Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus serta pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan vokasi, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus.[1] Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, direktorat jenderal ini juga memiliki tujuh B/BPPMPV yang tersebar di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. FungsiDirektorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus menyelenggarakan fungsi:[1]
Susunan OrganisasiDirektorat Jenderal Pendidikan Vokasi terdiri atas:
Daftar Direktur Jenderal
SejarahPendidikan vokasi di Indonesia telah dimulai saat pendudukan Belanda. Sekolah berorientasi kejuruan yang didirikan pertama kali adalah Akademi Pelayaran (Academie der Marine) pada tahun 1743. Pada tahun 1853, pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan sekolah kejuruan, yaitu Ambachts School van Soerabaia (Sekolah Pertukangan Surabaya), disusul kemudian oleh sekolah serupa di Jakarta pada tahun 1856. Dari Sekolah Pertukangan, kemudian berkembang lagi Pendidikan Kejuruan Pertanian. Lalu dibangun Pendidikan Kejuruan Teknik, yang mengembangkan keahlian seperti keahlian bangunan, keahlian pertambangan, pendidikan masinis, dan lain-lain. Setelah era kemerdekaan, sebelum 1969 telah ada 126 STM di samping 565 Sekolah Teknik (ST) dengan tujuan memberikan pelatihan teknik. Namun tujuan pendidikan tidak ditetapkan secara jelas sehingga tidak sesuai dengan kesempatan kerja bagi para lulusannya. Era 1970-an, SMK mulai menjadi perhatian yaitu sekolah yang disiapkan untuk menciptakan generasi muda siap kerja. Kala itu muncul Kurikulum SMK tahun 1976/1977 sebagai panduan pendidikan anak STM dan SMK lainnya. Era 2000-an, SMK tumbuh pesat karena hubungan dengan pihak industri semakin baik. Pendirian Politeknik dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Republik Indonesia dengan Republik Konfederasi Swiss 6 Desember 1973 hasilnya adalah berdirinya Politeknik Mekanik Swiss (PMS-ITB). Pendidikan Politetknik pertama kali diselenggarakan dengan program D3 pada Januari 1976. Proyek Politeknik I dilaksanakan melalui IDA Credit Agreement No. 869-IND tanggal 29 Desember 1978, yang ditandai dengan pembangunan enam Politeknik baru dan sebuah Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik di Bandung. Perkembangan Pendidikan Tinggi Vokasi berlanjut pada tahun 1990 melalui Proyek Politeknik II. Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2019 dan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9 Tahun 2020. Awalnya terdiri atas 5 unit eselon 2. Pada tahun 2021, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 28 Tahun 2021, struktur ini diubah menjadi 6 unit eselon 2, dengan tambahan 7 UPT, 44 politeknik negeri, dan 5 akademi komunitas negeri di bawah naungannya. Perguruan Tinggi Negeri VokasiDirektorat Jenderal Pendidikan Vokasi mengelola 49 politeknik dan akademi komunitas yang menyelenggarakan pendidikan tinggi vokasi di seantero Indonesia, yakni:
Unit Pelaksana TeknisDirektorat Jenderal Pendidikan Vokasi mengelola 7 B/BPPMPV, dengan rincian 6 Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) dan 1 Balai Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BPPMPV) yang melaksanakan tugas pengembangan dan penjaminan mutu pendidikan vokasi, khususnya SMK di Indonesia, yakni:
Pranala luar
Peraturan terkaitReferensi |