Carlos I dari Portugal
Dom Carlos I (pengucapan bahasa Portugis: [ˈkaɾluʃ]; Carlos Fernando Luís Maria Víctor Miguel Rafael Gabriel Gonzaga Xavier Francisco de Assis José Simão[1][2]; 28 September 1863 – 1 Februari 1908), dikenal sebagai Sang Diplomat (bahasa Portugis: o Diplomata), Sang Martir (bahasa Portugis: o Martirizado) dan Sang Oseanografer (bahasa Portugis: o Oceanógrafo)[3]. adalah Raja Portugal dari tahun 1889 hingga ia terbunuh pada tahun 1908. Carlos I adalah Raja Portugal pertama yang terbunuh setelah Raja Sebastian pada tahun 1578. KelahiranCarlos dilahirkan di Lisboa, Portugal sebagai anak dari Raja Luís dan Ratu Maria Pia. Ibunya merupakan putri dari Raja Italia, Vittorio Emmanuel II[4]. Carlos memiliki seorang saudara kandung laki-laki, Infante Afonso, Adipati Porto. Carlos telah diberikan pendidikan yang memadai sebagai bekal dan persiapan untuk menjadi seorang Raja. Pada tahun 1883, Carlos memulai perjalanan ke Italia, Britania Raya, Prancis dan Jerman untuk menambah pengetahuannya tentang peradaban modern pada waktu itu. Pada tahun 1883, 1886 dan 1888 Carlos ditunjuk menjadi Pemangku Raja karena ayahnya bertolak ke Eropa. Awalnya calon istrinya adalah salah satu anak dari Kaisar Jerman, Friedrich III, namun disebabkan permasalahan keyakinan yang tidak dapat diatasi, dan tekanan diplomatik dari pemerintah Inggris menghalangi pernikahan tersebut. Ia kemudian bertemu dan menikah dengan Putri Amélie dari Orléans, putri sulung Philippe, comte de Paris, penerus tahta Prancis[5]. Naik TahtaCarlos menjadi raja pada 19 Oktober 1889. Setelah adanya Ultimatum dari Britania Raya pada tahun 1890, sejumlah perjanjian ditandatangani oleh Carlos dan Penguasa Monarki Britania Raya. Satu perjanjian ditandatangani pada Agustus 1890 tentang Perbatasan Koloni antara Sungai Zambezi dan Sungai Kongo. Perjanjian lainnya ditandatangani 14 Oktober 1899, menegaskan perjanjian kolonial yang mengarah kembali ke abad 17. Perjanjian-perjanjian tersebut menstabilkan keseimbangna politik di Afrika dan mengakhiri klaim Portugal terhadap kedaulatan Peta Rosa[butuh rujukan]. Di dalam negeri, Portugal dinyatakan bangkrut dua kali (pada 14 Juni 1892 dan 10 Mei 1902). Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pergolakan, industri, sosial dan republiken. Kritisme media muncul terhadap monarki dan kerajaan Portugal. Sebagai Penguasa Monarki Portugal, Carlos kemudian mengangkat João Franco sebagai Perdana Menteri dan kemudian membubarkan parlemen[6]. Sebagai seorang patron dari ilmu pengetahuan dan kesenian, Raja Carlos aktif terlibat dalam perayaan 500 tahun kelahiran Pangeran Henrique sang Navigator pada tahun 1894. Ditahun setelahnya ia memberikan penghargaan kepada Penyair João de Deus dalam sebuah upacara di Lisboa[butuh rujukan]. Carlos juga tertarik dengan dunia penjelajahan maritim laut dalam. Ia sering menggunakan beberapa kapal kerajaan dalam perjalanan oseanografinya. Carlos juga mempublikasikan sebuah akun terkait dengan hasil studinya tentang oseanografi[6]. PembunuhanPada 1 Februari 1908, Keluarga Kerajaan Portugal bertolak kembali ke Lisboa dari Istana Kadipaten Vila Vicosa di Alentejo, tempat keluarga kerajaan menghabiskan musim berburu selama musim dingin. Rombongan kerajaan, bertolak menggunakan kereta api menuju Barreiro dan setelahnya menggunakan kapal uap untuk menyebrangi Sungai Tagus dan berlabuh di Cais do Sodré. Rombongan kerajaan kemudian bergerak menuju Istana Raja di pusat kota Lisboa dengan menggunakan kereta kuda terbuka melewati Terreiro do Paço yang menghadap ke sungai. Karena keadaan ketidakstabilan politik pada saat itu, Rombongan Raja Carlos I hanya dikawal oleh seorang perwira militer berkuda[7] yang juga menjadi kusir kereta kuda tersebut[8]. Saat melewati alun-alun, beberapa tembakan ditembakkan dari arah kerumunan warga yang berasal dari dua orang aktivis republiken, Alfredo Luís da Costa and Manuel Buíça[9]. Buíça yang merupakan bekas sersan tentara, menembakkan tembakan sebanyak lima kali dari sebuah senjata yang ia simpan dibalik jubahnya. Karena tembakan tersebut, Raja Carlos tewas ditempat, sementara Luís Filipe, Pangeran Kerajaan menderita luka parah dan Pangeran Manuel terluka dibagian lengannya. Sementara itu Ratu Amelíe selamat dari kejadian tersebut. Dua orang penembak itu kemudian berhasil ditembak ditempat oleh para tentara dan seorang warga sipil João da Costa ikut tewas akibat kejadian itu. Kereta kuda yang membawa rombongan raja kemudian berubah arah menuju gudang senjata angkatan laut dan Pangeran Luís Filipe wafat 20 menit setelah kejadian pembunuhan tersebut. Beberapa hari kemudian, Pangeran Manuel diumumkan sebagai Raja Portugal[10]. Kehidupan pribadi dan pernikahanCarlos I menikahi Putri Amélie dari Orléans pada tahun 1886. Putri Amélie merupakan anak dari Count Philippe dari Paris dan Putri Maria Isabella dari Orléans. Pasangan tersebut dikaruniai oleh tiga orang anak yaitu :
Carlos I juga diduga mempunyai beberapa hubungan percintaan diluar pernikahannya. Dari hubungan-hubungan tersebut Carlos I diduga mempunyai beberapa anak diluar pernikahan. Carlos I disinyalir juga mempunyai seorang putri yang ibunya berasal dari Amerika[11]. Hubungannya dengan Grimaneza Viana de Lima, seorang janda diplomat Brasil asal Peru, ia kemungkinan memiliki seorang putri bernama Maria Pia, yang lahir sebelum tahun 1902. Grimaneza adalah hasrat besar terakhirnya[12]. Diduga, ia juga memiliki, anak dari Maria Amélia Laredó e Murça dari Brasil, putri haram lainnya, lahir pada tahun 1907 dan juga dipanggil Maria Pia[13][14][15]. Selama hidupnya, Carlos I tidak pernah secara resmi mengakui ayah dari anak haram mana pun, meskipun faktanya dia sendirilah yang bertanggung jawab memicu kecurigaan terhadap anak haramnya[16]. Daftar Referensi
|