Dilmun
Dilmun, atau Telmun,[2] adalah nama sebuah negeri kuno yang dihuni oleh masyarakat penutur bahasa Semit. Nama negeri Dilmun berulang kali muncul dalam catatan-catatan sejarah yang berasal dari peradaban Mesopotamia semenjak milenium ke-3 SM. Dilmun dianggap sebagai salah satu peradaban tertua di kawasan Timur Tengah.[3][4] Menurut catatan-catatan peninggalan peradaban Mesopotamia, Dilmun terletak di Teluk Persia pada jalur niaga antara Mesopotamia dan Peradaban Lembah Sungai Indus, berhampiran dengan laut dan dekat dari sumur-sumur artesis.[1][5] Dilmun pernah menjadi sebuah pusat niaga yang utama. Pada puncak kejayaannya, Dilmun menguasai jalur-jalur niaga di Teluk Persia.[1] Menurut beberapa teori modern, Dilmun dianggap sebagai tempat keramat oleh orang Sumeria,[6] namun anggapan sebagai tempat keramat ini tidak pernah dijumpai dalam peninggalan-peninggalan tertulis yang sudah ditemukan. Oleh orang Mesopotamia, Dilmun disebut-sebut sebagai rekanan dagang, sumber logam tembaga, dan sebuah entrepot niaga. Para pengkaji sepakat bahwa wilayah negeri Dilmun meliputi Bahrain, Kuwait,[7][8] Qatar, dan kawasan pesisir Provinsi Timur Arab Saudi.[9] Tentunya lingkup wilayah inilah yang disebut "Dilmun" dalam daftar negeri taklukan Raja Sargon dan anak cucunya. Hikayat Sumeria tentang Taman Firdaus Dilmun mungkin saja merupakan sumber ilham bagi penulisan riwayat Taman Eden.[10][11][12] SejarahDilmun menjadi salah satu pusat niaga utama sejak akhir milenium ke-4 sampai pada 800 SM.[1] Pada puncak kejayaannya, Dilmun menguasai jalur-jalur niaga di Teluk Persia.[1] Dilmun mengecap kemakmuran besar selama 300 tahun pertama milenium kedua.[13] Kekuasaan niaga Dilmun mulai merosot antara 1000 sampai 800 SM akibat dari kian maraknya perompakan di Teluk Persia. Pada 600 SM, Dilmun menjadi jajahan Kekaisaran Babilonia Baru dan kemudian menjadi jajahan Kekaisaran Persia. Negeri Dilmun merupakan pusat kegiatan niaga yang menghubungkan kegiatan pertanian tradisional di lahan-lahan negeri itu—yang masih sangat subur kala itu karena sumur-sumur artesisnya belum mengering dan iklimnya masih lebih lembap—dengan kegiatan perniagaan bahari antarkawasan seperti Meluhha (Lembah Sungai Indus), Magan (Oman), dan Mesopotamia.[4] Peradaban Dilmun pertama kali disinggung dalam tulisan-tulisan pada loh-loh lempung dengan menggunakan aksara baji dan bahasa Sumeria bertarikh akhir milenium ke-3 SM, yang ditemukan di kuil Dewi Inana di kota Uruk. Kata sifat Dilmun digunakan secara khusus untuk menerangkan sejenis kapak; selain itu ada pula sebuah daftar pembagian jatah wol kepada orang-orang yang berkaitan dengan Dilmun.[14] Salah satu prasasti paling awal yang menyebut-nyebut Dilmun adalah yang berasal dari Raja Ur-Nanshe dari Lagash (sekitar 2300 SM) ditorehkan dalam lubang purus pada lapik daun pintu: "Kapal-kapal Dilmun mengantarkan kepadanya kayu sebagai upeti dari negeri-negeri asing."[15] Dilmun disebut-sebut dalam dua surat yang ditemukan di Nippur, berasal dari masa pemerintahan Burnaburiash II (sekitar 1370 SM), pada era dinasti Kass di Babilon. Surat-surat ini dikirimkan seorang pejabat provinsi di Dilmun bernama Ilī-ippašra kepada sahabatnya Enlil-kidinni, gubernur Nippur. Nama kedua orang ini adalah nama-nama orang Akkadia. Surat-surat ini dan juga dokumen-dokumen lain menunjukkan adanya hubungan administratif antara Dilmun dan Babilon di kala itu. Setelah runtuhnya dinasti bangsa Kass, dokumen-dokumen Mesopotamia tidak lagi menyebut-nyebut Dilmun kecuali sebuah prasasti Asyur dari tahun 1250 SM yang memproklamirkan raja Asyur sebagai raja Dilmun dan Meluhha, serta Laut Bawah dan Laut Atas. Prasasti-prasasti Asyur memuat keterangan mengenai upeti yang dipersembahkan Dilmun. Ada beberapa prasasti Asyur dari milenium pertama SM yang mengindikasikan keberdaulatan Asyur atas Dilmun.[16] Salah satu dari situs-situs awal yang ditemukan di Bahrain memperlihatkan bahwa agaknya Sanherib, raja Asyur (707–681 SM), telah menyerang kawasan timur laut Arabia dan merebut pulau-pulau Bahrain.[17] Referensi paling mutakhir mengenai Dilmun berasal dari era dinasti Babilonia Baru. Catatan-catatan administrasi Kekaisaran Babilonia Baru, berpenanggalan 567 SM, menyatakan bahwa Dilmun berada di bawah kendali raja Babilon. Nama Dilmun tidak lagi disebut-sebut setelah runtuhnya Babilon pada 538 SM.[16] Cap bundar khas "Teluk Persia" yang distempelkan (bukannya digelindingkan) diketahui berasal dari Dilmun, yang ditemukan di Lothal di Gujarat, India, serta Failaka, dan juga di Mesopotamia, merupakan bukti kuat akan adanya perniagaan laut jarak jauh. Apa saja yang diperdagangkan belum banyak diketahui: kayu dan kayu berharga, gading, lapis lazuli, emas, dan barang-barang mewah seperti batu carnelian dan manik-manik batu berglazur, mutiara dari Teluk Persia, tatahan cangkang kerang dan tulang, termasuk dalam barang-barang yang dikirim ke Mesopotamia sebagai penukar untuk perak, timah, bahan sandang dari wol, minyak zaitun dan biji-bijian. Tembaga batangan dari Oman dan aspal yang muncul secara alami di Mesopotamia boleh jadi telah dipertukarkan dengan bahan sandang katun dan unggas ternakan, yakni produk-produk utama wilayah Indus yang tidak dihasilkan sendiri di Mesopotamia. Bukti-bukti semua barang dagangan ini telah ditemukan. Nilai penting dari perniagaan ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa bobot dan ukuran yang digunakan di Dilmun identik dengan yang digunakan di Indus, bukan dengan yang digunakan di Mesopotamia selatan. Sehubungan dengan penambangan dan peleburan tembaga, Umm an-Nar dan Dalma di Uni Emirat Arab, serta Ibri di Oman secara khusus memiliki posisi penting.[18] Beberapa kapal Meluhha boleh jadi telah berlayar langsung ke bandar-bandar Mesopotamia, namun menjelang periode Isin-Larsa, Dilmun memonopoli perdagangan. Museum Nasional Bahrain berpendapat bahwa "zaman keemasan" Dilmun berlangsung kira-kira 2200–1600 SM. Reruntuhan-reruntuhan yang ditemukan di kawasan Teluk Persia boleh jadi adalah peninggalan Dilmun.[19] Penduduk, bahasa, dan agamaPenduduk Dilmun adalah bangsa Semit yang menunjukkan ciri-ciri Amori; mereka menggunakan aksara paku Sumeria,[20] dan menuturkan bahasa yang mungkin adalah salah satu dialek bahasa Akkadia, atau yang serumpun dengan bahasa Akkadia, atau mungkin pula yang sangat dipengaruhi oleh bahasa Akkadia.[21][22] Dewa utama Dilmun bernama Inzak, dan dewi pasangannya bernama Panipa.[23] MitologiDi awal epos "Enmerkar dan Penguasa Aratta", peristiwa-peristiwa utama, yang berpusat pada usaha Enmerkar membangun ziggurat di Uruk dan Eridu, dikisahkan berlangsung pada masa "sebelum Dilmun didirikan". Dilmun, yang kadang-kadang digambarkan sebagai "tempat matahari terbit" dan "negeri orang-orang yang hidup", merupakan latar belakang bagi beberapa versi Mitos penciptaan Sumeria, dan tempat Utnapistim (Ziusudra), pahlawan air bah Sumeria yang didewakan itu, diangkat oleh para dewa ke dalam kehidupan abadi. Dalam terjemahan Kejadian Eridu karya Thorkild Jacobsen, Dilmun disebut sebagai "Gunung Dilmun" yang katanya adalah suatu "negeri semi-khayali nun jauh".[24] Dilmun disebut pula dalam Epos Enki dan Ninhursag sebagai tempat terjadinya penciptaan. Enuma Elis, mitos penciptaan versi Babilonia, menyebut tempat terjadinya penciptaan sebagai tempat di mana air asin yang dipersonifikasikan sebagai Tiamat bertemu dan bercampur dengan air tawar yang dipersonifikasikan sebagai Abzu. Bahrain dalam bahasa Arab berarti "air kembar", tempat air tawar dari akuifer Arabia bercampur dengan air asin Teluk Persia. Janji Enki kepada Ninhursag, Ibu Pertiwi:
Ninlil, dewi udara dan angin selatan Sumeria berdiam di Dilmun. Sekalipun demikian, diperkirakan pula bahwa Gilgames harus melintasi Gunung Masyu untuk mencapai Dilmun dalam Epos Gilgames, yang biasanya disamakan dengan seluruh rangkaian pegunungan Libanon dan Anti-Libanon, dengan celah sempit di antara pegunungan-pegunungan ini sebagai terowongannya.[25] LokasiSekalipun para pakar sepakat bahwa Dilmun kuno meliputi tiga lokasi yang ada sekarang—kawasan pasang-surut di pesisir timur Arabia mulai dari wilayah di sekitar Kuwait sekarang ini sampai ke Bahrain; pulau Bahrain; Pulau Failaka di sebelah timur Kuwait—beberapa peneliti telah mecermati pula geografi lubuk laut yang berbeda secara radikal sebagaimana yang tampak di Teluk Persia sebelum tenggelam akibat naiknya permukaan laut pada sekitar 6000 SM.[26] Pada 1987, Theresa Howard-Carter mengemukakan pendapatnya bahwa Dilmun dari zaman ini mungkin adalah sebuah tell yang belum teridentifikasi di dekat Shatt al-Arab antara Qurnah dan Basra di Irak saat ini.[27] Sejalan dengan proposal Howard-Carter, telah diketahui bahwa kawasan ini memang terletak sebelah timur Sumer ("tempat matahari terbit"), dan tepian sungai tempat anak-anak dara Dilmun telah digagahi terletak sejajar dengan Sungai Shatt al-Arab yakni di tengah-tengah rawa. "Muara sungai-sungai" yang konon merupakan lokasi Dilmun bagi Howar-Carter adalah pertemuan aliran Sungai Tigris dan Sungai Efrat di Qurnah. Terhitung sejak 2008, para arkeolog gagal menemukan situs yang berasal dari kurun waktu antara 3300 SM (Uruk IV) sampai 556 SM (era Babilonia baru), yakni kurun waktu munculnya Dilmun dalam peninggalan-peninggalan tertulis. Menurut Hojlund, tidak ada pemukiman manusia yang di daerah pasang-surut Teluk Persia yang berasl dari 3300–2000 SM. Dengan demikian pada 2008, para arkeolog tidak berhasil menemukan situs perkiraan lokasi Dilmun yang berasal dari kurun waktu ketika Dilmun pertama kali muncul dalam naskah-naskah kuno (3300–2000 SM). Akan tetapi baru-baru ini telah diketahui bahwa pada 2000 SM, orang-orang Mesopotamialah yang menghuni Pulau Failaka.[28] Failaka menyimpan banyak bangunan bergaya Mesopotamia, sama seperti yang telah ditemukan di Irak yang berasal dari kurun waktu sekitar 2000 SM.[28] Pada sebuah situs di Teluk Kuwait, telah ditemukan sebuah model kapal layar yang diperkirakan berasal dari ca. 4000 SM. Menurut Michael Rice, diyakini bahwa masyarakat di teluk kuno itu adalah orang-orang yang pertama kali mengembangan kapal layar lintas samudra.[29] Teori Taman EdenPada 1922, Eduard Glaser mengemukakan teori bahwa Taman Eden terletak di Arabia Timur di dalam peradaban Dilmun.[30] Seorang pakar arkeologi Timur Tengah, Juris Zarins, juga meyakini bahwa Taman Eden terletak di Dilmun dekat pantai terdalam dari Teluk Persia, tempat Sungai Tigris dan Sungai Efrat bermuara di laut, berdasarkan kajian yang dilakukannya atas daerah ini dengan menggunakan informasi dari berbagai sumber, termasuk citra-citra Landsat dari luar angkasa. Menurut teori ini, Gihon dalam Alkitab sesuai letaknya dengan dengan Karun di Iran, dan Sungai Pison sesuai letaknya dengan jaringan sungai Wadi Batin yang pernah dialiri air namun kini kering, tetapi suatu ketika dulu merupakan bagian penting dari Semenanjung Arab yang cukup subur.[31] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|