Candi LarasCandi Laras adalah situs candi berukuran kecil yang terdapat di desa Candi Laras, Candi Laras Selatan, Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan yang ditemukan pada lokasi yang dinamakan penduduk dengan sebutan Tanah Tinggi yang terletak pada posisi koordinat 2°37′12″S 114°56′0″E / 2.62000°S 114.93333°E. Pada situs candi ini ditemukan potongan-potongan arca Batara Guru memegang cupu, lembu Nandini dan lingga. Semuanya disimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru. Letak candi ini tidak berada pada lokasi yang strategis, sehingga diperkirakan candi ini didirikan untuk maksud-maksud tertentu dan diperkirakan merupakan candi kenegaraan. Di dalam daerah yang berdekatan dengan candi ini, yaitu di daerah aliran sungai Amas ditemukan pula sebuah arca Buddha Dīpankara dan potongan batu yang bertuliskan aksara Pallawa yang berkaitan dengan agama Buddha, berbunyi "siddha" (selengkapnya seharusnya berbunyi "jaya siddha yatra" artinya "perjalanan ziarah yang mendapat berkat"). kalimat tersebut mengingatkan pada baris ke sepuluh prasasti kedukan bukit peninggalan kerajaan Sriwijaya abad ke 7 M "Sriwijaya jaya siddha yatra subhiksa". kemiripan kalimat pada kedua prasasti mungkin menunjukan adanya hubungan antara kerajaan Sriwijaya dengan Tapin. Situs purbakala Candi Laras ini diperkirakan dibangun pada 1300 Masehi oleh Jimutawahana, keturunan Dapunta Hyang dari kerajaan Sriwijaya. Jimutawahana inilah yang diperkirakan sebagai nenek moyang warga Tapin.[1] Sejarah dan fungsiBangunan Candi Laras sudah hancur, dan saat dilakukan penggalian hanya ditemukan sisa-sisa bata yang tidak lagi membentuk struktur, serta temuan terpisah seperti fragmen prasasti dan arca. Karena minimnya informasi yang tersedia, sulit untuk menentukan siapa yang membangun candi ini dan kapan pembangunannya dilakukan. Ekskavasi pada tahun 1997 menemukan tonggak kayu ulin yang sangat panjang. Berdasarkan temuan ini, diperkirakan Candi Laras dibangun menggunakan struktur bata yang didukung oleh balok kayu ulin. Untuk memperkirakan usia candi, para peneliti menggunakan data arkeologi yang relevan, seperti fragmen prasasti dan arca Buddha. Berdasarkan informasi dari laman Kemdikbud, benda-benda arkeologi pendukung Candi Laras terdiri dari arca babi dari batu alam, arca Buddha Dipangkara, dan fragmen batu tulis atau prasasti. Benda-benda arkeologi ini berukuran kecil dan ditemukan cukup jauh dari lokasi situs, sekitar 450-650 meter. Temuan arca Buddha DīpankaraBerdasarkan penemuan benda arkeologi yang ditemukan di sekitar situs ini berasal dari abad ke-8 atau ke-9.[2] Di daerah yang berdekatan dengan candi tersebut, yaitu di jalan Desa Baringin B dekat sungai Tambingkaran termasuk daerah aliran Sungai Amas ditemukan arca . Keadaanya sudah rusak bagian tangan kanan dan kedua kaki sudah patah. Arca Buddha itu dibuat dari bahan perunggu dengan ukuran lebar 8 cm dan tinggi 21 cm. Digambarkan berdiri memakai jubah yang disampirkan pada bahu kiri. Tangan kirinya ke depan sambil memegang ujung jubah. Wajahnya digambarkan agak bulat dengan mata sipit dan mulut dengan ujung bibirnya agak ke atas seperti pada wajah arca-arca Thailand. Melihat ciri wajahnya arca Buddha itu berlanggam Dwarawati yang berkembang pada sekitar abad ke-8 Masehi. Fragmen prasasti batu dengan tulisan beraksara Pallawa ditemukan di dasar Sungai Amas. Prasasti berbahasa Melayu Kuno ini yang berkaitan dengan “perjalanan suci”, berbunyi //… siddha…// (selengkapnya seharusnya berbunyi // jaya siddha yatra// artinya “perjalanan suci yang mendapat berhasil”). Prasasti siddhayatra ini kalau dilihat bentuk akasaranya sejaman dengan prasasti siddhayatra yang banyak ditemukan dari daerah Palembang, Dilihat dari gaya seni arca Buddha Dipaŋkara dan bentuk aksara pada fragmen prasasti diduga bahwa tempat itu sudah ada penduduk sejak abad ke-7-8 Masehi. Pada 2000 dilakukan penelitian radiokarbon C-14 dari sampel tonggak kayu ulin yang masih tertancap di lokasi aslinya, dan dihasilkan penanggalan sekitar abad ke-14 Masehi.[3] Candi Laras dibangun tahun 1400M.[4] Galeri
Pranala luar
Catatan kaki
|