Filipos I Filadelfus
Filipos I Epifanis Filadelfus (bahasa Yunani: Φίλιππος Ἐπιφανής Φιλάδελφος; antara 124 dan 109 SM – 83 atau 75 SM) adalah seorang raja Seleukia periode Helenistik yang memerintah dari 94 hingga 83 atau 75 SM. Ayahnya bernama Antiokhos VIII dan istrinya Tryphaena, ia menghabiskan masa kecilnya dalam periode perang sipil antara ayahnya dengan pamannya Antiokhos IX. Konflik ini berakhir dengan pembunuhan Antiokhos VIII dan terjadinya suksesi yang berlangsung cepat di Ibukota Suriah Antiokhia, dari Antiokhos IX ke Seleukos VI (anak tertua Antiokhos VIII). Setelah pembunuhan Seleukos VI pada 94 SM, Filipos I menjadi Raja bersama saudara kembarnya Antiokhos XI dan merencakan untuk membalaskan dendam Seleukos VI. Antiokhos XI merebut Antiokhia dari Antiokhos X (putra Antiokhos IX) pada tahun 93 SM. Antiokhos XI kemudian menjadi Raja Senior dan Filipos I tetap di Kilikia. Pada tahun yang sama, Antiokhos X kembali dan membunuh Antiokhos XI. Lalu Filipos I bersekutu dengan adiknya Demetrius III yang berbasis di Damaskus. Antiokhos X diperkirakan terbunuh pada tahun 88 SM. Demetrius III merebut Ibu kota dan menyerbu Filipos I di Berea (Aleppo), tetapi Filipos I berhasil menang dan merebut kembali Antiokhia. Adik bungsu mereka Antiokhos XII kemudian merebut Damaskus. Filipos I gagal atas usahanya merebut Damaskus untuk dirinya, kemudian ia menghilang dari catatan sejarah, tidak ada informasi tentang kapan dan bagaimana ia meninggal. Kaum Antiokhia ternyata menolak untuk menerima putra kecilnya Filipos II sebagai penerusnya, lalu mengundang Tigranes II dari Armenia mengambil alih kota tersebut. Sementara invasi Tigranes II tersebut diketahui pada 83 SM (para ahli setuju bahwa Filipos I meninggal pada tahun tersebut) dan konflik diperkirakan terjadi pada tahun 74 SM. Bukti-bukti numismatika dan petunjuk dalam literatur kontemporer menunjukkan bahwa Filipos I diperkirakan meninggal tahun 75 SM, membiarkan Kleopatra Selini (mantan istri Antiokhos X) dan anaknya Antiokhos XIII yang menguasai daerah Selatan setelah kematian Antiokhos XII pada tahun 82 SM, setahun penuh merebut seluruh kerajaan. Filipos I mengawali reformasi dan mata uang logamnya masih beredar hingga Republik Romawi menaklukan Suriah pada tahun 64 SM. Otoritas Romawi tetap melanjutkan penerbitan mata uang logam bergambar Filipos I hingga tahun 13 SM. Latar belakang dan kehidupan awalDinasti Seleukia yang memerintah setelah kematian Aleksander Agung, diganggu oleh permusuhan Dinasti selama abad ke-2 SM.[1] Perseteruan ini semakin meruncing dengan campur tangan Kerajaan Ptolemaik dan Republik Romawi.[2] Pernikahan antar Dinasti digunakan untuk mempertahankan perdamaian antara Kerajaan Ptolemaik dan Suriah.[3] Putri Kerajaan Ptolemaik Cleopatra Thea menjadi permaisuri tiga Raja Suriah berturut-turut pada tahun 150, 145 dan 138 SM.[4] Suriah hancur perlahan-lahan karena perang sipil,[5] sebagaimana Raja-raja Seleukia dan keturunannya memperebutkan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya perpecahan di negeri tersebut. Hal ini berlangsung hingga kira-kira tahun 123 SM, ketika Antiokhos VIII menciptakan tingkat stabilitas yang berlangsung hanya satu dekade hingga Antiokhos IX menyatakan dirinya sebagai Raja.[6] Antiokhos VIII menikah dengan Putri Dinasti Ptolemaik, Tryphaena pada tahun 124 SM,[7] memiliki lima anak,[8] yakni: Seleukos VI sebagai anak tertua,[9] Antiokhos XI dan Filipos I merupakan anak kembar,[cat 1][11], adiknya Demetrius III[12] dan yang paling bungsu Antiokhos XII.[13] Nama Filipos (bahasa Yunani: Φίλιππος; Fílippos) berarti "pecinta kuda".[14] Raja-raja Seleukia umumnya bernama Seleukos dan Antiokhos, "Filipos" digunakan oleh Dinasti Antigonidai sebagai nama dalam Kerajaan dan digunakan oleh Dinasti Seleukia yang diturunkan dari Dinasti Antigonidai melalui Ratu Stratonike yang mungkin diartikan sebagai pewaris dari yang terakhir.[15]. Perang dengan Antiochus IX merenggut nyawa Tryphaena pada tahun 109 SM.[16] Setelah pembunuhan Antiokhos VIII pada tahun 96 SM, istri keduanya yang merupakan adik Tryphaena, Kleopatra Selini menikah dengan Antiokhos IX yang merebut Antiokhia.[17] Kemudian anak-anak Antiokhos VIII tidak ingin tunduk kepada pamannya, lalu Seleukos VI merebut kembali Antiokhia pada tahun 95 SM setelah membunuh Antiokhos IX,[18] sementara Demetrius III merebut dan memerintah Damaskus.[9] Anak Antiokhos IX yakni Antiokhos X lalu menikahi Kleopatra Selini dan mengalahkan Seleukos VI,[19] yang melarikan diri ke Mopsuestia, di mana ia dibunuh oleh pemberontak pada tahun 94 SM.[20] PemerintahanFilipos I dan Antiokhos XI mungkin tinggal di Kilikia selama pemerintahan Seleukos VI.[21] Tak lama setelah kematian saudara mereka, Filipos I dan Antiochus XI mencetak koin jugate dengan potret mereka pada tahun 94 SM.[11] Sejarawan Alfred Bellinger menyatakan bahwa basis operasi mereka adalah kota pesisir di utara Antiokhia,[22] tetapi menurut ahli numismatika Arthur Houghton, Berea adalah kandidat yang lebih kuat karena penguasa kota adalah sekutunya Filipos I.[23] Semua koin jugate dicetak di Kilikia, dari seri dengan spesimen yang masih ada, paling banyak mungkin diterbitkan di Tarsus, yang menjadikannya sebagai basis operasi.[24] Antiokhos XI digambarkan di depan saudaranya, menunjukkan bahwa dia adalah Raja senior.[cat 2][25] Mereka mendapatkan legitimasi dari Antiokhos VIII dan digambarkan pada koin logam dengan Hidung akuilinus yang mirip dengan Ayah mereka.[26] Raja-raja Helenistik tidak menggunakan nomor regnal[cat 3] yang merupakan kebiasaan modern, sebaliknya mereka menggunakan nama julukan untuk membedakan dirinya dengan orang yang bernama sama dalam lingkungan Kerajaan.[27][28] Pada koin logamnya, Filipos I menggunakan nama julukan Epifanis ("yang agung atau terkemuka") dan Filadelfus ("mencintai saudara").[29] Mereka berdua bermaksud untuk membalaskan dendam Seleukos VI,[cat 4][11] menurut seorang penulis abad ke-4 Eusebius, mereka menghancurkan Mopsuestia.[cat 5][10] Pemerintahan di Kilikia dan BereaSementara Filipos I tetap di Kilikia, Antiokhos XI bergerak maju ke Antiokhia dan mengusir keluar Antiokhos XI dari kota pada awal tahun 93 SM.[24] Filipos I tidak tinggal di kota metropolis Suriah tersebut dan meninggalkan Antiokhos XI sebagai penguasa Ibukota.[cat 6][32] Pada musim gugur tahun 93 SM, Antiokhos X kembali ke Antiokhia dan berhasil mengalahkan Antiochus XI yang tenggelam di sungai Orontes.[11] Sejarawan abad ke-1 Yosefus hanya menyebutkan Antiokhos XI dalam pertermpuran, tetapi Eusebius menulis bahwa Filipos I juga berada di tempat itu. Alfred Bellinger meyakini bahwa pasukan Filipos I turut berpartisasi, tetapi ia tetap di markasnya, karena yang terbunuh hanya Antiokhos XI.[25] Setelah kekalahan tersebut, Filipos I diperkirakan mundur ke Ibukotanya yang mungkin merupakan basis yang sama dari ia dan saudara kembarnya merencanakan untuk membalaskan dendam kakaknya Seleukos VI.[33] Antiokhos X akhirnya menguasai Kilikia,[13] sementara Filipos I mungkin menguasai Berea sebagai markasnya.[34] Demetrius III mungkin telah bergerak ke arah utara untuk mendukung Antiokhos XI dalam suatu pertempuran pada tahun 93 SM [35] dan ia tentunya mendukung Filipos I dalam perjuangan melawan Antiokhos X.[36] Eusebius menulis bahwa Filipos I mengalahkan Antiokhos XI dan menggantikan kedudukannya di Ibukota pada tahun 92/93 SM. (200 SE (tahun Seleukia)).[cat 7] Bagaimanapun juga, Eusebius tidak mencatat masa pemerintahan Antiokhos XI atau menyebutkan Demetrius III.[10] Catatan tersebut bertentangan dengan bukti-bukti arkeologis yang ditampilkan dalam pengaruh pasar yang dimiliki oleh Antiokhos XI dari tahun 92 SM dan berisi kesalahan-kesalahan faktual.[38] Seorang pendeta dan ahli numismatika Edgar Rogers meyakini bahwa Filipos I memerintah Antiokhia segera setelah Antiokhos XI,[39] tetapi memberi saran bahwa Filipos I mengendalikan Antiokhia sebelum kematian Antiokhos X dan Demetrius III dapat ditolak, karena bertentangan dengan bukti numismatika dan tidak ada sumber kuno yang menyatakan bahwa Demetrius III yang sebenarnya menggantikan Antiokhos X di Antiokhia yang mendorong Filipos I untuk keluar dari kota tersebut.[34] Bagaimanapun juga, Antiokhos X menghilang dari catatan setelah tahun 92 SM,[38] tetapi tetap dapat memerintah hingga tahun 224 SE (89/88 SM).[34] Ia mungkin gugur dalam pertempuran melawan Partia.[cat 8] Dengan mengambil keuntungan dari gugurnya Antiokhos X, Demetrius III bergegas menuju ke Ibukota dan mendudukinya,[42] hal ini menyebabkan Filipos I memutuskan persekutuan (aliansi) dengan adiknya.[12] Dengan sebagian besar Suriah ditangan Demetrius III, Filipos I mundur kembali ke markasnya.[cat 9][12] Pada tahun 88 SM, Demetrius III bergerak maju ke Berea untuk pertempuran terakhirnya dengan Filipos I.[12] Untuk meningkatkan kekuatan, Straton (aliansi Filipos I) penguasa Berea, memanggil Aziz dari Arab dan Gubernur Partia, Mithridates Sinaces untuk meminta bantuan. Sekutu ini berhasil mengalahkan Demetrius III yang kemudian ditangkap dan ditawan di Partia. Setiap tawanan yang merupakan warga Antiokhia dibebaskan tanpa tebusan, suatu sikap yang memudahkan Filipos I dalam menduduki Antiokhia.[44] Pemerintahan di IbukotaTak lama setelah petempuran, Filipos I memasuki Ibukota Suriah kira-kira pada akhir tahun 88 SM atau awal 87 SM[12] dan Kilikia berada dibawah kekuasannya.[45] Ia dihadapi oleh kebutuhan untuk mengisi kembali perbekalan dan perbendaharaaan yang habis untuk membangun kembali negeri yang hancur setelah perang sipil bertahun-tahun.[46] Faktor-faktor ini dikombinasikan dengan estimasi akan cetakan uang logam tahunan yang rendah, digunakan oleh pendahulu Filipos I di Antiokhia, Antiokhos X (pemerintahan keduanya) dan Demetrius III, dibandingkan dengan estimasi umum cetakan uang logam dari Raja-raka Seleukia. Mendorong seorang ahli numismatika Oliver D. Hoover mengusulkan bahwa Filipos I menciptakan kembali uang logam dari pendahulunya dan mengubah cetakannya.[47] Hal ini menampilkan mata uang yang memuat gambar Filipos I yang beratnya telah berkurang dari berat standar 1.600 g (56 oz) menjadi 15,65 g (0,552 oz). Hal ini menghasilkan keutungan setengah obolos pada setiap koin logam yang dibuat.[48] Namun, tujuan utama Filipos I bukanlah keuntungan, namun lebih memungkinkan bahwa ia ingin membayar pasukannya dengan uang logam yang bergambar citranya sendiri daripada lawannya. Pencetakan kembali uang logam juga diperlukan karena koin Filipos I selain lebih ringan dan dibutuhkan oleh Raja untuk melaksanakan penggunaan mata uangnya dengan menghilangkan mata uang logam lawannya yang lebih berat dari peredaran.[49] Filipos I mungkin telah mengadopsi sistem penanggalan baru era Seleukia yang ditandai dengan kembalinya Antiokhos VIII dari pengasingannya di Aspendos pada 200 SE (113/112 SM) sebagai titik awal. Era baru tahun Seleukia secara umum dimulai pada 1 SE (312/311 SM).[37] Kedudukan tahta Filipos I tidaklah aman, Kleopatra Selini dan Antiokhos XIII bersembunyi di Suriah, sedangkan putranya Antiokhos X menunggu kesempatan untuk merebut kembali tahtanya, sementara Antiokhos XII menggantikan Demetrius III di Damaskus. Tetapi tidak ada bukti yang dapat ia cari untuk bersaing dengan kakaknya untuk Antiokhia.[47] Menurut Yosefus, Filipos I mengambil keuntungan dari ketidak hadiran Antiokhos XII dalam gerakan melawan Nabatea untuk merebut Damaskus.[35] Gubernur kota bernama Milesius, yang membuka gerbang kota untuk Filipos I tidak diberikan hadiah yang cukup dari majikan barunya, yang membuatnya menunggu hingga Filipos I keluar dari kota, lalu menutup gerbang kota dan mengunci Raja didalam kota serta menunggu hingga Antiokhos XII kembali.[50] Dalam Dinasti Seleukia uang logam yang dibuat dalam gerakan melawan musuh (perebut tahta), menunjukkan gambar Raja dengan janggut.[51] Penampilan Antiokhos XII tidak berjanggut dalam masa dua tahun pertama pemerintahannya. Pada tahun 228 SE (85/84 SM) ia tampil berjanggut, mungkin terdapat kaitan dengan penyerangan Filipos I atas Damaskus. Namun karena Antiokhos XII tidak bergerak ke utara melawan kakaknya, maka hipotesis tentang keterkaitan antara janggut Antiokhos XII dan upaya Filipos I merebut Damaskus, menjadi lemah. Tidak ada koin logam dengan gambar Filipos I dibuat di Damaskus yang menandai bahwa pendudukannya di kota itu hanya sebentar.[35] Akhir dan suksesiFilipos I menghilang dari catatan literatur setelah penyerangan atas Damaskus. Sebagian besar ahli secara umum menerima kematian Filipos I pada 83 SM, walaupun tanpa bukti. Ia mungkin saja di makamkan di Nikatoreion Mausoleum, Seleukia Prieria.[cat 10][52] Umumnya, sebagian besar ahli menganggap bahwa Filipos I digantikan oleh Tigranes II dari Armenia yang diundang oleh orang-orang Antiokhia meskipun ada putra muda Filipos I, yakni Filipos II.[53] Sejarawan abad ke-2, Appianos menetapkan kekuasaan Tigranes II selama empat belas tahun yang berakhir pada tahun 69 SM, namun sebagian besar ahli lebih menerima versi sejarawan kuno, yakni tahun 83 SM.[54] Kematian Filipos I menjadi sumber perdebatan di kalangan akademisi, mengingat tidak ada petunjuk tentang bagaimana, di mana dan kapan hidupnya berakhir.[cat 11][55] Banyak teori yang dikemukakan oleh sejarawan berbeda:
Argumentasi untuk invasi Armenia dikuatkan oleh Yosefus, yang menulis bahwa orang Yahudi mendengar tentang invasi Armenia dan rencana Tigranes II untuk menyerang Yudea hanya pada pemerintahan Ratu Aleksandra dari Dinasti Hashmonayim yang dimulai pada tahun 76 SM. Mungkin akan menjadi janggal bila Tigranes II menguasai Suriah pada tahun 83 SM dan orang Yahudi baru mempelajarinya setelah tahun 76 SM.[54] Pandangan lainnya adalah argumen mengenai sejumlah besar koin logam peninggalan Filipos I yang tidak mungkin dibuat jika pemerintahannya berjalan singkat dan berakhir pada tahun 83 SM.[63] dalam hal ini, Oliver D. Hoover mengusulkan 75 SM atau sedikit lebih awal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Cicero tentang Antiokhos XIII. Hoover menyarankan pada tahun 74 SM sebagai tanggal invasi Tigranes II, memberi waktu kepada Kleopatra Selini dan putranya untuk mengambil alih seluruh negeri.[cat 12][65] PeninggalanKoin logam Filipos I masih beredar ketika Suriah di aneksasi oleh Romawi pada tahun 64 SM.[66] Koin Romawi pertama yang dibuat di Suriah adalah kopi dari koin logam Filipos I.[67] Rilis pertama pada tahun 57 SM di bawah Gubernur Aulus Gabinius[68] dan seri terakhir dari koin logam anumerta Filipos I dibuat pada tahun 13 SM.[67] Bangsa Romawi mungkin beranggapan bahwa Filipos I adalah Raja Seleukia terakhir yang sah, sebuah teori yang dipegang oleh Kevin Butcher dan para ahli lainnya.[69] Hoover memilih jawaban yang lebih sederhana, koin logam Filipos I adalah koin logam yang paling banyak dan koin-koin Seleukia sebelumnya banyak yang dimusnahkan, sehingga secara ekonomis, hal yang bijaksana bagi Romawi untuk melanjutkan koin logam Filipos I.[70] Koin-koin Filipos I yang tidak wajar, yang tidak sesuai standar tetapi mirip dengan koin Romawi terakhir, menunjukkan bahwa koin tersebut mungkin dibuat di kota otonom Antiokhia antara tahun 64 hingga 58 SM sebelum Gubernur Aulus Gabinius menerbitkan koin Filipean.[71] Silsilah
Lihat pulaCatatan
ReferensiKutipan
Daftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Philip I Philadelphus.
|