Cemoro, Wonoboyo, Temanggung
Cemoro adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini berjarak sekitar 7 Km dari ibu kota kecamatan atau 31 Km dari ibu kota Kabupaten Temanggung. Desa Cemoro berada di perbatasan dengan Kabupaten Wonosobo. Batas wilayahBatas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
SejarahDesa cemoro merupakan kesatuan dari dua desa yang berdampingan, yaitu desa Dadapan, dan desa Cemoro. Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu kedua desa tersebut adalah desa kecil yang mempunyai batas batas tertentu. Kedua desa tersebut mempunyai sejarah yang berbeda, baik pendiri maupun sejarah terjadinya . a) Desa Dadapan Bahwa pada zaman dahulu pada pasca perang Diponegoro ada beberapa pengikut setianya yang tidak mau menyerah pada penjajah, maka para kesatria tersebut melarikan diri ke utara. Pada suatu saat sampailah para rombongan pengikut Diponegoro tersebut sampai di suatu daerah yang benyak tumbuh pohon dadap dan daerah tersebut ternyata sudah ada yang menghuni yaitu seorang janda, maka salah satu dari pengikut Diponegoro menikah dengan janda tersebut dan menetap, dan daerah tersebut dinamakan Desa Dadapan, tetapi siapa yang menjadi kepala desa tidak diketahui. Desa Dadapan haya ada satu dusun yaitu dusun dadapan. b) Desa cemoro Beda halnya dengan desa Dadapan dari Desa Cemoro membawahi beberapa dusun yaitu dusun Tempel, Dusun Cemoro Tengah (sekarang dusun cemoro timur dan dusun Cemoro kulon (sekarang Cemoro Barat), tetapi juga tidak dapat menceritakan siapa Kepala Desa pertama. Kata Cemoro diambilkan dari nama pohon yang banyak tumbuh di daerah tersebut yaitu pohon cemara (dalam bahasa jawa poadalah pohon cemoro). Dan pohon-pohon tersebut seiring berjalannya waktu habis di tebang dan hanya tertinggal satu pohon yang paling besar yang merupakan punden Desa Cemoro dan beberapa pohon yang tertinggal di areal makam desa. Dikisahkan bahwa dahulu di desa cemoro ini ada sepasang orang sakti yang bernama Kyai Tjokro Tanoe Wijoto dan istrinya yang bertapa dan menetap di suatu daerah yang merupakan hutan cemara, alkisah dia setelah selesai bertapa dan mendapatkan wangsit untuk menetap di daerah tersebut. Kyai Tjokro Tanoe Wijoto kemudian menebang beberapa pohon cemara untuk dijadikan rumah. Dengan menetapnya Kyai Tjokro Tanoe Wijoto maka datang pula beberapa pengembara yang ingin berguru kepada dia, ternyata yang berguru kepada dia bukan hanya para lelaki namun juga ada yang perempuan. Seiring dengan berjalannya waktu para murid dari dia ada yang beberapa yang menikah dan menetap juga di daerah tersebut, setelah banyak yang menetap di daerah tersebut dan terbentuklah sebuah perkampungan kecil yang kemudian oleh Kyai Tjokro Tanoe Wijoto diberi nama Desa Cemoro (Dukuh Cemoro). Pada suatu waktu karena banyak pepohonan yang di tebang untuk dijadikan rumah, maka terjadi bencana longsor karena Desa Cemoro terletak pada perbukitan yang terjal, tetapi anehnya longsoran tersebut walaupun membawa rumah tetapi tidak hancur apalagi rusak, malah rumah tersebut menempel di daerah yang agak landai di bawah dukuh cemoro dan kemudian dikenal dengan dukuh cemoro bawah yang kemudian berubah nama menjadi dukuh tempel. Dan pesebaran rumah yang ada didukuh cemoro yang saling berjauhan dan menjadi dua blok yang kemudian dikenal dengan dukuh cemoro kulon. Dan dikarenakan Kyai Tjokro Tanoe Wijoto adalah yang mula-mula berada di dukuh cemoro maka dia dijadikan sesepuh di dukuh tersebut. Dengan berjalannya waktu seiring dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro oleh belanda maka salah seorang perwira yang lari bersama rombongan yang menetap di desa dadapan sampai pula di dukuh cemoro dan kemudian kawin dengan gadis dukuh cemoro. Perwira tersebut oleh penduduk desa cemoro mada masa kini mengenal dengan nama Mbah Dengkuk. Dan Mbah Denguk ini yang kemudian banyak menurunkan kepala desa(lurah) yang ada di cemoro. c) Sejarah penyatuan Desa Seperti yang telah diceritakan diatas bahwa desa cemoro adalah kesatuan dari dua desa kecil yang berdapingan. Setelah desa tersebut bersatu maka pusat pemerintahan resmi bertempat di dusun Cemoro dikarenakan pimpinan rombongan dari kraton mataram pemimpinnya ada di dukuh cemoro. Dan nama desa memakai Cemoro, di harapkan bahwa nama cemoro akan membawa pengayoman dan kekuatan dan kesejahteraan pada warganya. Setelah kedua desa tersebut bersatu hingga sekarang yang bisa diketahui hanya beberapa kades saja dan ini juga setelah kemerdekaan RI tahun 1945 yaitu ; Puspo Sudarmo (1947-1965), Dul Manam (1965-1979), Susamto (1979-1989), Bambang Sugiarto (1989-2007), Suwanto (2007-2013) dan Kristiwanto (2013-Sekarang) |