Buisan
Sultan Buisan adalah penguasa keenam Kesultanan Maguindanao, yang memerintah antara 1597-1619.[1][2] Ia kerap memerangi Spanyol dalam upayanya mengembangkan hegemoni Maguindanao atas wilayah kepulauan Bisaya.[1] Sebelum bergelar Sultan, ia juga disebutkan bergelar Kapitan Laut,[2] Datu,[3] serta Kaicil.[4] KeluargaBuisan adalah anak dari Datu Bangkaya, penguasa Kesultanan Maguindanao yang ketiga,[2] dan ibunya bernama Umbun, seorang wanita dari Slangan.[5] Anak-anak Bangkaya adalah Dimasangcay, Sarikula, dan Buisan, yang berturut-turut menjadi penguasa sesudahnya.[2] Mereka merupakan keturunan dari Syarif Muhammad Kabungsuwan, seorang Arab-Melayu yang menyebarkan agama Islam dan mendirikan Kesultanan Maguindanao pada tahun 1515.[2][6][7] Masa pemerintahanPada masa pemerintahan Buisan, Maguindanao membangun kerjasama yang erat dengan para penguasa lainnya di pulau Mindanao, Filipina selatan, antara lain dengan para rajah dan datu Buayan, Sangil (Ozamis), Tagolanda (Tagoloan), Cotabato, dan Taguima (Basilan); dalam menghadapi Spanyol dan para pribumi sekutunya.[8] Kesultanan Ternate juga sering saling membantu dengan Kesultanan Maguindanao dalam peperangan mereka melawan Spanyol.[7][8] Buisan memimpin serangan besar pertama pada tahun 1602, di mana 145 kapal perang menyerang Calamianes, Mindoro, dan Luzon selatan.[9] Pasukan Maguindanao dibantu oleh Datu Sirongan dari Buayan, serta pasukan sekutu lainnya dari Ternate, Sangihe, Basilan, dan Tagolanda.[9] Pada bulan Oktober 1603, Buisan kembali memimpin pasukan berkekuatan kurang lebih 1.000 orang dengan 50 kapal perang untuk menyerang datu-datu pulau Leyte.[3] Seminggu kemudian, ia kembali lagi dan meminta agar para datu Leyte bersekutu dengannya, dan tidak dengan Spanyol.[3] Banyak di antara para datu tersebut lalu mengikat persekutuan dengannya, dengan menggelar upacara adat.[3] Namun pada tahun 1605, sekutu utama Buisan yaitu Datu Sirongan dari Buayan menanda-tangani perjanjian damai dengan Spanyol, dan Spanyol mengakui Datu Sirongan sebagai penguasa tertinggi Maguindanao.[3] Buisan kemudian secara terpisah memperkuat benteng pertahanannya sendiri di pantai Cotabato.[10] Setelah itu, tercatat bahwa Buisan masih memimpin pengikut Maguindanaonya untuk melakukan serangan lagi, yaitu pada tahun 1608 ke Leyte, Samar, dan Negros.[9] PenerusDari istrinya Imbang, seorang wanita Slangan, Buisan mempunyai anak yang bernama Muhammad Dipatuan Kudarat.[5] Setelah Buisan wafat pada tahun 1619, Kudarat kemudian meneruskan kebijakannya dan bertahta menjadi penguasa Maguindanao selanjutnya.[1][2] Lihat pulaReferensi
|