pembatasan sosial dan ketidakstabilan pasar akibat pandemi COVID-19
Hasil
Kontraksi pertumbuhan ekonomi
Pandemi COVID-19 berpengaruh signifikan terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia.
Dampak terhadap perorangan
Upah minimum provinsi
Hingga 30 Oktober, 27 dari 34 provinsi memastikan tidak akan menaikkan upah minimum provinsi, terdiri dari Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Banten, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua, dan 9 provinsi yang belum diumumkan.[1] Sementara itu, Jawa Tengah memilih menaikkan upah minimum provinsi hingga 3,27%,[2] yang juga diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta hingga 3,54%.[3]
Dampak terhadap sektor ekonomi
Pertumbuhan ekonomi
Pada triwulan kedua, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga 5,32% untuk pertama kalinya sejak krisis finansial Asia 1997.[4][a]
Pariwisata
Pada Februari, Joko mempertimbangkan memberikan insentif berupa diskon hingga 30% bagi wisatawan dalam dan luar negeri.[5]
Sri Mulyani Indrawati menyebut pemulihan masih belum mampu mengatasi tekanan terhadap perekonomian.[9]
Kritik
Pengutamaan ekonomi dan kesehatan
Kritik terhadap pemulihan ekonomi seringkali menyasar kepada ekonomi yang lebih diutamakan daripada kesehatan.[10] Walau demikian, pemerintah menyebut penanganan kesehatan dan ekonomi dilakukan bersamaan.[11] Namun, Sri menegaskan musuh yang dihadapi saat ini adalah COVID-19.[12]
Catatan
^Sebagai perbandingan, Malaysia mengalami kontraksi hingga 17,1%, Filipina hingga 16,5%, Singapura hingga 13,2%, dan Thailand hinga 12,2%, sementara itu hanya Vietnam yang melaporkan pertumbuhan ekonomi hingga 0,36%.