Demam serbuk bunga di JepangDemam serbuk bunga di Jepang (花粉症 , kafunshō, "Penyakit serbuk sari") adalah alergi terhadap serbuk dari Cryptomeria japonica (dikenal sebagai 杉 ([Sugi] Error: {{nihongo}}: text has italic markup (help)) di Jepang dan diterjemahkan sebagai "Cedar") dan Cemara Jepang (dikenal sebagai ヒノキ ([Hinoki] Error: {{nihongo}}: text has italic markup (help))). Kedua tanaman tersebut merupakan spesies tanaman asli Jepang. Kejadian ini disebut juga sebagai Demam/alergi musim semi, karena yang tumbuhan tersebut mekar pada musim semi dan sedang mengalami proses penyerbukan. GejalaGejala utamanya antara lain mata terbakar, bersin-bersin, dan hidung meler.[1] Mayoritas orang bereaksi terhadap serbuk cedar, karena banyak laporan demam alergi setiap tahunnya. Proses mekarnya tumbuhan tersebut terjadi antara bulan Januari dan Maret, tergantung keadaan pada daerah setempat. Sehingga barang yang paling populer di apotek pada musim semi adalah masker dan obat demam. Latar belakangInti permasalahannya ini adalah karena upaya reboisasi Jepang setelah Perang Dunia II. Sehingga sebelum tahun 1960-an, tidak pernah terjadi hal sedemikian rupa. Pohon yang disuruh untuk ditanam adalah (Cryptomeria japonica & Cemara Jepang) merupakan bahan konstruksi yang sangat penting sehingga tanaman tersebutlah yang dipilih untuk ditanam secara massal.[2] Tetapi sayangnya pada tahun 1970-an dan 1980-am, material bangunan impor yang lebih murah menyebabkan pemesanan kayu Cryptomeria japonica dan Cemara Jepang menurun drastis. Walhasil, kedua tanaman tersebut semakin membludak jumlahnya dan berakibat meningkatnya produksi serbuk tiap musim semi, sehingga terjadilah alergi demam serbuk nasional.[3] DampakJepang diperkirakan kehilangan sekitar 200 miliar yen ($ 1,8 miliar) tahun 2018 ini karena alergi yang dipicu oleh serbuk sari tersebut. Menurut Toshihiro Nagahama, kepala ekonom Dai-Ichi Life Research Institute, itu disebabkan karena lebih sedikit orang yang ingin keluar, sehingga menunrunkan tingkat konsumsi, pekerja yang cuti karena sakit, atau jika mereka berhasil datang bekerja, mereka akan menjadi kurang produktif.[4] KomersialPotensi industri dalam layanan dan produk yang membantu orang menghadapi demam telah berkembang pesat di Jepang. Hal ini termasuk:
Penjualan obat anti demam musim semi pun dapat mencapai 20 miliar yen ($ 184 juta) pada Maret 2018, menurut perusahaan riset medis Jepang, Anterio, tingkat tertinggi dalam 10 tahun dan peningkatan 50% dari bulan yang sama tahun sebelumnya.[butuh rujukan] PenanggulanganPihak berwenang telah mencoba menebang pohon yang memicu alergi dan menggantikannya dengan varietas serbuk sari rendah sebagai gantinya. 60 hektar setiap tahun sejak 2006, karena menumbangkan terlalu banyak pohon terlalu cepat dapat memicu tanah longsor dan banjir.[butuh rujukan] Referensi
Pranala luar |