Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure (1857-1913) adalah seorang ahli bahasa asal Swiss.[1] Ia merupakan pelopor kajian linguistika modern.[2] Pemikiran-pemikirannya mengenai linguistika disampaikannya dalam bukunya yang berjudul Cours de linguistique générale.[3] Buku ini diterbitkan pada tahun 1916 secara anumerta.[4] Pemikiran-pemikiran Saussure dipengaruhi oleh paham strukturalisme dan modernisme.[5] Saussure juga merupakan salah satu tokoh pemikir tentang semiotika sebagai teori sastra.[6] Ia memperkenalkan semiologi yang mengkaji makna dari suatu tanda sebagai bagian dari sistem bahasa.[7] KeluargaFerdinand de Saussure lahir pada tanggal 26 November 1857 di Jenewa. Keluarganya merupakan klan tertua dan terpandang di Jenewa dengan pendiri bernama Mongin atau Mengin Shouel. Leluhur Saussure berasal dari Saulxures-sur-Moselotte yang masuk dalam wilayah Kadipaten Lorraine.[8] Pemikiran linguistikaBahasaDalam pandangan Saussure, bahasa merupakan objek linguistika. Saussure mempersyaratkan adanya tiga terminologi yang membuat bahasa dapat dipandang sebagai objek linguistika. Ketiganya yaitu langage, langue dan parole.[9] Saussure membedakan antara langue dan parole khususnya pada kajian sosiolinguistika.[10] Bagi Saussure, langue lebih penting dibandingkan parole.[11] Saussure berpendapat bahwa setiap jenis bahasa tidak dapat dipisahkan dari perkataan yang digunakan oleh penutur dalam pembicaraan. Ini merupakan sifat alami dari bahasa.[12] SemiotikaPemikiran semiotika yang dikemukakan oleh Saussre disebut semiotika struktural. Semiotika struktural menjadikan linguistika umum sebagai disiplin ilmiah baru.[13] Dalam bukunya yang berjudul Cours de linguistique générale, Sassure mengartikan semiotika sebagai ilmu yang mengkaji mengenai tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Dalam pengertian ini, objek semiotika adalah tanda yang hanya digunakan pada kehidupan sosial. Semiotika Saussure tidak menjadikan tanda itu sendiri sebagai objek kajian. Karenanya, pengabaian atas tanda dilakukan terhadap aspek waktu, perubahan dan sejarah.[14] Sifat pengkajian semiotika yang dikemukakan oleh Saussure mengutamakan kajian sinkronis dibandingkan diakronis. Kajian sinkronis merupakan kajian bahasa yang tidak memperhatikan urutan waktu pembentukannya. Sementara kajian diakronis memperhatikan urutan waktu munculnya bahasa melalui sejarah. Saussure berpendapat bahawa bahasa harus dipandang sebagai sebuah sistem untuk linguistika perbandingan sejarah. Prinsip sinkronis digunakan untuk memberikan bentuk sistem. Saussure mengemukakan bahwa mempelajari evolusi atau perkembangan suatu unsur bahasa akan sia-sia jika sistem yang menghasilkannya tidak dikaji terlebih dahulu.[15] Selain itu, dalam menafsirkan teks, Saussure menggunakan pendekatan penentuan kedudukan teks dan subtitusinya. Penentuan kedudukan teks dikenal sebagai pendekatan sintagmatik, sementara pendekatan subtitusi teks dikenal sebagai pendekatan paradigmatik. Dalam pendekatan sintagmatik, suatu teks diperhatikan dari segi keterhubungan urutan peristiwa dan urutan kata yang menimbulkan makna. Pendekatan paradigmatik kemudian digunakan untuk mengungkapkan opisisi yang tersembunyi sehingga makna dapat diketahui.[16] Inti dari pemikiran Saussure mengenai tanda ialah pada perbedaan antara "penanda" dan "yang ditandakan". Penanda diartikan sebagai bunyi atau pola bahasa yang mengandung makna. Keberadaan penanda tertelak pada apa yang dikatakan atau didengar serta pada apa yang ditulis atau dibaca. Sementara itu, "yang ditandakan" merupakan sesuatu yang mewakili kondisi kejiwaan, pikiran atau konsep. Kedua hal ini tidak selalu hadir bersamaan sebagai kesatuan tanda bahasa.[17] Sumbangsih pemikiranStrukturalismeStukturalisme yang dikemukakan oleh Saussure memberikan pengertian bahwa struktur bahasa merupakan sesuatu yang penting.[18] Teori bahasa dan tuturan yang dikemukakan oleh Saussure dikaji dalam psikolinguistika.[19] Selain itu, teori-teori strukturalisme yang dikembangkan oleh Saussure bagi linguistika modern juga telah berperan bagi pengembangan bidang keilmuan lain khususnya bidang sosial dan budaya. Pengaruh strukturalisme Saussure berkembang pesat di Prancis selama dekade 1960-an dan 1970-an. Strukturalisme linguistika mengilhami Claude Lévi-Strauss untuk mengemukakan tentang antropologi struktural. Lévi-Strauss menggunakan teori-teori linguistika struktural untuk mengkaji tentang mitos. Ia menjadikan mitos sebagai sesuatu yang mirip dengan objek kajian linguistika yaitu bahasa.[20] Pengaruh pemikiranAliran PrahaAliran Praha dipelopori pembentukannya pada tahun 1928 pada Kongres Linguistika Internasional I di Den Haag. Pemikiran utama dari aliran Praha ialah tentang subbidang fonologi, khususnya fonem oposisi. Pokok-pokok pemikirannya merupakan kelanjutan dari pemikiran Saussure. Para pelopor aliran Praha ialah Metheus dan Vechek dari Ceko, Trobestkoy dari Rusia, Andrea Martinet dari Prancis dan Uhlenbeck dari Belanda.[21] Referensi
|