Bun upasBun upas (artinya menurut penduduk Dieng adalah embun racun) atau bisa juga disebut sebagai embun upas merupakan sebuah fenomena, ketika suhu menjadi sejuk, lantas turunlah embun-embun yang dingin lagi beku. Embun inilah yang menyelimuti tanaman kentang. Dinamai "upas" karena memang efeknya membuat kentang mati tersiakan Selayang pandangSecara garis besar, dataran tinggi Dieng terletak pada koordinat 109° 41’ 00’’—109° 58’ 00’’ Bujur Timur dan 07° 09’ 30’’—07° 17’ 00’’ Lintang Selatan, yang meliputi 6 kabupaten, 18 kecamatan dan 109 desa.[1] Kentang (Solanum tuberosum) sendiri merupakan kentang yang dapat ditanam pada ketinggian 500 mdpl. Namun demikian, tempat yang terbaik adalah jika ia ditanam pada ketinggian 1000–2000 mdpl dengan suhu 20°C. Karena itulah, Tengger masuk ke dalam daerah penanaman kentang.[2] Penanaman kentang di Dieng bermula pada tahun 1980an. Ketika Gunung Galunggung di Jawa Barat banyak menghancurkan pertanian daerah setempat, banyak petani sana yang berpindah dan sampai ke Dieng. Di situlah awal diperkenalkannya kentang ke Dieng. Perlahan tapi pasti, petani yang semula menanam tembakau dan jagung kemudian berpindah menanam kentang.[3] Kentang mengalami kejayaan pada tahun '80an. Menurut sebuah berita, 1 kg bibit kentang menghasilkan 20 kg panen, dan diketahui menurut sebuah laporan pada tahun 2012 bahwa sekilo kentang hanya menghasilkan panen 6–7 kg saja.[4] Selain kentang, Dieng juga mempunyai potensi pertanian dari tanaman lain berupa kubis, wortel, carica, dan lain-lain.[1] Tentang embun dan dampaknyaMengenai bun upas, embun ini adalah embun salju nan dingin yang menyelimuti dataran tinggi Dieng, di daerah Kabupaten Wonosobo. Embun ini berlangsung ketika musim kemarau memasuki puncaknya antara Juli-Agustus. Tanda-tandanya adalah akan adanya muncul uap di dataran, dan berlangsung pada pukul 04.00-05.30. Masyarakat sekitar tidaklah sakit karena embun ini, tetapi yang paling dikhawatirkan adalah keadaan kentang yang rawan mati.[5] Kentang menjadi basah, mengeras, kering, dan mati. Meskipun es akan mencair selepas terbit matahari, tetap saja ia meninggalkan dampak: daun kentang tiada lagi biru, tapi sudah coklat. Biasa keadaan mengeringnya daun akan diikuti mengeringnya batang, dan jika ia menyerang kentang yang di bawah 60 hari, maka akan dipastikan puso. Tapi jika lebih dari itu, tanaman akan kuat saja tapi jelas akan ada penurunan produksi. Fenomena embun upas ini biasa di kalangan petani setempat.[6][7] Selain merusak kentang, embun upas ini juga merugikan petani sayuran karena membuat bibit tanaman menguning dan mati.[8] Embun ini terjadi pada musim kemarau, di saat peluang turunnya hujan itu kecil, karena tiada banyaknya tutupan awan hujan di sekitar. Di saat seperti ini, energi panas matahari yang ada pada muka bumi terlepas begitu saja ke angkasa sehingga tiada pantulan panas yang diserap balik oleh bumi. Jika hal ini terus terjadi, udara akan tambah dingin dan embun upas bisa terjadi akibat pengaruh suhu yang signifikan. Kondisi yang amat dingin ini bisa mencapai 0 °C. Masyarakat Jawa juga mengenal perubahan kondisi suhu yang signifikan ini sebagai "musim bediding".[7][8] Ada yang mencoba mengaitkan fenomena ini dengan aphelion bumi, tetapi ketua LAPAN Thomas Djamaluddin menegaskan tidak adanya pengaruh signifikan aphelion dengan fenomena ini. Fenomena serupa inipun, juga terjadi Gunung Semeru dan Pegunungan Jayawijaya.[9] Fenomena ini menjadi terkenal dari Dieng lantaran potongan foto dan video fenomena ini menyebar lewat dunia maya. Banyak yang kaget ketika Dieng seakan terselimuti es.[6] Referensi
|