Filsafat kontemporer
Filsafat kontemporer adalah periode dalam sejarah filsafat Barat yang dimulai pada akhir abad ke-19, ditandai dengan suatu proses profesionalisasi disiplin keilmuan filsafat dan munculnya filsafat analitik dan filsafat kontinental beserta perdebatan di antara kedua kubu filsafat ini. Istilah "filsafat kontemporer" adalah bagian dari terminologi teknis dalam filsafat yang mengacu pada periode tertentu dalam sejarah filsafat Barat. Namun demikian, ungkapan ini sering dirancukan dengan filsafat modern (yang mengacu pada periode sebelumnya dalam filsafat Barat), filsafat pascamodern (yang mengacu pada kritik-kritik filsuf kontinental terhadap filsafat modern), dan penggunaan frase non-teknis yang mengacu pada kerja-kerja risalah filsafat terkini. Profesionalisasi
ProsesProfesionalisasi adalah proses sosial ketika setiap profesi atau pekerjaan menetapkan sekelompok norma-norma perilaku, yang dapat diterima sebagai kualifikasi untuk menentukan keanggotaan suatu profesi, suatu badan organisasi profesional atau asosiasi untuk mengawasi perilaku anggota profesi, dan munculnya beberapa derajat demarkasi yang menentukan seorang profesional dengan seorang amatir.[1] Transformasi kerja-kerja filosofis menjadi sebuah profesi membawa banyak perubahan signifikan dalam bidang penyelidikan filsafat, tapi satu hal yang lebih mudah diidentifikasi yakni bahwasanya dengan adanya proses profesionalisasi ini adalah semakin tidak relevannya suatu "buku" dalam bidangnya: "komunike penelitian akan mulai berubah dengan berbagai cara [...] yang mana modernitas akan mengakhiri produk agaknya sudah tampak jelas dan bersifat menindas bagi banyak orang. Tidak akan lagi ada [seorang anggota] penelitian yang menghasilkan buku-buku yang ditujukan [...] untuk siapa saja yang mungkin tertarik pada materi atau subjek penelitian dari lapangan kerjanya. Sebaliknya, risalah filsafatnya hanya akan muncul sebagai artikel singkat yang ditujukan hanya untuk rekan-rekan sejawatnya, orang-orang yang memiliki pengetahuan bersama dan dapat diasumsikan teks-teks yang dihasilkannya hanya akan diakses oleh kalangannya sendiri."[2] Bidang ilmu filsafat pun turut melewati proses profesionalisasi bidang kerja ini hingga menjelang akhir abad ke-19, dan itu adalah salah satu fitur yang membedakan filsafat kontemporer dengan era-era lainnya dalam filsafat Barat. Jerman adalah negara pertama yang menjalankan proses profesionalisasi dalam filsafat.[3] Pada akhir tahun 1817, Hegel adalah filsuf pertama yang ditunjuk sebagai profesor oleh Negara, yaitu oleh Menteri Pendidikan pemerintah Prusia, sebagai efek dari reformasi Napoleon di Prusia. Di Amerika Serikat, proses profesionalisasi bidang kerja filsafat tumbuh dari reformasi yang berlangsung di negara-negara bagian Amerika Serikat yang masuk melalui sistem pendidikan tingginya di mana sebagian besarnya didasarkan pada model yang telah sebelumnya diterapkan di Jerman.[4] James Campbell menjelaskan proses profesionalisasi filsafat di Amerika Serikat sebagai berikut:
Profesionalisasi di Inggris sama-sama terikat dalam kerangka perkembangan pendidikan tinggi. Dalam karyanya pada T. H. Green, Denys Leighton membahas perubahan-perubahan dalam filsafat Inggris dan ia memperoleh gelar pertama filsuf akademik profesional di Britania Raya:
Hasil akhir dari profesionalisasi di bidang filsafat menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan di lapangan sekarang hampir secara eksklusif dilakukan oleh dosen-dosen universitas yang memegang gelar doktor di bidang penerbitan yang bersifat sangat teknis, jurnal peer-review. Sementara itu, masih jamak juga dipahami di kalangan masyarakat pada umumnya bahwa mereka memiliki satu set pandangan agama, politik atau filsafat tertentu yang mereka bisa anggap sebagai "filsafat", cara pandang semacam ini jarang diniatkan terhubung ke pekerjaan yang sedang dilakukan dalam profesi filsafat hari-hari ini. Selain itu, tidak seperti banyak bidang ilmu lain yang mengalami perkembangan industri yang baik di bidang perbukuan, majalah, dan televisi melalui ilmu pengetahuan populer, para filsuf akademik profesional justru mengomunikasikan hasil-hasil penelitian mereka secara teknis dan amat jarang mereka mengomunikasikan penemuannya kepada masyarakat umum. Filsuf Michael Sandel melalui bukunya "Justice: What's the Right Thing to Do?" dan Harry Frankfurt "On Bullshit" adalah contoh dari karya-karya yang ditulis oleh filsuf akademik profesional tetapi diarahkan ke tengah publik luaas dan akhirnya populer di kalangan pembacanya yang lebih luas dari kategori non-filsuf. Kedua karya itu menjadi New York Times best seller. Catatan kaki dan referensi
|