Ezzo
Ezzo (skt. 955 – 21 Maret 1034), terkadang disebut Ehrenfried adalah Pfalzgraf Lotharingia dari 1015 hingga kematiannya. Ia berasal dari Wangsa Ezzonen. Sebagai saudara ipar Kaisar Otto III, ayahanda Ratu Richeza dari Polandia dan beberapa anak terkenal lainnya, ia adalah salah satu tokoh terpenting dalam sejarah Rheinland pada masanya. KehidupanEzzo adalah putra Pfalzgraf Lotharingia Hermann I dan istrinya Heylwig dari Dillingen. Ketika masih bocah ia dikirim untuk dididik oleh Uskup Ulrich dari Augsburg (keuskupan 923–973). Tidak ada yang diketahui tentang masa mudanya. Menikah dangan Mathilde († 1025), putri Kaisar Otto II dan permaisurinya Theophano[1], Ezzo menjadi terkenal pada masa pemerintahan saudara iparnya, Kaisar Otto III. Pernikahan itu terang-terangan disetujui oleh Janda Permaisuri Theophano, dengan tujuan untuk menggalang pendukung Ezzo ke takhta. Mathilde menerima mas kawin dari wilayah milik Wangsa Ottonian di Thüringen dan di Kadipaten Franken (Orlamünde dan wilayah Franken Timur Coburg dan Salz), sementara suaminya memberinya sebagai mas kawin wilayah keluarga di Brauweiler dekat Köln. Setelah kematian ayahandanya pada 996, kekayaan alodial Hermann I yang kaya dibagi di antara putra-putranya. Ezzo menerima tanah di Cochem, sungai Moselle, di Maifeld, Flamersheimer Wald dan Puri Tomburg dekat Rheinbach, serta setengah dari hasil Villewaldin. Kira-kira pada waktu yang sama, dia menerima Pfalz, dan hak-hak komital sebelumnya, sebagaimana dia disebut sebagai Graf Auelgau pada 1015 dan sebagai Pfalzgraf di Bonngau pada 1020. Dia juga menerima county Ruhrgau dengan pengawasan Biara Essen. Kandidat yang gagal untuk takhta kekaisaran setelah kematian Otto III pada 1002, hubungannya dengan Kaisar Heinrich II yang baru segera menjadi sangat tegang. Heinrich II memperdebatkan kepemilikan wilayah Ezzo, yang ia pertahankan sebagai warisan istrinya dari mendiang Otto III. Konflik tersebut berlangsung selama bertahun-tahun, dan mencapai puncaknya pada 1011. Menghadapi gangguan di Lotharingia, dan membutuhkan dukungan militer Ezzo, Heinrich terpaksa berdamai. Kemenangan Ezzo menimbulkan raja membuat konsesi dan mengubah kebijakannya secara menyeluruh. Dia berdamai dengan Ezzo, mengakui hak warisannya dan memberinya wilayah kerajaan Kaiserswerth, Duisburg serta Saalfeld di Thüringen karena melepas takhta. Ia juga mengaitkan Wangsa Ezzonen dengan kebijakan Timurnya, dan menengahi pernikahan putri Ezzo, Richeza dengan pewaris takhta Polandia, Mieszko II. Konsesi teritorial yang sangat besar ini menjadikan Ezzo salah satu pangeran paling kuat di Kekaisaran. Pertumbuhan kekuatan Ezzo dan peningkatan prestise wangsanya tercermin dalam pendirian keluarga, Biara Brauweiler, tempat pernikahannya dirayakan, dan yang pembangunannya dimulai setelah perjalanan pasangan itu ke Roma pada 1024. Biara Benediktin, yang ditahbiskan pada 1028 oleh Uskup Agung Pilgrim dari Köln, akan menjadi makam dan pusat spiritual dari Wangsa Ezzonen. Anggota keluarga pertama yang dimakamkan di sana adalah istri Ezzo, Mathilde, yang meninggal pada 4 November 1025. Sangat sedikit yang diketahui tentang kehidupan Ezzo di kemudian hari, tetapi dilaporkan bahwa dia meninggal pada usia yang sangat tua di Saalfeld pada 21 Maret 1034, dan dimakamkan di Brauweiler. Ezzo memiliki kepribadian yang cukup mengesankan, di dalam kehidupannya maupun dalam kariernya, yang dijelaskan oleh penulis yang memuliakan "Fundatio monasterii Brunwilarensis" mungkin dilebih-lebihkan. Dia sebagian besar aktif dalam urusan politik ketika menyangkut kepentingannya sendiri dan kedudukan wangsanya, dan di mana dia dapat meningkatkan wilayah dan otoritasnya. Keterampilan manajemennya atas bantuan Permaisuri Theophano, Kaisar Otto III dan kemudian Heinrich II, bersaksi tentang ambisi pribadi dan ketangkasan politiknya. KeturunanEzzo dan Mathilde memiliki tiga putra dan tujuh putri. Dua putra yang pertama, Liudolf dan Otto II ditujukan untuk melanggengkan dinasti sementara putra ketiga, Hermann II, dibesarkan untuk menjadi imam. Dari tujuh putri hanya Richeza yang menikah, sementara yang lain ditempatkan di biara-biara dimana mereka semua menjadi abdisnya.
Setelah kematian istrinya, Ezzo memiliki seorang putra yang bernama Heinrich (1055–1093) dengan seorang gundik, yang kemudian menjadi abbas Gorze. ReferensiSumber
|