Endometritis

Radang selaput lendir rahim atau endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.[1][2] Terdapat berbagai tipe endometritis, yaitu endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan), endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas yang banyak), serta endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.[1]

Anatomi organ reproduksi betina
Gambar skematis plasenta

Penyebab

Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus, Brucella sp., Vibrio sp. dan Trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan Fusobacterium necrophorum.[2] Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.[3]

Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda.[3] Selain itu, endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.[4] Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uterus pada periode sesudah melahirkan menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya Korpus Luteum Persisten (CLP).[2]

Patogenesis

Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme dari vagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan. Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi endometritis.[5] Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcus dan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp, Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).[3]

Gejala Klinis

Gejala klinis endometritis yaitu lendir vagina yang berwarna keputihan sampai kekuningan yang berlebihan, dan rahim membesar.[6] Penderita dapat tampak sehat, walaupun dengan lendir vagina yang kekuningan dan dalam rahimnya tertimbun cairan.[3] Pengaruh endometritis terhadap kesuburan dalam jangka pendek adalah menurunkan kesuburan sedangkan dalam jangka panjang endometritis menyebabkan gangguan reproduksi karena terjadi perubahan saluran reproduksi.[6]

Diagnosis

Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal dan biopsi. Keluhan kasus endometritis biasanya beberapa kali dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang sangat ringan. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di daerah vagina dan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).[3]

Terapi

Terapi endometritis, pada hewan, dapat dilakukan melalui pemberian antibiotik sistemik, irigasi rahim, pemberian hormon estrogen untuk menginduksi respon rahim, dan injeksi prostaglandin untuk menginduksi estrus.[2][3] Pengobatan yang direkomendasikan untuk endometritis yang agak berat adalah memperbaiki vaskularisasi dengan mengirigasi uterus mempergunakan antiseptik ringan seperti lugol dengan konsentrasi yang rendah. Irigasi diulangi beberapa kali dengan interval 2-3 hari. Antibiotik diberikan secara intra uterin dan intra muskular. Leleran dapat dikeluarkan dengan menyuntikkan preparat estrogen. Untuk endometritis ringan cukup diberikan antibiotik intra uterina.[3]

Referensi

  1. ^ a b Endometritis
  2. ^ a b c d Ball PJH, Peters AR. 2004. Reproduction in Cattle 3rd Edition. Oxford: Blackwell Publishing
  3. ^ a b c d e f g Noakes DE, Parkinson TJ, England GCW. 2001. Arthur’s Veterinary Reproduction and Obstetrics 8th Edition. Pennsylvania: Harcourt Publishers Limited
  4. ^ "Disease of Beef Cattle Associated with Post-calving and Breeding" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-02-11. Diakses tanggal 2022-03-21. 
  5. ^ Aiello et al. 2000. The Merck Veterinary Manual. Edisi ke-8. USA: Whitehouse station.
  6. ^ a b Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pasuruan: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Kembali kehalaman sebelumnya