 2nd Ed., Fort Worth: Harcourt Brace Jovanovich, Inc., pp. 140–143.
  • Craib, I., (1992) Modern Social Theory: From Parsons to Habermas, Harvester Wheatsheaf, London
  • Cuff, E. & Payne, G.,(eds) (1984) Perspectives in Sociology, Allen & Unwin, London
  • Davis, K (1959). "The Myth of Functional Analysis as a Special Method in Sociology and Anthropology", American Sociological Review, 24(6), 757-772.
  • Elster, J., (1990), “Merton's Functionalism and the Unintended Consequences of Action”, in Clark, J., Modgil, C. & Modgil, S., (eds) Robert Merton: Consensus and Controversy, Falmer Press, London, pp. 129–35
  • Gingrich, P., (1999) “Functionalism and Parsons” in Sociology 250 Subject Notes, University of Regina, accessed, 24/5/06, uregina.ca Diarsipkan 2019-10-02 di Wayback Machine.
  • Holmwood, J., (2005) “Functionalism and its Critics” in Harrington, A., (ed) Modern Social Theory: an introduction, Oxford University Press, Oxford, pp. 87–109
  • Homans, George Casper (1962). Sentiments and Activities. New York: The Free Press of Glencoe.
  • Hoult, Thomas Ford (1969). Dictionary of Modern Sociology.
  • Lenski, Gerhard (1966). "Power and Privilege: A Theory of Social Stratification." New York: McGraw-Hill.
  • Lenski, Gerhard (2005). "Evolutionary-Ecological Theory." Boulder, CO: Paradigm.
  • Maryanski, Alexandra (1998). "Evolutionary Sociology." Advances in Human Ecology. 7:1-56.
  • Maryanski, Alexandra and Jonathan Turner (1992). "The Social Cage: Human Nature and the Evolution of Society." Stanford: Stanford University Press.
  • Marshall, Gordon (1994). The Concise Oxford Dictionary of Sociology. ISBN 0-19-285237-X
  • Merton, Robert (1957). Social Theory and Social Structure, revised and enlarged. London: The Free Press of Glencoe.
  • Nolan, Patrick and Gerhard Lenski (2004). Human Societies: An Introduction to Macrosociology." Boulder, CO: Paradigm.
  • Parsons, Talcott (1951) The Social System, Routledge, London
  • Parsons, T., & Shils, A., (eds) (1976) Toward a General Theory of Action, Harvard University Press, Cambridge
  • Parsons, T., (1961) Theories of Society: foundations of modern sociological theory, Free Press, New York
  • Perey, Arnold (2005) "Malinowski, His Diary, and Men Today Diarsipkan 2018-10-15 di Wayback Machine. (with a note on the nature of Malinowskian functionalism)
  • Ritzer, G., (1983) Sociological Theory, Knopf Inc, New York
  • Sanderson, Stephen K. (1999). "Social Transformations: A General Theory of Historical Development." Lanham, MD: Rowman & Littlefield.
  • Turner, Jonathan (1985). "Herbert Spencer: A Renewed Appreciation." Beverly Hills: Sage.
  • Turner, Jonathan (1995). "Macrodynamics: Toward a Theory on the Organization of Human Populations." New Brunswick: Rutgers University Press.
  • Turner, Jonathan and Jan Stets (2005). "The Sociology of Emotions." Cambridge. Cambridge University Press.

Catatan kaki

  1. ^ Introduction to Sociological Theory, Theorists, Concepts, and their Applicability to the Twenty-First Century, Michele Dillon. WILEY Blackwel (2014). p.113. ISBN ISBN 978-1-118-47192-0
  2. ^ Kisah Sosiologi - Pemikiran yang Mengubah Dunia dan Relasi Manusia Diarsipkan 2023-07-26 di Wayback Machine., Kevin Nobel Kurniawan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta (2020). p.17. ISBN 978-602-433-909-8
  3. ^ John, U (2000). "Metaphors". Sociology beyond societies: mobilities for the TFC. Routledge. hlm. 23. ISBN 978-0-415-19089-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-26. Diakses tanggal 2012-02-20. 
  4. ^ Talcott Parsons, "The Present Status of "Structural-Functional" The Free Press (New York), 1975.
  5. ^ Bourricaud, F. 'The Sociology of Talcott Parsons' Chicago University Press. ISBN 0-226-06756-4. p. 94
Kembali kehalaman sebelumnya