BioetikaBioetika merupakan istilah yang relatif baru dan terbentuk dari dua kata Yunani (bios = hidup dan “ethos” = adat istiadat atau moral), yang secara harfiah berarti etika hidup. Bioetika dapat dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki mutu hidup. Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait. Sebagai sebuah etika rasional, bioetika bertitik tolak dari analisis tentang data-data ilmiah, biologis, dan medis. Keabsahan campur tangan manusia dikaji. Nilai transendental manusia disoroti dalam kaitan dengan sang pencipta sebagai pemegang nilai mutlak. Terkadang, istilah bioetika juga digunakan untuk mengganti istilah etika medis, yang mencakup masalah etis tentang ilmu-ilmu biologis seperti penyelidikan tentang hewan, serta usaha-usaha manipulasi spesies-spesies bentukan genetik non manusiawi. Acap kali, penggunaan istilah bioetika dan etika medis saling dipertukarkan. Dalam kajian ini, biologi, bioteknologi, ekologi, pertanian, kedokteran, politik, hukum, dan filsafat dimanfaatkan sebagai bahan baku perdebatan. Termasuk dalam pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya adalah definisi kematian, eutanasia dan hak untuk mati, pinjam-meminjam rahim, pemanfaatan gen organisme asing dalam tanaman pangan atau tanaman ekonomis lain, pemanfaatan benih dan tanaman obat dari masyarakat asli oleh organisasi multinasional, pembajakan biologis (biopiracy), dan penggunaan senjata biologi. Sejarah TerminologiIstilah bioetika pertama kali diperkenalkan pada tahun 1927 oleh Fritz Jahr, yang "diharapkan banyak menyumbang berbagai argumentasi dan diskusi dalam penelitian biologi kontemporer yang melibatkan hewan" dalam suatu artikel tentang "keniscayaan bioetika." Saat itu ia mengisyaratkan penggunaan bagi isu-isu ilmiah hewan dan tumbuhan. Pada tahun 1970, ahli biokimia Amerika Van Rensselaer Potter juga menggunakan istilah tersebut dengan makna yang lebih luas, yang mencakup solidaritas terhadap biosfer, sehingga menghasilkan etika global, suatu disiplin yang mewakili hubungan antara biologi, kedokteran, ekologi, dan nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka mencapai kelangsungan hidup baik manusia dan spesies hewan lainnya. Teknologi kedokteran berkaitan langsung dengan hidup matinya manusia, sedangkan kehidupan dan kematian manusia adalah suatu hal yang mempunyai kedudukan tinggi dalam nilai-nilai moral di mana pun. Sehingga, setiap perlakuan terhadapnya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari segi moral. Inilah dasar perkembangan bioetika dan ini pula alasannya mengapa kemajuan teknologi kedokteran selalu berhadapan dengan bioetika. Bioetika merupakan cabang ilmu biologi dan ilmu kedokteran yang menyangkut masalah di bidang kehidupan, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan kemungkinan timbulnya pada masa yang akan datang. Walaupun mungkin masih merupakan suatu istilah yang baru bagi kebanyakan orang, bioetika kini telah menjadi semacam gerakan baru yang melanda seluruh dunia. Kehadiran dan urgensinya tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahun, khususnya biologi dan ilmu kedokteran yang menimbulkan masalah-masalah etis yang luar biasa. Bioetika merupakan suatu disiplin keilmuan yang baru, yang merupakan kombinasi antara pengetahuan hayati (biologi) dengan pengetahuan sistem nilai manusia. Definisi ini sekaligus memberikan pula tujuan bioetika, yaitu membangun jembatan antara ilmu pengetahuan dan humaniora (kemanusiaan), membantu “kemanusiaan” untuk tetap selamat dan lestari, serta menyempurnakan dunia beradab. Bioetika merupakan studi interdisipliner tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi butan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian kesehatan pada manusia dan hewan percobaan. Tujuan dan Ruang LingkupBidang bioetika telah membahas banyak pertanyaan manusia; mulai dari perdebatan tentang batas-batas kehidupan (misalnya aborsi, euthanasia), surrogacy, alokasi sumber daya pelayanan kesehatan yang langka (misalnya donasi organ, penjatahan pelayanan kesehatan), hingga hak untuk menolak pelayanan kesehatan karena alasan agama atau budaya. Ahli bioetika sering tidak setuju di antara mereka sendiri mengenai batas-batas yang tepat dari disiplin mereka, memperdebatkan apakah bidang tersebut harus memperhatikan evaluasi etis dari semua pertanyaan yang melibatkan biologi dan kedokteran, atau hanya sebagian dari pertanyaan-pertanyaan ini.[1] Beberapa ahli bioetika akan mempersempit evaluasi etis hanya pada moralitas pelayanan kesehatan atau inovasi teknologi, dan waktu perawatan kesehatan manusia. Yang lain akan memperluas cakupan evaluasi etis untuk memasukkan moralitas dari semua tindakan yang mungkin membantu atau membahayakan organisme yang mampu merasakan ketakutan. Ruang lingkup bioetika dapat berkembang dengan bioteknologi, termasuk kloning, terapi gen, perpanjangan hidup, rekayasa genetika manusia, astroetika dan kehidupan di luar angkasa,[2][3] dan manipulasi biologi dasar melalui perubahan DNA, XNA, dan protein.[4] Perkembangan ini akan mempengaruhi evolusi masa depan, dan mungkin memerlukan prinsip-prinsip baru yang membahas kehidupan pada intinya, seperti etika biotik yang menghargai kehidupan itu sendiri pada proses dan struktur biologis dasarnya, dan mencari penyebarannya.[5] Panbiotik berusaha mengamankan dan memperluas kehidupan di galaksi. Sejarawan Yuval Noah Harari melihat ancaman eksistensial dalam perlombaan senjata dalam kecerdasan buatan dan rekayasa hayati dan dia menyatakan perlunya kerjasama yang erat antar negara untuk mengatasi ancaman oleh gangguan teknologi. Harari mengatakan AI dan bioteknologi dapat menghancurkan apa artinya menjadi manusia.[6] Prinsip-prinsipSalah satu bidang pertama yang ditangani oleh ahli bioetika modern adalah eksperimen manusia. Komisi Nasional untuk Perlindungan Subjek Penelitian Biomedis dan Perilaku Manusia awalnya didirikan pada tahun 1974 untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip etika dasar yang harus mendasari pelaksanaan penelitian biomedis dan perilaku yang melibatkan subjek manusia. Namun, prinsip-prinsip dasar yang diumumkan dalam Laporan Belmont (1979)—yaitu, menghormati orang, kebaikan dan keadilan—telah mempengaruhi pemikiran ahli bioetika di berbagai isu. Yang lain telah menambahkan non-maleficence, martabat manusia, dan kesucian hidup ke dalam daftar nilai-nilai utama ini. Secara keseluruhan, Laporan Belmont telah memandu penelitian ke arah yang berfokus pada melindungi subjek yang rentan serta mendorong transparansi antara peneliti dan subjek. Penelitian telah berkembang pesat dalam 40 tahun terakhir dan karena kemajuan teknologi, diperkirakan bahwa subjek manusia telah melampaui Laporan Belmont, dan perlu adanya revisi yang diinginkan.[7] Prinsip penting lain dari bioetika adalah penempatan nilai pada diskusi dan presentasi. Banyak kelompok bioetika berbasis diskusi ada di universitas-universitas di seluruh Amerika Serikat untuk memperjuangkan tujuan-tujuan seperti itu. Contohnya termasuk Ohio State Bioethics Society[8] dan Bioethics Society of Cornell.[9] Versi tingkat profesional dari organisasi-organisasi ini juga ada. Banyak ahli bioetika, terutama sarjana kedokteran, memberikan prioritas tertinggi pada otonomi. Mereka percaya bahwa setiap pasien harus menentukan tindakan mana yang mereka anggap paling sesuai dengan keyakinan mereka. Dengan kata lain, pasien harus selalu memiliki kebebasan untuk memilih pengobatannya sendiri.[10] Teori BioetikaBanyak pakar yang merumuskan teori bioetika, seperti Beauchamp dan Childress:
Tiga etika dalam bioetika
Fransese Abel merumuskan definisi tentang bioetika yang diterjemahkan Bertens sebagai berikut: Bioetika adalah studi interdisipliner tentang problem-problem yang ditimbulkan oleh perkembanagn di bidang biologi dan ilmu kedokteran baik pada skala mikro maupun pada skala makro, lagipula tentang dampaknya atas masyarakat luas serta sistem nilainya kini dan masa mendatang. Bidang cakupan bioetika telah mencapai berbagai penelitian pada manusia, mulai dari perdebatan tentang “batas-batas kehidupan”, misalnya aborsi, eutanasia, pembedahan dengan alokasi sumber daya pelayanan kesehatan terbatas (misalnya donasi organ) benar-benar dapat menolak pelayanan kesehatan untuk alasan agama atau budaya. Ahli bioetika sering berselisih paham di antara mereka sendiri atas batas yang tepat dari disiplin mereka, serta memperdebatkan apakah evaluasi etis atas fakta-fakta biologi dan kedokteran yang tersedia harus mempertimbangkan semua pertanyaan yang melibatkan, atau hanya sebagian dari pertanyaan-pertanyaan ini. Beberapa ahli bioetika cenderung mempersempit evaluasi etis hanya untuk moralitas pelayanan kesehatan atau inovasi teknologi, dan waktu pengobatan manusia. Yang lainnya akan memperluas lingkup evaluasi etis untuk memasukkan moralitas semua tindakan yang mungkin bisa membantu atau membahayakan organisme yang mampu merasa takut. Di bidang pemanfaatan sumber daya hayati, berkembang pula produk teknologi organisme termodifikasi genetik organisme transgenik yang dalam penggunaannya memerlukan pengkajian dan peraturan/regulasi yang hati-hati karena adanya isu keamanan hayati dan keamanan pangan yang melekat padanya. Dengan demikian, dibentuk komite bioetika Indonesia. Etika MedisEtika mempengaruhi keputusan medis yang dibuat oleh penyedia layanan kesehatan dan pasien.[11] Etika medis adalah studi tentang nilai-nilai moral dan penilaian yang berlaku untuk kedokteran. Empat komitmen moral utama adalah menghormati otonomi, kebaikan, nonmaleficence, dan keadilan. Pakar-pakar tersebut sama seperti teori bioteika dari Beauchamp dan Childress yang disebut di atas. Menggunakan empat prinsip ini dan memikirkan apa yang menjadi perhatian khusus dokter untuk ruang lingkup praktik mereka dapat membantu dokter membuat keputusan moral. Sebagai disiplin ilmiah, etika kedokteran mencakup aplikasi praktisnya dalam pengaturan klinis serta bekerja pada sejarah, filsafat, teologi, dan sosiologi. Etika kedokteran cenderung dipahami secara sempit sebagai etika profesi terapan; sedangkan bioetika memiliki aplikasi yang lebih luas, menyentuh filosofi ilmu pengetahuan dan isu-isu bioteknologi. Kedua bidang ini sering tumpang tindih, dan perbedaannya lebih merupakan masalah gaya daripada konsensus profesional. Etika medis berbagi banyak prinsip dengan cabang lain dari etika kesehatan, seperti etika keperawatan. Seorang ahli bioetika membantu komunitas pelayanan kesehatan dan penelitian dalam memeriksa isu-isu moral yang terlibat dalam pemahaman kita tentang hidup dan mati, dan menyelesaikan dilema etika dalam kedokteran dan sains. Contohnya adalah topik kesetaraan dalam kedokteran, persimpangan praktik budaya dan pelayanan kesehatan, distribusi etis sumber daya pelayanan kesehatan dalam pandemi dan isu bioterorisme.[12] Penilitian pada ManusiaPenelitian Kedokteran yang Dikombinasikan dengan Pengobatan (Penelitian Klinis)Dalam mengobati penderita, dokter harus bebas menggunakan cara diagnosis atau terapi yang baru, bila cara ini dianggap memberikan harapan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau mengurangi penderitaan. Manfaat, bahaya dan rasa yang tidak terjadi karena obat baru atau metode yang digunakan, haruslah ditimbang secara terhadap kelebihan dari metoda diagnosis dan terapi yang ada pada saat itu. Dalam setiap studi kedokteran, setiap pasien harus mendapat metoda diagnosis dan terapi yang baik. Penolakan pasien dalam suatu studi tidak boleh mempengaruhi hubungan dokter dan pasien. Bila dokter menganggap esensial untuk tidak meminta persetujuan setelah penjelasan maka alasan harus dicantumkan dalam protokol riset dan disampaikan kepada panitia independen. Dalam mengkombinasi riset kedokteran dengan pengobatan untuk dapat mengkombinasikan riset pengobatan dengan pengolahan untuk mendapat pengetahuan kedokteran yang baru. Penelitian Pada Subjek KhususPada anak-anakAnak-anak tidak diperkenankan untuk dipakai sebagai subjek penelitian yang dapat dilaksanakan kepada orang dewas. Akan tetapi, partisipasi anak-anak diperlukan untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan penanyakit anak dan kondisi-kondisi anak lainnya.Persetujuan selalu diperlukan dari salah satu atau kedua orang tua atau wali, setelah diberikan penjelasan lengkap mengenai eksperimen dan segala kemungkinan yang terjadi. Jika usia anak telah memungkinkan, persetujuan harus juga diperoleh setelah dijelaskan segala kemungkinan yang akan terjadi. Anak yang sudah berusia lebih dari tujuh tahun, biasanya dapat memberikan persetujuan; namun sebaiknya disertai persetujuan dari orang tua atau walinya. Anak-anak dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh dijadikan subjek penelitian, jika penelitian itu tidakbermaksud memberikan keuntungan bagi diri mereka, kecuali kondisi yang khusus bagi masa balita atau pertumbuhan anak-anak. Pada wanita hamil atau wanita yang menyusuiPada dasarnya, tidak ada masalah mengenai persetujuan setelah penjelasan terhadap wanita hamil dan menyusui, namun mereka sebaiknya tidak dilibatkan dalam penelitian nonterapeutik, yang mengandung kemungkinan membahayakan janin atau neonatus. Tetapi, jika eksperimen bertujuan untuk mengungkap masalah mengenai kehamilan atau laktasi, tidak ada masalah bagi wanita yang hamil atau menyusui. Penelitian terspeutik diizinkan hanya dengan tujuan meningkatkan kesehatan ibu, tanpa merugikan kesehatan bayi atau janin. Juga yang meningkatkan vibialitas janin, meingkatkan perkembangan bayi atau meningkatkan kemampuan ibu untuk pertumbuhan baik janin maupun bayi. Pada penderita dengan penyakit jiwa dan cacat mental (mentally ill and mentally defective person)Kelompok tersebut melalui pertimbangan yang sama seperti anak-anak mengenai kelibatan penelitian. Sebaiknya, mereka tidak ikut dalam penelitian yang dapat dilakukan kepada orang dewasa yang tidak berpenyakit jiwa. Namun hanya mereka yang dapat digunakan sebagai subjek untuk meneliti sebab penyakit jiwa dan pengobatannya. Persetujuan juga harus diperoleh dari pihak keluarga, apalagi jika mereka telah dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa, sebagai hasil keputusan pengadilan. Pada orang dengan status sosial yang lemahKulitas persetujuan dari kelompok ini harus betul-betul dipertimbangkan, karena kesukarelaan mereka dapat dipengaruhi karena keuntungan yang mereka peroleh sebagai hasil keikutsertaan dalam penelitian. Pada masyarakat yang sedang berkembangMasyarakat pedesaan di negara-negara yang sedang berkembang tidak mempunyai ilmu tentang konsep kedokteran eksperimen. Selain itu, di pedesaan terdapat penyakit yang menyebabkan beberapa kematian yang mungkin tidak dijumpai dimasyarakat yang maju. Penelitian mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit tersebut amatlah penting dan hanya dapat dilaksanakan didaerah yang besar resikonya. Persetujuan keikutsertaan dalam penelitian masyarakat yang sedang berkembang ini dapat diperoleh melalui pemimpin formal/tokoh masyarakat yang dapat dipercaya, hanya setelah memberi penjelasan secukupnya kepada masyarakat. Sosiologi MedisPraktek bioetika dalam pelayanan telah dipelajari oleh sosiologi medis. Banyak sarjana menganggap bahwa bioetika muncul sebagai tanggapan atas kurangnya akuntabilitas dalam pelayanan kesehatan pada 1970-an.[13]:2Mempelajari praktik klinis etika dalam pelayanan kesehatan, Hauschildt dan Vries menemukan bahwa pertanyaan etika sering dibingkai ulang sebagai penilaian klinis untuk memungkinkan dokter untuk membuat keputusan. Ahli etika paling sering menempatkan keputusan penting di tangan dokter daripada pasien.[13]:14 Strategi komunikasi yang disarankan oleh ahli etika bertindak untuk mengurangi otonomi pasien. Contohnya termasuk, dokter mendiskusikan pilihan pengobatan dengan satu sama lain sebelum berbicara dengan pasien atau keluarga mereka untuk menyajikan otonomi pasien terbatas front bersatu, menyembunyikan ketidakpastian di antara dokter. Keputusan tentang tujuan pengobatan yang dibingkai ulang sebagai masalah teknis tidak termasuk pasien dan keluarga mereka. Ahli perawatan paliatif digunakan sebagai perantara untuk membimbing pasien menuju pengobatan akhir hidup yang kurang invasif.[13]:11 Dalam penelitian mereka, Hauschild dan Vries menemukan bahwa 76% konsultan etik dilatih sebagai dokter.[13]:12 Mempelajari persetujuan, Corrigan menemukan bahwa beberapa proses sosial mengakibatkan keterbatasan pilihan pasien, tetapi juga kadang-kadang pasien dapat menemukan pertanyaan tentang persetujuan untuk uji coba medis yang membebani.[14] Bioetika IslamiBioetika dalam ranah Islam berbeda dengan bioetika Barat, tetapi mereka juga memiliki beberapa sudut pandang yang sama. Bioetika Barat berfokus pada hak, terutama hak individu. Bioetika Islam lebih fokus pada tugas dan kewajiban agama, seperti mencari pengobatan dan menjaga kehidupan.[15] Bioetika Islam sangat dipengaruhi dan dihubungkan dengan ajaran Al-Qur'an serta ajaran Nabi Muhammad. Pengaruh-pengaruh ini pada dasarnya menjadikannya sebagai perpanjangan dari Syariah atau Hukum Islam. Dalam bioetika Islam, bagian-bagian dari Al-Qur'an sering digunakan untuk memvalidasi berbagai praktik medis. Sebagai contoh, sebuah ayat dari Al-Qur'an menyatakan "barang siapa membunuh seorang manusia ... seolah-olah dia telah membunuh seluruh umat manusia, dan barang siapa menyelamatkan nyawa satu orang, seolah-olah dia menyelamatkan kehidupan seluruh umat manusia. " Kutipan ini dapat digunakan untuk mendorong penggunaan obat-obatan dan praktik medis untuk menyelamatkan nyawa, tetapi juga dapat dilihat sebagai protes terhadap euthanasia dan bunuh diri yang dibantu. Nilai dan nilai tinggi ditempatkan pada kehidupan manusia dalam Islam, dan pada gilirannya, kehidupan manusia sangat dihargai dalam praktik bioetika Islam juga. Muslim percaya bahwa semua kehidupan manusia, bahkan yang berkualitas buruk sekalipun, perlu diberi penghargaan dan harus dirawat dan dilestarikan.[16] Untuk bereaksi terhadap kemajuan teknologi dan medis baru, para ahli hukum Islam yang terinformasi secara teratur akan mengadakan konferensi untuk membahas masalah bioetika baru dan mencapai kesepakatan tentang di mana mereka berdiri dalam masalah ini dari perspektif Islam. Hal ini memungkinkan bioetika Islam untuk tetap lentur dan responsif terhadap kemajuan baru dalam kedokteran.[17] Sudut pandang yang diambil oleh para ahli hukum Islam tentang masalah bioetika tidak selalu merupakan keputusan yang bulat dan kadang-kadang mungkin berbeda. Ada banyak keragaman di antara umat Islam yang berbeda dari satu negara ke negara lain, dan tingkat yang berbeda di mana mereka mematuhi Syariah.[18] Perbedaan dan ketidaksepakatan dalam hal yurisprudensi, teologi, dan etika antara dua cabang utama Islam, Sunni, dan Syiah, menyebabkan perbedaan metode dan cara di mana bioetika Islam dipraktikkan di seluruh dunia Islam.[19] Area di mana tidak ada konsensus adalah kematian otak. Organisasi Konferensi Islam Islamic Fiqh Academy (OIC-IFA) berpandangan bahwa kematian otak setara dengan kematian kardiopulmoner, dan mengakui kematian otak pada individu sebagai individu yang meninggal. Sebaliknya, Organisasi Ilmu Kedokteran Islam (IOMS) menyatakan bahwa kematian otak adalah "keadaan perantara antara hidup dan mati" dan tidak mengakui individu yang mati otak sebagai orang yang meninggal.[20] Ahli bioetika Islam melihat ke Al-Qur'an dan para pemimpin agama mengenai pandangan mereka tentang reproduksi dan aborsi. Diyakini dengan teguh bahwa reproduksi anak manusia hanya dapat dilakukan secara layak dan sah melalui perkawinan. Ini tidak berarti bahwa seorang anak hanya dapat direproduksi melalui hubungan seksual antara pasangan yang sudah menikah, tetapi satu-satunya cara yang layak dan sah untuk memiliki anak adalah ketika itu adalah tindakan antara suami dan istri. Tidak apa-apa bagi pasangan menikah untuk memiliki anak secara artifisial dan dari teknik menggunakan bioteknologi modern sebagai lawan dari hubungan seksual, tetapi melakukan ini di luar konteks pernikahan akan dianggap tidak bermoral. Bioetika Islam sangat menentang aborsi dan sangat melarangnya. IOMS menyatakan bahwa "sejak saat zigot menetap di dalam tubuh wanita, zigot itu layak mendapat penghargaan yang diakui secara bulat." Aborsi hanya diperbolehkan dalam situasi unik di mana ia dianggap sebagai "kejahatan yang lebih ringan."[20] Bioetika feminisBioetika feminis mengkritik bidang bioetika dan kedokteran karena kurangnya inklusi perspektif perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya.[21] Kurangnya perspektif perempuan ini dianggap menciptakan ketidakseimbangan kekuatan yang berpihak pada laki-laki.[22] Ketidakseimbangan kekuatan ini diteorikan diciptakan dari sifat androsentris kedokteran.[22] Salah satu contoh kurangnya pertimbangan wanita adalah dalam uji coba obat klinis yang mengecualikan wanita karena fluktuasi hormonal dan kemungkinan cacat lahir di masa depan.[23] Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam penelitian tentang bagaimana obat-obatan dapat mempengaruhi wanita.[23] Ahli bioetika feminis menyerukan perlunya pendekatan feminis terhadap bioetika karena kurangnya perspektif yang beragam dalam bioetika dan kedokteran dapat menyebabkan bahaya yang dapat dicegah bagi kelompok yang sudah rentan. Studi ini pertama kali mendapatkan prevalensi di bidang kedokteran reproduksi karena dipandang sebagai "masalah wanita". Sejak itu, pendekatan feminis untuk bioetika telah diperluas untuk memasukkan topik bioetika dalam kesehatan mental, advokasi disabilitas, aksesibilitas pelayanan kesehatan, dan obat-obatan.[22] Lindemann mencatat perlunya agenda masa depan pendekatan feminis untuk bioetika untuk memperluas lebih jauh untuk memasukkan etika organisasi kesehatan, genetika, penelitian sel induk, dan banyak lagi.[22] Tokoh penting dalam bioetika feminis termasuk Carol Gillian, Susan Sherwin, dan pencipta Jurnal Internasional Pendekatan Feminis untuk Bioetika, Mary C. Rawlinson dan Anne Donchin. Buku Sherwin Tidak Lagi Sabar: Etika Feminis dalam Pelayanan Kesehatan (1992) dianggap sebagai salah satu buku pertama yang diterbitkan tentang topik bioetika feminis dan menunjukkan kekurangan dalam teori bioetika saat itu.[24] Sudut pandang Sherwin menggabungkan model penindasan dalam pelayanan kesehatan yang bermaksud untuk lebih meminggirkan perempuan, orang kulit berwarna, imigran, dan penyandang disabilitas.[25] Sejak dibuat pada tahun 1992, Jurnal Internasional Pendekatan Feminis untuk Bioetika telah melakukan banyak pekerjaan untuk melegitimasi karya dan teori feminis dalam bioetika.[24] Perkembangan Bioetika di IndonesiaBioetika di Indonesia menjadi salah satu pedoman bagi umum untuk mengelola and menggunakan sumber daya hayati dengan menjaga keanekaragamaan dan pemanfaatannya. Pengambilan keputusan dalam meneliti, mengembangkan, dan memanfaatkan sumber daya hayati wajib memikirkan konsekuensi dan konflik moral yang bisa muncul. Hal tersebut mempertimbangkan kepentingan manusia seperti komunitas tertentu, masyarakat luas, serta lingkungan hidupnya. Penelitian. pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati harus memberikan keuntungan maksimal bagi kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi.[26] Berdasarkan Pasal 19 Kep. Menristek No.112 Tahun 2009, Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati harus dibentuk dan bersifat independen, multidisiplin dan berpandangan plural. Keanggotaan Komite Etik Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber daya Hayati harus terdiri dari para ahli dari berbagai departemen dan institusi yang relevan. Tindak lanjut dan implementasi prinsip-prinsip bioetika penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya hayati dilakukan oleh Komite Bioetika Nasional yang dibentuk oleh pemerintah. Perkembangan bioetika di Indonesia ditunjukkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penelitian. Perundang-undangan tersebut antara lain:
References
|