Buniayu, Tambak, Banyumas
Buniayu adalah sebuah Desa di Kecamatan Tambak, Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia, yang berlokasi di sisi paling timur dari Kabupaten Banyumas dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kebumen. Desa Buniayu tergolong sebagai desa agraris karena sebagian penduduknya berpencaharian sebagai petani. Kondisi geografisWilayah Desa Buniayu berbukit-bukit serta bertanah subur karena diapit oleh dua sungai kecil, yaitu Sungai Ijo dan Sungai Manggis. Perekonomian pendudukMayoritas penduduk Desa Buniayu adalah petani, sementara sebagian kecil adalah PNS dan wirausahawan. Namun, sebagian besar pemudanya pergi merantau ke kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan kota besar lainnya di Sumatera, Kalimantan, dan Bali. Sebagian juga bekerja sebagai TKI di mancanegara. Para perantau sangat memberikan sumbangan terhadap kemajuan perekonomian Desa Buniayu. PertanianKondisi pertanian desa cukup berpotensi. Areal persawahan warga tersebar di sekeliling desa. Rata-rata panen padinya adalah dua kali per tahun serta diikuti penanaman palawija. Objek wisataDesa Buniayu hanya berjarak sekitar 40 km dari Objek Wisata Pantai Ayah/Logending, Kebumen. Desa juga dekat dengan Objek Wisata Goa Jatijajar dan Goa Petruk, Kebumen. AdministrasiLokasiLokasi desa ini berada di jalur utama Lintas Selatan Pulau Jawa, sekitar 27 Kilometer dari Kota Banyumas menuju Kota Magelang, atau 10 Kilometer sebelum Kota Gombong. Jalan utama desa berada di tengah-tengah lintasan Pereng, antara Kali Manggis dan Kali Ijo. Desa Buniayu dilewati lintasan Kereta Api jalur selatan. Terowongan Ijo yang pernah di pakai sebagai lokasi syuting film Kereta Api Terakhir hanya berjarak sekitar 50 meter dari tepi timur desa. Pembagian WilayahDesa Buniayu terbagi dari empat grumbul (dukuh), yaitu Bengkek, Binayu, Gandu, dan Guntur. Dukuh Bengkek merupakan dukuh yang paling padat dan maju secara fisik bangunan rumahnya. Namun dari sisi ekonomi, gerumbul Sigandu dan Guntur merupakan wilayah dengan ekonomi yang paling mapan, hal ini diketahui dari data bahwa lahan persawahan di Desa Buniayu, sebagian besar dimiliki oleh warga Sigandu dan Guntur. Wilayah desa Buniayu, terutama Sigandu dan Guntur adalah lahan subur, sementara wilayah Gerumbul Bengkek merupakan dataran yang berbukit, dengan kontur tanah miring dan tanah liat. Hal lain juga dapat dilihat dari Jamaah Haji yang berasal dari Desa Buniayu, umumnya berasal dari Sigandu dan Guntur, adapun strata ekonomi peringkat 3 ada di gerumbul Buniayu.
Sarana dan prasaranaTransportasi dan KomunikasiJalan di desa Buniayu sebagian sudah beraspal. Pada wilayah yang digunakan sebagai lahan pertanian, hampir seluruh jalan sudah dilapisi aspal. Desa Buniayu sudah memiliki saluran listrik dan telepon. KesehatanSarana Bidan Desa tersedia di Desa Buniayu, bahkan Bidan yang sebelumnya menjadi Bidan Desa, saat ini masih menetap di Desa Buniayu, sehingga ada 2 bidan yang praktek di desa ini. PendidikanDesa Buniayu memiliki fasilitas pendidikan berupa tiga SD Negeri, yaitu SDN Buniayu 1 sampai 3. Selain itu, juga tersedia satu TK dan satu SMP Swasta serta Pondok Pesantren. SDN Buniayu 1 termasuk ke dalam SD favorit hingga ke tingkat Kabupaten Banyumas. Para santri di Pondok Pesantren Miftahul Falah juga berasal dari desa-desa sekitar. Sebagian juga berasal dari luar Pulau Jawa, misalnya Palembang dan Lampung. Pendidikan yang diberikan setingkat dengan SLTP. KeagamaanTempat ibadah yang tersedia adalah lima Masjid Jami'e. LegendaPenduduk Desa Buniayu memiliki banyak cerita rakyat yang turun-temurun. Misalnya adalah legenda Panembahan Perawan Sunti yang konon menyatakan bahwa di Desa Buniayu akan selalu ada pemuda ataupun pemudi yang tidak menikah dalam satu masa. Asal Mula Nama Desa BuniayuKata Buniayu berasal dari kata dalam bahasa Jawa, yaitu "Ibune" (Ibunya) dan "Ayu" (cantik), sehingga secara utuh diterjemahkan sebagai Ibunya Cantik. Sebutan ini awalnya digunakan untuk menyebut seorang wanita pemimpin desa pada masa awal yang rela untuk tidak menikah demi memimpin desanya. Ibu ini kemudian disebut Perawan Sunti atau Perawan Suci karena tidak menikah hingga akhir hayatnya dan tetap mempertahankan kesuciannya. Konon, Ibu Sunti adalah putri dari Mbah Buyut Lekor, yaitu orang yang pertama kali membabat alas (membuka hutan) untuk membangun Desa Buniayu. Ia dikisahkan memimpin desa dengan sangat bijaksana, tetapi tegas dalam bersikap, bahkan rela mengorbankan kehidupannya demi warga desanya. Dalam kisah turun-menurun, Ibu Sunti dikatakan berkeliling desa dengan mengendarai kuda untuk menyambangi warganya. Makam Ibu Sunti berada di Grumbul Sigandu, sisi sebelah barat jalan. Sedangkan makam Mbah Buyut Lekor berada di sisi timur di dekat Kali Ijo. Makam Ibu Sunti disebut "Panembahan Perawan Sunti" dan Makam Mbah Buyut Lekor disebut "Panembahan Buyut Lekor". Makam Panembahan Perawan Sunti banyak didatangi para gadis untuk menyekar, bertawasul, dan berdoa agar dimudahkan mendapatkan jodoh. Ada himbauan dari Juru Kunci makam, jika ada gadis yang disakiti oleh lelaki karena cinta, sangat dilarang untuk datang ke Makam Panembahan Perawan Sunti. Jika larangan ini dilanggar, ada kepercayaan bahwa bila ia berdoa di makam ini dan menyebut nama pria yang menyakitinya, pria itu akan menjadi tergila-gila padanya dan obatnya adalah hanya dengan menikahinya. Ibu Sunti tidak ingin anak-cucunya tidak menikah karena sakit hati, karena ia sendiri tidak menikah karena perjuangannya dan lebih mementingkan warga desanya, daripada iia menikah kemudian meninggalkan warga yang dicintainya. Itulah sebabnya Ibu Sunti tidak rela jika anak-cucunya ada yang tidak menikah. Ia berpesan, "Biarlah Ibu sendiri yang menjadi perawan suci hingga akhir hayat." Namun, terdapat mitos bahwa akan ada yang meneruskan perjuangan Ibu Sunti dalam bidang sosial, yaitu dengan mengorbankan diri sendiri untuk tidak menikah. Ritual Limolasan di TalangRitual Limosan di Talang diadakan setiap bulan purnama di bulan Sya'ban, menjelang Ramadhan. Tradisi ini mulai menghilang perlahan sejak kurang lebih tahun 2005. Masyarakat sudah mulai melupakan seiring dengan perubahan generasi. Kondisi Talang sendiri sekarang sudah tidak seramai dulu. |