Eka Tjipta Widjaja
Eka Tjipta Widjaja atau Eka Tjipta Widjaya (27 Februari 1921 – 26 Januari 2019; Hanzi tradisional: 黃奕聰; Hanzi sederhana: 黄奕聪; Pinyin: Huáng Yìcōng; Pe̍h-ōe-jī: Ûiⁿ E̍k-chhong)[1] adalah pendiri Sinar Mas Group, yang merupakan salah satu konglomerat pada masa Orde Baru berkebangsaan Indonesia.[3] Kehidupan awalEka Tjipta Widjaja lahir dengan nama Oei Ek Tjhong pada tahun 1921 di Quanzhou, Provinsi Fujian (Hokkian), Tiongkok.[4] Orang tua Eka Tjipta Widjaja adalah seorang pedagang yang berpusat di Makassar, Sulawesi.[3] Eka Tjipta pindah ke Hindia Belanda ketika berusia 9 tahun, karena masalah ekonomi, pendidikan terakhir Eka Tjipta adalah lulusan sekolah dasar di Makassar.[5] Eka Tjipta kemudian membantu orangtuanya melunasi utang rentenir. Eka Tjipta mulai berjualan biskuit,[6] dan kembang gula berkeliling Kota Makassar pada usia 17 tahun. Dalam 2 bulan Eka Tjipta mendapatkan untung Rp 20. Pada masa itu harga beras masih 3-4 sen.[7] Bisnis Eka Tjipta hancur ketika Jepang menyerbu Hindia Belanda dan masuk ke Makassar.[7] Eka Tjipta beralih berjualan terigu, semen, gula, dan barang kebutuhan lainnya setelah tentara Jepang menyerah.[7] Ketika seorang kontraktor hendak memborong semen untuk membuat kuburan orang kaya, Eka Tjipta beralih profesi menjadi kontraktor pembuat kuburan. Eka Tjipta berhenti jadi kontraktor setelah semen dan beton habis.[7] Berikutnya Eka Tjipta berdagang kopra. Eka berlayar mendatangi berbagai daerah sentra kopra agar mendapatkan kopra yang murah. Eka Tjipta mencari peluang lain. Eka Tjipta berjualan gula, teng-teng, wijen, dan kembang gula. Ketika bisnis Eka Tjipta mulai laris, harga gula turun dan Eka Tjipta rugi besar. Modal Eka Tjipta habis dan Eka Tjipta terlilit utang. Eka Tjipta menjual jip, sedan, perhiasan keluarga, termasuk cincin kawin untuk melunasi utang-utangnya.[7] KarierKetika Eka Tjipta berusia 37 tahun, Eka Tjipta pindah ke Surabaya, Jawa Timur. Eka Tjipta memiliki kebun kopi dan kebun karet di Kabupaten Jember yang merupakan hasil kerjanya. Kemudian Eka Tjipta pada 1968 mendirikan pabrik minyak kelapa, yaitu CV Bitung Manado Oil Limited (Bimoli).[8] Pada 1976, Eka Tjipta mendirikan Tjiwi Kimia, perusahaan yang bergerak di bidang bahan kimia.[9] Kemudian pada 1980-1981, Eka Tjipta membeli sebidang perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektare, mesin, serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton di Riau. Serta perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektare berkapasitas 20 ribu ton.[10] Pada 1982 Eka Tjipta membeli Bank Internasional Indonesia (BII). Bermula dari dua cabang dengan aset senilai Rp 13 miliar. Setelah 12 tahun dikelola Eka Tjipta , BII menjadi 140 cabang, dengan aset bernilai Rp 9,2 triliun.[7] Eka Tjipta melebarkan sayap bisnisnya di bidang real estat. Eka Tjipta juga membangun ITC Mangga Dua, dan Apartemen Green View yang berada di Roxy, serta Mal Ambassador di Kuningan.[5] Menurut Majalah Forbes tahun 2000, aset Eka Tjipta mencapai US$3,12 miliar. Eka Tjipta mempekerjakan kurang lebih 70.000 karyawan. Menurut Globe Asia, pada tahun 2007 aset Eka Tjipta mencapai sekitar US$27,9 triliun.[11] Pada 2006 nama Eka Tjipta masuk ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia, menurut majalah bisnis dunia, Forbes. Menurut majalah Forbes, pada 2013 Eka Tjipta menduduki peringkat ke-2 orang terkaya di Indonesia.Eka Tjipta menerima gelar Doktor Kehormatan dalam bidang Ekonomi dari Pittsburgh State University, Amerika Serikat.[12] FilantropiPada 2006, Eka Tjipta mendirikan Eka Tjipta Foundation (ETF), suatu organisasi nirlaba yang bertujuan untuk meningkatkan pendidikan dan konservasi lingkungan di Indonesia. Pendanaan ETF sepenuhnya berasal dari Keluarga Eka Tjipta . Sebanyak 80% dari anggaran ETF dialokasikan untuk program pendidikan, seperti beasiswa pendidikan sarjana dan fellowship untuk penelitian dan pendidikan master dan doktoral setiap tahunnya.[13] Beasiswa tersebut diberikan melalui Program Tjipta Sarjana Bangun Desa (TSBD), yaitu program yang dirancang untuk membantu mahasiswa berprestasi yang diutamakan berasal dari sekitar wilayah unit-unit usaha Sinar Mas. Setelah lulus, para penerima beasiswa tersebut diwajibkan kembali ke daerah masing-masing untuk membangun daerah tersebut. Selain TSBD, program beasiswa lainnya adalah Tjipta Pemuda Bangun Bangsa (TPBB). Program ini khusus diberikan bagi mereka yang berprestasi tingkat nasional maupun internasional. Pemegang prestasi nasional akan dibiayai untuk berkuliah di sepuluh universitas ternama Indonesia, serta 15 perguruan tinggi terbaik dunia.[14] Atas karyanya dalam bidang filantropi, pada Maret 2010 Forbes Asia memasukan Eka Tjipta sebagai satu dari "48 Heroes of Philanthropy".[15][16] Kemudian pada bulan Juli, 2010, ETF meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kategori "Pemberi Beasiswa S1 terbanyak untuk kurun waktu tertentu" (2007/2008 - 2008/2009). Selama periode tersebut, ETF telah memberikan beasiswa kepada 2.018 mahasiswa berprestasi di 30 universitas mitra ETF di seluruh Indonesia.[17] KematianEka Tjipta Widjaja meninggal Sabtu, 26 Januari 2019 pukul 19:43 WIB, pada usia 97 tahun di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat. Jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.[18] Eka dikuburkan di makam keluarganya pada 2 Februari 2019, yang terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.[19] Kehidupan pribadiEka Tjipta mempunyai 15 anak dari pernikahan dengan mendiang istri pertamanya, yaitu Trinidewi Lasuki, dan istri kedua Melfie Pirieh Widjaja.[20] Hingga akhir hayatnya, Eka Tjipta Widjaja diketahui memiliki empat orang istri, dan 28 orang anak berdasarkan akta wasiat nomor 60 yang di buat oleh Notaris Winanto Wiryomartani, S.H., M.Hum, di Jakarta Barat pada tanggal 25 April 2008.[20]Memiliki anak angkat Lorensia Intan Widjaja Penghargaan
Lihat pulaReferensi
Pranala luar |