Ekologi manusia
Ekologi manusia merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Artinya, terdapat keterkaitan antara manusia dengan komunitas biologis (alam), maupun dengan komunitas sosial (masyarakat). Ekologi manusia dipelopori oleh pakar ilmu sosial, Auguste Comte (1800) tentang rekonstruksi sosial. Kajian sosial tentang penyebaran manusia dalam tata wilayah dipelajari dalam konteks ekologi manusia. Ekologi manusia menekankan penyebaran manusia dan variabel sosialnya dalam tata ruang sehingga kajiannya berkaitan dengan geografi. Saat ini, semua kajian berkaitan dengan ekologi manusia, seperti biologi, antropologi, ekonomi, teknologi, psikologi, hukum, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat, filsafat, agama, dan lain-lain. Awal Mula Ekologi Makhluk HidupDalam pengelolaan lingkungan dibutuhkan ekologi makhluk hidup yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan tempat tinggalnya. Salah satunya adalah ekologi manusia pada bagian dari autekologi, yaitu ekologi dari spesies tunggal (homo sapiens). Saat manusia dilihat sebagai makhluk sosial, maka ekologi manusia dapat menggunakan sinekologi.[1] Ekologi manusia adalah studi yang mengkaji dan mempelajari interaksi antara manusia dengan lingkungan. Sebagai bagian dari ekosistem, manusia merupakan makhluk hidup yang ekologi dominan, suatu istilah yang menyatakan bahwa makhluk hidup dapat mengendalikan proses dan interaksi dalam ekosistem atas kehendaknya. Hal ini dikarenakan manusia dapat berkompetensi secara baik dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara analitik, lingkup ekologi manusia dibagi menjadi dua sistem, yaitu sistem alam dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling berhubungan timbal balik secara terus-menerus dan teratur melalui aliran energi, materi, dan informasi sehingga terjadi proses seleksi dan adaptasi. Lingkungan manusia didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Rambo (1983), faktor sistem biofisik atau ekosistem, yaitu berupa iklim, udara, air, tanah, tanaman, dan binatang. Timbulnya perubahan hubungan interaksi manusia dan lingkungan sekitar disebabkan oleh faktor internal, yaitu pertumbuhan penduduk dan eksternal yang meliputi perkembangan ekonomi pasar, pembangunan, dan kebijakan pemerintah.[1] Ekologi manusia dipelopori oleh para ilmuwan sosial yang salah satunya adalah Auguste Comte (1800) tentang rekonstruksi sosial. Hubungan Antara Sistem Sosial dengan EkosistemStudi ekologi diketahui memiliki keterkaitan dengan masalah perilaku manusia dengan lingkungan sosialnya, maka teori perilaku mempengaruhi perkembangan studi ekologi manusia. Menurut Chaplin (dalam Wawolumaya, 2001), perilaku (behavior) merupakan suatu cara atau perbuatan yang layak bagi manusia. Menurut Sarwono (1992), perilaku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau respons terhadap rangsangan (stimulus), dan rangsangan itulah yang memengaruhi tingkah laku. Intervensi organisme terhadap stimulus respons dapat berupa kognisi sosial, persepsi, nilai, atau konsep.[1] Perilaku adalah salah satu hasil dari peristiwa atau proses belajar. Proses tersebut adalah proses alami, sebab timbulnya perilaku harus dicari pada lingkungan eksternal manusia dan bukan dari dalam diri manusia itu sendiri. Sarwono (1991:3) mengatakan bahwa perilaku merupakan perbuatan manusia, baik terbuka (open behavior) maupun yang tidak terbuka (covert behavior). Perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat ditangkap oleh indra misalnya menyapu, merokok, mengemudi, dan lain-lain. Perilaku yang tidak terbuka adalah tingkah laku yang tidak dapat ditangkap langsung oleh indra, misalnya motivasi, sikap, minat, dan emosi. Perilaku menyangkut hubungan antara tanggapan atau respons dengan rangsangan (stimulus). Untuk meningkatkan tanggapan atau balasan dari rangsangan, dapat dilakukan dengan memberikan suatu efek yang menyenangkan bagi subjek yang memberikan tanggapan tersebut, sehingga apa yang dilakukan akan diulang lagi.[2] Bell Gredler dalam Alhadza menjelaskan, seseorang akan melakukan tingkah laku baru dengan model yang menarik untuk ditiru. Sedangkan menurut Koswara, tingkah laku adalah hasil kekuatan yang ada dalam diri individu dan kekuatan yang berasal dari lingkungan psikologis.[2] Lingkungan psikologi adalah seluruh fakta psikologis yang diketahui atau disadari oleh individu. Fakta psikologis tersebut membentuk keseluruhan dari pengetahuan individu dan merupakan kekuatan yang mempengaruhi tingkah laku. Pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungan berhubungan dengan sikap dan nilai yang bersumber dari pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan bertindak. Oleh karena itu, tindakan manusia terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan keputusan yang berasal dari informasi lingkungan dan dari latar belakang pengalaman serta sikap terhadap lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam pada hakikatnya adalah pertimbangan-pertimbangan positif yang dilakukan dalam rangka membentuk dan membangun keserasian antara penduduk dan lingkungan (prawiroatmojo et al, 1988: 11). Dari uraian di atas (Bell, 1978 dan Koswara, 1989) dapat disimpulkan bahwa ada beberapa tahapan bagaimana seseorang akan semakin baik berperilaku.
Perilaku adalah aktivitas manusia yang berupa penalaran, penghayatan, dan pengalaman dalam merespons lingkungannya. Dengan demikian, jika gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu atau kelompok masyarakat bersifat menguntungkan, cocok dengan nilai dan norma yang ada, mudah untuk dipelajari maupun dipergunakan, serta mudah dikomunikasikan maka dapat diprediksi bahwa gagasan tersebut akan diterima oleh masyarakat. Ekologi Manusia Menurut Para AhliEkologi manusia adalah ilmu yang mempelajari rumah tangga manusia secara objektif atau apa adanya. Berikut adalah definisi ekologi manusia menurut para ahli:
Jenis Homo Sapiens di IndonesiaSejarah perjalanan manusia dimulai dengan penemuan Homo Sapiens Soloensis, Homo Sapiens Wajakensis, lalu Homo Sapiens Australomelanozoid. Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang dan telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara.[3] Jenis fosil Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia terdiri dari:
Fungsi ManusiaManusia merupakan sosok yang memegang fungsi dan peranan penting dalam konteks lingkungan hidup. Namun, segala unsur kehidupan dan kesejahteraan manusia sangat bergantung kepada komponen lain. Artinya, keberhasilan manusia dalam mengelola rumah tangga ditentukan oleh berhasilnya dalam mengelola makhluk hidup lainnya secara menyeluruh. Kelebihan yang manusia miliki adalah akal atau alam pikiran (noosfer). Dengan akal pikiran tersebut dapat menciptakan budaya serta dengan budayanya yang disebut extra somatic tool manusia mampu menguasai dan mengalahkan makhluk yang lebih besar dan menaklukkan alam yang dahsyat.[4] Masalahnya apabila noosfer dengan perilakunya digunakan untuk kepentingan kesejahteraan diri dan makhluk hidup lainnya, juga didukung oleh rasa tanggung jawab terhadap kelestarian kemampuan daya dukung lingkungannya, maka sejahteralah manusia dan makhluk hidup lainnya. Sebaliknya, dengan noosfer (extra somatic tool) yang dikembangkan manusia dalam mempermudah hidup dan memenuhi kebutuhan pokok (primery biological needs), manusia berpotensi memiliki sifat tamak, egois, dan serakah dalam mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Bahkan merasa dirinyalah yang paling menguasai dan memerlukan sumber daya alam itu, sehingga pada gilirannya justru mereka terancam hidupnya dan mengancam kehidupan makhluk hidup lain, kini, dan generasi mendatang.[4] Referensi
|