Ekonomi MyanmarEkonomi Myanmar termasuk salah satu ekonom negara yang terendah di sekitar kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. Pada awal tahun 2014, pendapatan per kapita penduduk Myanmar hanya sebesar US$ 1.105. Sumber ekonomi Myanmar secara tidak langsung bergantung pada Sungai Mekong, sedangkan ekonomi Myanmar lebih bergantung kepada keberadaan Sungai Nu Salween. Sumber energi listrik untuk kegiatan ekonomi dan kehidupan penduduk Myanmar bergantung kepada pembangkit listrik tenaga air. Pembangunan ekonomi di Myanmar terhambat karena keterlambatan pembangunan infrastruktur jalan dan penyediaan energi listrik yang belum memadai. Pertumbuhan ekonomi Myanmar bergantung kepada negara-negara yang tergabung dalam Subwilayah Mekong Raya.[1] Kerja samaSubwilayah Mekong RayaMyanmar membentuk kerja sama ekonomi dengan bergaubung dalam Subwilayah Mekong Raya. Pembentukannya bersama dengan empat negara dalam kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan dua provinsi dalam wilayah Tiongkok. Kerja sama ini memanfaatkan Sungai Mekong sebagai sumber ekonomi bagi keenam negara ini. Negara ASEAN yang bekerja sama ialah Kamboja, Laos, Thailand, Myanmar dan Vietnam. Sedangkan Tiongkok hanya bekerja sama pada wilayah yang dilintasi oleh Sungai Mekong yaitu Provinsi Yunnan dan Provinsi Guangxi Zhuan. Pelopor kerja sama ekonomi subwilayah ini adalah Bank Pembangunan Asia. Perjanjian kerja sama ditandatangani pada tahun 1992.[2] Kawasan Perdagangan Bebas PerbaraMyanmar turut bergabung dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara sejak tahun 1993. Dalam kawasan ini perdagangan dilakukan dengan aliran bebas barang di ASEAN. Dalam kerja sama ekonomi ini, Myanmar menerima salah satu dari dua jenis kerja sama. Dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara, negara anggota ASEAN terbagi dua, yaitu ASEAN 6 dan CLMV. ASEAN 6 terdiri dari Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sedangkan CLMV merupakan gabungan dari Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam. Dalam ASEAN 6, tarif jalur masuk dikurangi hingga 99,65% dari skema Tarif Preferensi Efektif Umum. Sedangkan dalam CLMV, tarif dikurangi sebesar 98,96% tarif menjadi antara 0-5%. Tarif lama hanya diizinkan pada beberapa produk yang tergolong dalam Daftar Sensitif, Daftar Sensitif Tinggi dan Daftar Ekspresi Umum.[3] Kawasan Perdagangan Bebas Perbara merupakan bagian dari Masyarakat Ekonomi Perbara yang berhasil dicapai sejak tahun 2015. Perdagangan dalam sektor jasa maupun barang di kawasan Asia Tenggara dilakukan dalam satu pasar bersama. Namun pengelolaan pasar tetap menerapkan aturan pasar dan hukum persaingan ekonomi dari masing-masing negara anggota.[4] Kawasan Perdagangan Bebas Perbara-IndiaMyanmar juga bergabung dalam perjanjian ekonomi yang menetapkan Kawasan Perdagangan Bebas Perbara-India. Kerangka perjanjian kerja sama ekonomi ini ditetapkan pada tanggal 8 Oktober 2003. Dalam perjanjian ini, Myanmar termasuk bagian dari ASEAN bersama dengan Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, dan Laos. Sedangkan perjanjian perdagangan dilakukan terhadap negara India. Pada tanggal 13 Agustus 2009, ditetapkan protokol untuk mengubah perjanjian kerangka kerjasama yang ditandatangani di Bangkok, Thailand. Dalam perjanjian ini, Myanmar akan menetapkan kawasan perdagangan bebas di wilayahnya pada tahun 2018.[5] Referensi
|