Farang

Penggambaran farang sebagai patung penjaga di Wat Pho, Bangkok, Thailand.

Farang (bahasa Persia: فرنگ; bahasa Thai: ฝรั่ง)[1] adalah kata yang pernah dipakai dalam bahasa Persia untuk merujuk ke suku Franka (salah satu suku utama bangsa Jermanik) dan kemudian diserap ke bahasa Thai untuk merujuk ke orang kulit putih secara umum. Kata "Farang" awalnya diserap dari bahasa Prancis Kuno: franc untuk menamai suku tersebut.

Selama Perang Salib, wilayah yang dikendalikan oleh suku Franka diperluas hingga Timur Tengah. Tidak seperti suku Frank sebelumnya, orang-orang Frank ini hampir semuanya pemeluk Kristen, berbeda dengan suku Frank terdahulu yang merupakan kelompok campuran dari berbagai agama dan kepercayaan.

Seiring waktu, kata itu mulai digunakan secara lebih umum. Pada abad ke-12, istilah Frank dikaitkan dengan semua orang Eropa Barat (terutama Prancis, Italia, dan penutur Flam) di daerah muslim. Istilah Frangistan (bahasa Persia: فرنگستان) digunakan dalam bahasa Thai dan penduduk muslim penutur Indo-Iran. Para pedagang Muslim di Asia Tenggara juga kemudian menyebut semua pedagang Eropa sebagai Farang.

Nama

Nama farang diserap dari bahasa Bahasa Persia (farang (فرنگ)) atau farangī (فرنگی), untuk merujuk ke suku Franka, salah satu suku utama bangsa Jermanik yang pernah menguasai Eropa Barat. Frangistan (bahasa Persia: فرنگستان) adalah istilah yang digunakan oleh penduduk muslim penutur Indo-Iran selama Abad Pertengahan untuk menyebut wilayah Kekristenan Barat. Menurut Rashid od-Din Fazl ol-Lāh-e Hamadāni, kata Afranj dalam bahasa Arab diserap dari bahasa Persia farang.[2] Tetapi pendapat tersebut kurang tepat, karena 'al-Faranj' atau 'Afranj' telah terbuktikan secara tertulis sejak abad ke-9, dalam catatan-catatan yang ditulis oleh al-Jahiz dan Ya'qubi, seabad sebelum 'Farang' dibuktikan pertama kali secara tertulis di buku geografi Persia abad ke-9 yang tidak diketahui penulisnya,[3] sehingga kemungkinan 'Farang' diserap dari bahasa Arab. Pada abad ke-11, naskah-naskah Arab mulai banyak menggunakan kata 'Faransa' atau 'al-Faransiyah', yang dibuktikan dalam kitab Said al-Andalusi pada abad ke-11.

Dalam bahasa-bahasa di Etiopia dan Eritrea, faranj atau ferenj dalam sebagian besar konteks masih berarti orang asing yang jauh (umumnya digunakan untuk merujuk ke orang kulit putih Eropa), dalam konteks tertentu dalam diaspora Etiopia dan Eritrea, istilah faranj atau ferenj telah digunakan arti sedikit alternatif untuk merujuk orang kebarat-baratan meskipun sebagian besar masih berlaku untuk merujuk ke orang Eropa, tetapi dapat digunakan untuk merujuk ke orang Afrika-Amerika dan orang kulit non-putih yang kebarat-baratan. Selama Kesultanan Mughal, ketika orang-orang Eropa tiba di Asia Selatan, "Farang" juga digunakan untuk merujuk orang asing yang berwajah Eropa. Kata tersebut juga terserap ke dalam bahasa-bahasa setempat, seperti Hindi sebagai firangi (Devanāgarī: फिरंगी) dan Bengali sebagai firingi (ফিরিঙ্গি).[4] Kata tersebut juga terserap ke bahasa-bahasa di India Selatan dan Kepulauan Asia Selatan, seperti paranki (പറങ്കി) dalam Malayalam, parangiar dalam Tamil, dan faranji dalam bahasa Divehi.[5] Kata tersebut juga kemudian terserap ke dalam bahasa-bahasa Asia Tenggara, seperti farang dalam Thai.[1]

Lihat pula

  • Bule, istilah yang merujuk ke orang-orang kulit putih di Indonesia.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b พจนานุกรม ฉบับราชบัณฑิตยสถาน พ.ศ. 2542 [Royal Institute Dictionary 1999] (dalam bahasa Thai). Royal Institute of Thailand. 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-03. Diakses tanggal 2014-04-05. ฝรั่ง ๑ [ฝะหฺรั่ง] น. ชนชาติผิวขาว; คําประกอบชื่อสิ่งของบางอย่างที่มาจากต่างประเทศซึ่งมีลักษณะคล้ายของไทย เช่น ขนมฝรั่ง ละมุดฝรั่ง มันฝรั่ง ตะขบฝรั่ง ผักบุ้งฝรั่ง แตรฝรั่ง. 
  2. ^ Karl Jahn (ed.) Histoire Universelle de Rasid al-Din Fadl Allah Abul=Khair: I. Histoire des Francs (Texte Persan avec traduction et annotations), Leiden, E. J. Brill, 1951. (Source: M. Ashtiany)
  3. ^ Dabashi, Hamid (16 January 2020). Reversing the Colonial Gaze: Persian Travelers Abroad (dalam bahasa Inggris). hlm. 68. ISBN 9781108488129. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-17. Diakses tanggal 2022-06-30. The earliest source in which the word farang appears in Persian is actually by the anonymous author of Hudud al-'Alam/Boundaries of the World from the tenth century, and even before in Arabic in the works of Al-Jahiz (776–869), as in the expression "King of Farang" or the region of "Farang." 
  4. ^ Hasan Osmany, Shireen. "Chittagong City". Banglapedia: National Encyclopedia of Bangladesh. Asiatic Society of Bangladesh. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-28. Diakses tanggal 2022-06-30. 
  5. ^ "Royal House of Hilaaly-Huraa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-11. Diakses tanggal 2022-06-30. 

Daftar pustaka

  • Corness, Dr Iain (2009). Farang. Dunboyne: Maverick House Publishers. ISBN 978-1-905379-42-2. 
  • Marcinkowski, Dr Christoph (2005). From Isfahan to Ayutthaya: Contacts between Iran and Siam in the 17th Century. With a foreword by Professor Ehsan Yarshater, Columbia University, New York. Singapore: Pustaka Nasional. ISBN 9971-77-491-7. 
  • Kitiarsa, P. (2011). An ambiguous intimacy: Farang as Siamese occidentalism. In R. V. Harrison & P. A. Jackson (Eds.), The ambiguous allure of the West: Traces of the colonial in Thailand (pp. 57–74). Hong Kong Univ. Press; Silkworm Books.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya