Distrik AlabioAlabio (Banjar: Halabiu) adalah wilayah administrasi historis setara kecamatan Onderafdeeling zaman kolonial Hindia Belanda. Wilayah Alabio saat ini sekarang bernama Kecamatan Sungai Pandan dan kecamatan sekitarnya di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Namun nama Alabio lebih dikenal ketimbang nama Sungai Pandan itu sendiri. Pada masa kesultanan Banjar, daerah Alabio merupakan sebuah lalawangan dari keadipatian Banua Lima. Pada tahun 1861 pada masa kolonial Hindia Belanda, lalawangan Alabio digabung ke dalam Distrik Amonthaij, Soengei benar dan Álabioe (disingkat Distrik Amuntai). Dalam tahun 1861 Kiai Toemenggoeng Djaija Negara yang menjabat sebagai Distrikhoofd te Amonthaij, Soengei Benar en Álabioe.[1][2] Dalam tahun 1899, Distrik Alabio merupakan distrik tersendiri sebagai pemekaran dari Distrik Amuntai. Dalam tahun 1899 Distrik Alabio dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu Kiai Ismail.[3]
PendudukSuku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Alabio (Urang Halabiu'). Alabio sangat terkenal dengan itik alabio, yang terkenal sampai mancanegara, terutama Malaysia. Orang-orang Alabio sejak dahulu terkenal sebagai para pedagang sukses. Sampai sekarang di wilayah Kalsel terdapat istilah ma-halabiu, sebuah istilah yang mengarah pada salah satu kehebatan orang Alabio dalam merangkai kata. Penduduk Alabio dikenal sebagai pedagang ulung.[5] GagelangDaerah Alabio (Halabiu) pada zaman kerajaan Hindu disebut Gagelang. Kawasan Danau Panggang yang termasuk kawasan Alabio merupakan bekas pusat Kerajaan Kuripan. PerkembanganSekarang ini bekas wilayah distrik ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara. Referensi
|