Distrik BalanganDistrik Balangan adalah bekas salah satu distrik (kedemangan) di wilayah Afdeeling Amonthaij pada tahun 1861 dibawah seorang regent (Bupati) yang bernama Adipatie Danoe Radja atau Radhen Adipati Danoe Redjo di bawah pemerintahan militer kolonial Hindia Belanda setelah dihapuskannya Kesultanan Banjar oleh Belanda pada tanggal 11 Juni 1860 (karena meletusnya Perang Banjar).[1] Tahun 1862Tahun 1862 daerah Tabalong dan Balangan dikepalai seorang bangsa Belanda bernama А. van den Hurk, kapitein der infanterie. wd. Kontroleur dег tweede klasse (Kontroleur kelas dua).[2] Tahun 1863Tahun 1863 Seorang bangsa Belanda yang tidak disebutkan namanya menjadi Ambtenaar (pejabat yang memiliki tanggung jawab) sebagai Kontroleur untuk mengamati hubungan antara distrik Amuntai, Nagara dan Balangan.[3] Tahun 1870Tahun 1870, perkembangan selanjutnya daerah Balangan menjadi salah satu distrik di wilayah Distrik-distrik Batang-Alai, Laboean-Amas en Balangan (ibu kota Barabai) di bawah seorang Kontroleur der 1ste klasse yang bernama N. van der Stok.[4] Dewasa ini wilayah distrik ini telah berkembang menjadi Kabupaten Balangan.
PendudukPenduduk asli Batang Balangan merupakan penduduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Balangan yang telah ditaklukan oleh mantri panganan Aria Magatsari atas perintah maharaja Negara Dipa yaitu Ampu Jatmaka yang bergelar Maharaja di Candi. Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan pula:
Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Balangan atau Orang Lampihong atau Puak Balangan. Masyarakat ini mengambil banyu badudus di bekas mata air/sungai pancar di kaki gunung Batu Piring yang dianggap keramat, yaitu tempat mengambil betung batulis sebagai tiang mahligai Putri Junjung Buih. Suku Dayaknya merupakan bagian dari Suku Dayak Meratus yang disebut Dayak Pitap. Selain itu juga terdapat sub etnis Dayak Maanyan yang disebut suku Dayak Dusun Halong. Dayak PitapSuku Dayak Pitap adalah Masyarakat Adat Dayak yang biasanya dikategorikan sebagai bagian dari suku Dayak Meratus/suku Dayak Bukit yang mendiami kecamatan Tebing Tinggi, Balangan, Kalimantan Selatan.
Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat berdasarkan agama Kaharingan, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya. Sungai Pitap itu sendiri awalnya bernama sungai Kitab. Menurut keyakinan mereka, ditanah merekalah turunnya kitab yang menjadi jadi rebutan. Oleh datu mereka supaya ajaran kitab tersebut selalu ada maka kitab tersebut ditelan/dimakan atau dalam istilah mereka dipitapkan, sehingga ajaran agama mereka akan selalu ada di hati dan ada di akal pikiran. Kata kitab pun akhirnya berubah menjadi pitap sehingga nama sungai dan masyarakat yang tinggal kawasan tersebut berubah menjadi Pitap. Sedangkan sebutan Dayak ini mengacu pada kesukuan mereka. Oleh beberapa literatur mereka dimasukkan kedalam rumpun Dayak Bukit, namun pada kenyataanya mereka lebih senang disebut sebagai orang Pitap atau Dayak Pitap, ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di Meratus. Para leluhur masyarakat Dayak Pitap mula-mula tinggal di daerah Tanah Hidup, yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Kotabaru (dipuncak pegunungan Meratus). Tanah hidup menjadi wilayah tanah keramat yang diyakini sebagai daerah asal mula leluhur mereka hidup. Secara administratif, orang Dayak Pitap berada di 3 Desa yaitu Dayak Pitap, Langkap dan Mayanau pada Kecamatan Tebing Tinggi, Balangan. Semula merupakan satu Dayak Pitap memiliki pemerintahan sendiri dengan pusat pemerintahan berada di Langkap. Dengan adanya peraturan sistem pemerintahan desa pada tahun 1979 dibentuk pemerintahan desa Dayak Pitap dengan pusat pemerintahan waktu itu berada di Langkap. Dayak Pitap terbagi terdiri dari 5 kampung besar yaitu
Kemudian tahun 1982 wilayah Dayak Pitap dibagi menjadi 5 desa, berdasarkan peraturan menteri dalam negeri no 2/tahun 1980 tentang pedoman pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan kelurahan dan peraturan menteri dalam negeri no 4 tahun 1981 tentang pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa . Selanjutnya berdasarkan Sk camat tahun 1993 kampung Ajung digabung ke Iyam. Tahun 1998 kampung Iyam dan kampung Kambiyain digabungkan jadi satu dengan kampung Ajung dengan pusat pemerintahan di Ajung Hilir. Secara geografis, wilayah Dayak Pitap berada di bentangan pegunungan Meratus yang terletak antara 115035'55" sampai 115047'43" Bujur timur dan 02025'32" sampai 02035'26" Lintang selatan. Jarak desa ke ibu kota kecamatan 35 Km, Jarak desa ke ibu kota Kab. 48 Km dan jarak desa ke ibu kota provinsi 231 Km. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru, sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Batu dan Desa Auh, sebelah utara berbatasan dengan Halong, Balangan dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru dan Kecamatan Batang Alai Selatan, Hulu Sungai Tengah. Pranala luar
BahasaBahasa yang digunakan pada Distrik Balangan (atau Paringin) adalah bahasa rumpun Dayak yaitu bahasa Dayak Maanyan, bahasa Dayak Dusun Deyah, bahasa Dayak Pitap dan bahasa Banjar (dialek Paringin).
|