Bhimrao Ramji Ambedkar
Bhimrao Ramji Ambedkar (IPA: [bhɪməɑo ɹæmdʒi ɑmbɛdkɑə]; 14 April 1891 – 6 Desember 1956) adalah seorang ahli hukum, ekonom, dan pembaharu sosial India yang memerangi diskriminasi ekonomi dan sosial terhadap "kaum tak tersentuh" (sekarang dalit) dalam masyarakat Hindu India, dan mengilhami gerakan Buddha Dalit. Ambedkar menjabat sebagai ketua komite perancang Konstitusi India, dan Menteri Hukum dan Kehakiman di kabinet pertama Jawaharlal Nehru 1947-1951. Ia juga sering dirujuk dengan sebutan kehormatan Babasaheb ( BAH-bə SAH-hayb ). Pada masa studinya, Ambedkar adalah seorang mahasiswa yang produktif. Dia mendapatkan gelar doktor di bidang ekonomi dari Universitas Columbia dan London School of Economics. Dia mendapatkan reputasi sebagai seorang intelektual untuk penelitiannya di bidang hukum, ekonomi dan ilmu politik.[4] Pada awal karirnya, dia adalah seorang ekonom, profesor, dan pengacara. Selanjutnya Ambedkar juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial dan politik; dia terlibat dalam kampanye dan negosiasi untuk kemerdekaan India, penerbitan jurnal ilmiah, advokasi hak-hak politik dan kebebasan sosial untuk kaum Dalit, dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan negara India. Pada tahun 1956, dia masuk agama Buddha, yang berdampak pada perubahan kepercayaan secara massal kaum Dalit.[5] Pada tahun 1990, Bharat Ratna, penghargaan sipil tertinggi di India, secara anumerta dianugerahkan kepada Ambedkar. Salam Jai Bhim (Terjemahan: "Salam Bhim") digunakan oleh para pengikutnya untuk menghormatinya. Riwayat awalAmbedkar lahir pada 14 April 1891 di kota dan markas militer Mhow (sekarang secara resmi dikenal sebagai Dr Ambedkar Nagar) di Provinsi Tengah (sekarang di Madhya Pradesh).[6] Dia adalah anak ke-14 dan terakhir dari Ramji Maloji Sakpal, seorang perwira tentara berpangkat rendah, dan Bhimabai Sakpal, putri Laxman Murbadkar.[7] Keluarganya berlatar belakang Marathi dari kota Ambadawe (Mandangad taluka) di distrik Ratnagiri di Maharashtra modern. Ambedkar lahir dari kasta Mahar (dalit), yang diperlakukan sebagai orang yang tidak tersentuh dan mengalami diskriminasi sosial-ekonomi.[8] Nenek moyang Ambedkar telah lama bekerja untuk tentara Perusahaan Hindia Timur Britania, dan ayahnya bertugas di Angkatan Darat India Britania di kota Mhow.[9] Meskipun diperbolehkan sekolah, Ambedkar dan anak-anak tak tersentuh lainnya dipisahkan dan diberi sedikit perhatian dan bantuan oleh guru. Mereka tidak diperbolehkan duduk di dalam kelas bersama siswa lainnya. Ketika mereka perlu minum air, seseorang dari kasta yang lebih tinggi harus menuangkan air itu dari ketinggian karena mereka tidak boleh menyentuh air atau bejana yang berisi air itu. Tugas ini biasanya dilakukan untuk Ambedkar muda oleh pegawai sekolah (peon). Dan jika pegawai itu tidak ada maka Ambedkar harus bertahan tanpa minum air di sekolah; dia menggambarkan situasi itu kemudian dalam tulisannya sebagai "No peon, No Water".[10] Di sekolah, Ambedkar diharuskan duduk di luar ruang kelas di atas karung goni yang harus dia bawa pulang.[11] Ayah Ambedkar, Ramji Sakpal pensiun pada tahun 1894 dan keluarganya pindah ke Satara dua tahun kemudian. Tak lama setelah mereka pindah, ibu Ambedkar meninggal. Ambedkar dan saudara-saudaranya kemudian diasuh oleh bibi dari pihak ayah mereka dan hidup dalam keadaan yang sulit. Dua saudara laki-lakinya – Balaram dan Anandrao – dan dua saudari perempuannya – Manjula dan Tulasa – dapat bertahan hidup dari situasi yang sulit ini. Dari saudara-saudaranya, hanya Ambedkar yang lulus ujian dan melanjutkan ke sekolah menengah. Nama keluarga aslinya adalah Sakpal tetapi ayahnya mendaftarkan namanya sebagai Ambadawekar di sekolah, artinya dia berasal dari desa asalnya 'Ambadawe' di distrik Ratnagiri.[12][13][14][15] Guru Brahmana Devrukhe-nya, Krishnaji Keshav Ambedkar, mengubah nama keluarganya dari 'Ambadawekar' menjadi nama keluarganya sendiri 'Ambedkar' dalam catatan sekolah.[16][17][18][19][20] PendidikanPada tahun 1897, keluarga Ambedkar pindah ke Mumbai. Di sana Ambedkar menjadi satu-satunya siswa dari kaum tidak tersentuh yang terdaftar di SMA Elphinstone. Pada tahun 1906, ketika dia berusia sekitar 15 tahun, dia menikahi seorang gadis berusia sembilan tahun, Ramabai. Pernikahan ini dilakukan sesuai adat yang berlaku saat itu, yaitu diatur oleh orang tua masing-masing pasangan.[21] Pada tahun 1907, Ambedkar lulus ujian matrikulasi dan pada tahun berikutnya dia masuk Elphinstone College, yang berafiliasi dengan Universitas Bombay. Ketika dia lulus ujian standar bahasa Inggris setelah empat kali mengikutinya, orang-orang di komunitasnya ingin merayakannya karena mereka menganggap bahwa dia telah mencapai "ketinggian yang luar biasa" yang menurut mereka "hampir tidak bisa dibandingkan dengan keadaan pendidikan di komunitas lain". Sebuah upacara publik diadakan untuk merayakan keberhasilannya oleh komunitas itu, dan pada kesempatan inilah dia diberikan karya biografi Buddha oleh Dada Keluskar, seorang penulis dan teman keluarga Ambedkar.[7] Pada tahun 1912, dia memperoleh gelar sarjana (B.A.) di bidang ekonomi dan ilmu politik dari Universitas Bombay, dan bersiap untuk bekerja di pemerintah negara bagian Baroda. Istrinya baru saja mulai bekerja ketika dia harus segera kembali ke Mumbai untuk menjenguk ayahnya yang sakit, yang kemudian meninggal pada 2 Februari 1913.[22] Pada tahun 1913, di usia 22 tahun, Ambedkar pergi ke Amerika Serikat. Dia mendapatkan Beasiswa Negara Bagian Baroda sebesar £11,50 (Sterling) per bulan selama tiga tahun di bawah skema yang ditetapkan oleh Sayajirao Gaekwad III yang dirancang untuk memberikan kesempatan pendidikan pascasarjana di Universitas Columbia di New York. Setelah tiba di sana, dia menetap di kamar-kamar di Livingston Hall bersama Naval Bhathena, seorang Parsi yang akan menjadi temannya seumur hidup. Dia lulus ujian MA pada Juni 1915 dengan jurusan ekonomi, dan mata pelajaran lain seperti Sosiologi, Sejarah, Filsafat dan Antropologi. Dia mempresentasikan tesisnya, "Ancient Indian Commerce." Di Universitas Columbia, Ambedkar banyak dipengaruhi oleh beberapa intelektual kenamaan Amerika terutama filsuf John Dewey. Di bawah bimbingan Dewey, Ambedkar mulai mengembangkan ide-ide keadilan sosialnya.[23][24][25] Pada tahun 1916, Ambedkar menyelesaikan tesis keduanya, "National Dividend of India – A Historic and Analytical Study", untuk gelar MA keduanya.[26] Pada bulan Mei 1916, Ambedkar juga mempresentasikan makalah "Castes in India: Their Mechanism, Genesis and Development" dalam sebuah seminar yang diadakan oleh antropolog Alexander Goldenweiser. Ambedkar sangat senang dengan makalah ini yang kemudian diterbitkan di Indian Antiquary pada Mei 1917.[27] Pada Oktober 1916, Ambedkar pindah ke London dan mendaftar untuk program pendidikan profesi pengacara di Gray's Inn. Pada saat yang sama, dia juga mendaftar di program master di London School of Economics (LSE), yang merupakan salah satu kolese dari Universitas London,[28] untuk mempelajari geografi, ilmu politik dan teori sosial.[29] Pada Juni 1917, dia kembali ke India karena beasiswa dari Baroda berakhir. Koleksi buku-bukunya dikirim dengan kapal yang berbeda dari kapal yang dia tumpangi. Namun, kapal itu ditorpedo dan ditenggelamkan oleh kapal selam Jerman.[30] Ambedkar mendapat izin untuk kembali ke London untuk menyerahkan tesisnya dalam waktu empat tahun. Dia menyelesaikan gelar masternya (M.Sc.) pada tahun 1921. Tesisnya adalah tentang "The problem of the rupee: Its origin and its solution."[31] Pada tahun 1923, Ambedkar menyelesaikan gelar D.Sc. di bidang Ekonomi di LSE.[29] Pada tahun yang sama, dia menyelesaikan pendidikan profesi hukumnya di Gray's Inn. Pada tahun 1927, Ambedkar mendapatkan gelar Ph.D dari Universitas Columbia. Tesisnya adalah "The Evolution of Provincial Finance in British India."[24][32] Gelar Doktor ketiga dan keempat (LL. D, dari Sekolah Hukum Universitas Columbia pada tahun 1952 dan D.Litt. dari Universitas Osmania pada tahun 1953) diberikan honoris causa.[33] KarierOposisi terhadap diskriminasi kaum DalitKarena pendidikan Ambedkar dibiayai oleh Negara Bagian Baroda, dia terikat untuk bekerja di sana. Dia diangkat sebagai Sekretaris Militer untuk Gaikwad tetapi harus berhenti dalam waktu singkat. Dia menggambarkan kejadian itu dalam otobiografinya, Waiting for a Visa.[34] Setelah itu, Ambedkar mencoba mencari cara untuk mencari nafkah bagi keluarganya yang terus bertambah. Dia bekerja sebagai guru privat, akuntan, dan mendirikan bisnis konsultasi investasi, tetapi usahanya tidak berhasil karena kliennya mengetahui bahwa dia adalah termasuk kaum tidak tersentuh.[35] Pada tahun 1918, Ambedkar menjadi Profesor Ekonomi Politik di Sydenham College of Commerce and Economics di Mumbai. Meskipun dia mendapatkan penerimaan dari para mahasiswanya, profesor lain keberatan untuk berbagi kendi air minum dengannya.[36] Ambedkar diundang untuk memberikan keterangan di hadapan Komite Southborough, yang sedang mempersiapkan Undang-Undang Pemerintah India 1919. Pada sidang ini, Ambedkar berargumen yang mendukung pembuatan daerah pemilihan terpisah dan reservasi untuk kaum tak tersentuh dan komunitas agama lainnya.[37] Pada tahun 1920, dia memulai penerbitan mingguan Mooknayak (Pemimpin Keheningan) di Mumbai dengan bantuan Shahu dari Kolhapur, yaitu Shahu IV (1874–1922).[38] Ambedkar kemudian bekerja sebagai profesional di bidang hukum. Pada tahun 1926, dia sukses membela tiga pemimpin non-Brahmin yang menuduh komunitas Brahmana telah merusak India dan kemudian dituntut atas pencemaran nama baik. Dhananjay Keer mencatat bahwa "Kemenangan itu bergema, baik secara sosial maupun individu, untuk klien dan doktor [Ambedkar]".[39] Saat berpraktik hukum di Pengadilan Tinggi Bombay, Ambedkar mencoba mempromosikan pendidikan bagi kaum tak tersentuh dan mengangkat mereka. Upaya terorganisir pertamanya adalah pendirian lembaga pusat Bahishkrit Hitakarini Sabha, yang dimaksudkan untuk mempromosikan pendidikan dan peningkatan sosial-ekonomi, serta kesejahteraan "orang-orang buangan", yang juga disebut sebagai kelas tertekan (depressed classes).[40] Untuk membela hak-hak kelompok Dalit, Ambedkar membuat banyak majalah seperti Mook Nayak, Bahishkrit Bharat, dan Equality Janta.[41] Dia diangkat ke Komite Kepresidenan Bombay untuk bekerja dengan Komisi Simon di seluruh Eropa pada tahun 1925.[42] Komisi ini telah memicu protes besar di seluruh India dan laporannya diabaikan oleh sebagian besar orang India. Ambedkar sendiri menulis serangkaian rekomendasi terpisah untuk Konstitusi India masa depan.[43] Pada tahun 1927, Ambedkar memutuskan untuk memulai gerakan aktif melawan diskriminasi terhadap kaum yang tidak tersentuh. Dia mulai dengan gerakan publik dan pawai untuk membuka sumber daya air minum publik. Dia juga mulai memperjuangkan hak kaum Dalit untuk memasuki kuil-kuil Hindu. Dia memimpin satyagraha di Mahad untuk memperjuangkan hak komunitas tak tersentuh untuk mengambil air dari tangki air utama kota.[44] Dalam sebuah konferensi di akhir tahun 1927, Ambedkar secara terbuka mengutuk teks klasik Hindu, Manusmriti (Hukum Manu), karena secara ideologis membenarkan diskriminasi kasta dan praktik "pantangan sentuh", dan secara seremonial dia membakar salinan teks kuno tersebut. Pada 25 Desember 1927, Ambedkar memimpin ribuan pengikutnya untuk membakar salinan Manusmriti.[45][46] Kini setiap tanggal 25 Desember diperingati sebagai Manusmriti Dahan Din (Hari Pembakaran Manusmriti) oleh Ambedkarites dan Dalit.[47][48] Pada tahun 1930, Ambedkar meluncurkan gerakan Candi Kalaram setelah mempersiapkannya selama tiga bulan. Sekitar 15.000 relawan berkumpul di satygraha Kuil Kalaram dan menjadikan acara ini sebagai salah satu prosesi terbesar Nashik. Arak-arakan itu dipimpin oleh sebuah band militer dan sekelompok pramuka; perempuan dan laki-laki berjalan dengan disiplin, tertib dan bertekad untuk melihat dewa untuk pertama kalinya. Namun ketika mereka sampai di gerbang, gerbang itu ditutup oleh otoritas Brahmana.[49] Pakta PoonaPada tahun 1932, pemerintah kolonial Inggris mengumumkan pembentukan daerah pemilihan terpisah untuk "Kelas Tertekan" dalam sebuah acara Penghargaan Komunal. Mahatma Gandhi dengan keras menentang daerah pemilihan yang terpisah untuk kelompok yang tak tersentuh dengan alasan bahwa dia khawatir pengaturan seperti itu akan memecah komunitas Hindu.[50][51][52] Gandhi memprotes dengan berpuasa saat dipenjara di Penjara Pusat Yerwada Poona. Setelah mengetahui protes Gandhi, politisi dan aktivis kongres seperti Madan Mohan Malaviya dan Palwankar Baloo mengadakan pertemuan bersama dengan Ambedkar dan para pendukungnya di Yerwada.[53] Pada tanggal 25 September 1932, perjanjian yang dikenal sebagai Pakta Poona ditandatangani oleh Ambedkar (atas nama kelas yang tertekan di antara umat Hindu) dan Madan Mohan Malaviya (atas nama umat Hindu lainnya). Perjanjian tersebut memberikan kursi yang dicadangkan untuk kelas-kelas yang tertekan di badan legislatif Sementara dalam elektorat umum. Karena pakta tersebut, kelas tertekan menerima 148 kursi di legislatif dan bukan 71, sebagaimana dialokasikan dalam Penghargaan Komunal yang diusulkan sebelumnya oleh pemerintah kolonial di bawah Perdana Menteri Ramsay MacDonald. Teks tersebut menggunakan istilah "Kelas Tertekan" untuk merujuk kepada komunitas Tak Tersentuh di antara umat Hindu yang kemudian disebut "Kasta Terdaftar" dan "Suku Tetap" di dalam Undang-Undang India 1935, dan juga Konstitusi India 1950.[54] Dalam Pakta Poona, pada prinsipnya hanya terdapat satu daerah pemilihan yang dibentuk, tetapi pemilihan primer dan sekunder memungkinkan komunitas tak tersentuh untuk memilih kandidat mereka sendiri dalam praktik.[55] PolitikPada tahun 1935, Ambedkar diangkat sebagai kepala Sekolah Tinggi Hukum Pemerintah, Bombay, posisi yang dipegangnya selama dua tahun. Dia juga menjabat sebagai ketua Badan Pengurus dari Ramjas College, Universitas Delhi, setelah kematian Pendirinya Shri Rai Kedarnath.[56] Istrinya, Ramabai, meninggal setelah lama sakit pada tahun yang sama. Sebelum meninggal, istrinya telah lama mempunyai keinginan untuk pergi berziarah ke Pandharpur, sebuah kota ziarah Hindu di India. Tetapi Ambedkar selalu menolak keinginan istrinya dan mengatakan kepadanya bahwa dia akan membuatkan Pandharpur baru untuk istrinya daripada harus pergi ke Pandharpur Hindu yang memperlakukan mereka sebagai orang yang tidak tersentuh.[57] Pada Konferensi Konversi Yeola pada 13 Oktober di Nasik, Ambedkar mengumumkan niatnya untuk pindah agama dan mendesak para pengikutnya untuk meninggalkan agama Hindu.[58] Dia akan mengulangi pesannya di banyak pertemuan publik di seluruh India. Pada tahun 1936, Ambedkar mendirikan Partai Buruh Independen, yang bersaing dalam pemilihan umum Bombay 1937. Partainya berhasil mengamankan 11 kursi cadangan dan 3 kursi umum di Majelis Legislatif Pusat dari 13 kursi cadangan dan 4 kursi umum yang diperebutkan.[59] Ambedkar menerbitkan bukunya Annihilation of Caste pada 15 Mei 1936.[60] Karya ini mengkritik pemimpin-pemimpin agama Hindu ortodoks dan sistem kasta pada umumnya.[61] Dalam karya ini, juga terdapat bagian spesifik tentang "teguran kepada Gandhi".[62] Kemudian, dalam sebuah wawancara dengan BBC pada tahun 1955, Ambedkar pernah mengungkapkan Gandhi bukanlah orang suci yang bijaksana seperti penampilan luarnya. Ambedkar menuduh Gandhi menampilkan dirinya sebagai seorang penentang sistem kasta dengan menulis di koran berbahasa Inggris. Tetapi kenyataannya, Ambedkar melanjutkan, Gandhi juga menulis untuk menyatakan dukungannya terhadap sistem kasta di koran berbahasa Gujarat.[63][64] Ambedkar juga pernah bertugas di Komite Penasihat Pertahanan dan Dewan Eksekutif Raja Muda sebagai menteri tenaga kerja. Sebelum acara Hari Pembebasan sebagai peringatan liga Muslim di seluruh India, Ambedkar menyatakan bahwa dia tertarik untuk berpartisipasi: "Saya membaca pernyataan Tuan Jinnah dan saya merasa malu telah mengizinkannya mengambil panggung di atas saya dan menggunakan bahasa dan sentimen yang saya, lebih daripada Tuan Jinnah, lebih berhak untuk menggunakannya." Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa komunitas yang bekerja dengannya dua puluh kali lebih tertindas oleh kebijakan partai Kongres dibandingkan Muslim India; dia mengklarifikasi bahwa dia mengkritik partai Kongres, dan tidak semua orang Hindu.[65] Jinnah dan Ambedkar bersama-sama membahas acara Hari Pembebasan yang dihadiri banyak orang di Bhindi Bazaar, Bombay, di mana keduanya menyatakan kritik "berapi-api" terhadap partai Kongres, dan menurut seorang pengamat, menunjukkan bahwa Islam dan Hindu tidak dapat didamaikan.[65][66] Setelah resolusi Lahore (1940) dari Liga Muslim yang meminta Pakistan, Ambedkar menulis sebuah traktat setebal 400 halaman berjudul Thoughts on Pakistan, yang menganalisis konsep "Pakistan" dalam semua aspeknya. Ambedkar berpendapat bahwa umat Hindu harus menyerahkan Pakistan kepada umat Islam. Dia mengusulkan bahwa batas provinsi Punjab dan Bengal harus digambar ulang untuk memisahkan bagian mayoritas Muslim dan non-Muslim. Dia pikir umat Islam tidak keberatan untuk membuat ulang batas-batas provinsi. Jika mereka keberatan, mereka tidak cukup "memahami sifat permintaan mereka sendiri". Cendekiawan Venkat Dhulipala menyatakan bahwa Pemikiran tentang Pakistan "mengguncang politik India selama satu dekade". Ini menentukan jalannya dialog antara Liga Muslim dan Kongres Nasional India dan membuka jalan bagi Pemisahan India.[67][68] Dalam karyanya Who Were the Shudras?, Ambedkar mencoba menjelaskan pembentukan kaum yang tak tersentuh. Dia melihat Sudra dan Ati Sudra yang membentuk kasta terendah dalam hierarki ritual sistem kasta sebagai terpisah dari kaum Tak Tersentuh. Ambedkar mengawasi transformasi partai politiknya menjadi Federasi Kasta Terdaftar, meskipun kinerja federasi ini terbilang buruk dalam pemilihan Majelis Konstituante India tahun 1946. Kemudian dia terpilih ke dalam majelis konstituante Bengal di mana Liga Muslim berkuasa. Ambedkar ikut serta dalam Pemilihan Umum India pertama di Bombay Utara tahun 1952, tetapi kalah dari mantan asistennya dan kandidat Partai Kongres Narayan Kajrolkar. Ambedkar menjadi anggota Rajya Sabha, kemungkinan sebagai anggota yang ditunjuk. Dia mencoba memasuki Lok Sabha lagi dalam pemilihan sela tahun 1954 dari Bhandara, tetapi dia menempati posisi ketiga (Partai Kongres menang). Ambedkar juga mengkritik praktik Islam di Asia Selatan. Meskipun dia membenarkan Pemisahan India, dia mengutuk praktik pernikahan anak dan perlakuan buruk terhadap wanita dalam masyarakat Muslim.
Penyusunan Konstitusi IndiaSetelah kemerdekaan India pada 15 Agustus 1947, pemerintah baru yang dipimpin oleh Kongres menawarkan Ambedkar untuk menjabat sebagai Menteri Hukum pertama di negara itu. Tawaran itu dia terima. Pada tanggal 29 Agustus, dia diangkat sebagai Ketua Komite Perancang Konstitusi, dan ditunjuk oleh Majelis untuk menulis Konstitusi baru India.[70] Granville Austin mendeskripsikan Konstitusi India yang dirancang oleh Ambedkar sebagai "dokumen sosial yang pertama dan terutama". "Mayoritas ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi India secara langsung memajukan tujuan revolusi sosial atau mencoba untuk mendorong revolusi ini dengan menetapkan kondisi yang diperlukan untuk pencapaiannya."[71] Teks yang disiapkan oleh Ambedkar memberikan jaminan dan perlindungan konstitusional untuk berbagai kebebasan sipil bagi warga negara, termasuk kebebasan beragama, penghapusan pantangan sentuh, dan pelarangan segala bentuk diskriminasi. Ambedkar memperjuangkan hak-hak ekonomi dan sosial yang luas bagi perempuan, dan memperoleh dukungan Majelis karena memperkenalkan sistem reservasi pekerjaan di layanan sipil, sekolah dan perguruan tinggi untuk anggota kasta dan suku terdaftar dan kasta-kasta lainnya yang secara sosial dan tingkat pendidikan terbilang kurang beruntung, sebuah sistem yang mirip dengan aksi afirmatif. Anggota parlemen India berharap untuk menghapus kesenjangan sosial-ekonomi dan kurangnya kesempatan bagi kelas-kelas India yang tertekan melalui langkah-langkah ini.[72] Konstitusi ini diadopsi pada 26 November 1949 oleh Majelis Konstituante.[73] Ambedkar menentang Pasal 370 Konstitusi India, yang memberikan status khusus kepada Negara Bagian Jammu dan Kashmir. Balraj Madhok dilaporkan mengatakan, Ambedkar telah dengan jelas mengatakan kepada pemimpin Kashmir, Sheikh Abdullah: "Anda berharap India harus melindungi perbatasan Anda, India harus membangun jalan di daerah Anda, India harus menyediakan Anda biji-bijian makanan, dan Kashmir harus mendapatkan status yang sama dengan India. Tapi Pemerintah India seharusnya hanya memiliki kekuasaan yang terbatas dan rakyat India seharusnya tidak memiliki hak di Kashmir. Memberikan persetujuan atas proposal ini, akan menjadi hal yang berbahaya bagi kepentingan India, dan saya, sebagai Menteri Hukum India, tidak akan pernah melakukannya." Kemudian Sheikh Abdullah mendekati Nehru, yang mengarahkannya ke Gopal Swami Ayyangar, yang pada gilirannya mendekati Sardar Patel. Patel mengatakan bahwa Nehru telah menjanjikan Sheikh Abdullah status khusus untuk Negara Bagian Jammu dan Kashmir. Patel membuat Pasal itu disetujui saat Nehru sedang dalam perjalanan ke luar negeri. Pada hari ketika Pasal itu muncul untuk didiskusikan, Ambedkar tidak menjawab pertanyaan tentang hal itu, tetapi tetap berpartisipasi dalam diskusi Pasal-Pasal yang lain. Semua argumen diajukan oleh Krishna Swami Ayyangar.[74][75]
Selama debat di Majelis Konstituante, Ambedkar menunjukkan keinginannya untuk mereformasi masyarakat India dengan merekomendasikan penerapan Uniform Civil Code.[77][78] Ambedkar mengundurkan diri dari kabinet pada tahun 1951, ketika parlemen menghentikan rancangan RUU Hukum Perdata Hindu, yang berupaya untuk memajukan kesetaraan gender dalam hukum warisan dan pernikahan.[79] Ambedkar secara independen mengikuti pemilihan umum anggota majelis rendah parlemen, Lok Sabha pada tahun 1952. Akan tetapi, dia dikalahkan di daerah pemilihan Bombay (Tengah Utara) oleh Narayan Sadoba Kajrolkar yang kurang dikenal. Kajrolkar mengumpulkan 138.137 suara, sedangkan Ambedkar mendapatkan 123.576 suara.[80][81][82] Meski demikian, Ambedkar kemudian diangkat sebagai anggota majelis tinggi, parlemen, Rajya Sabha pada Maret 1952 dan tetap menjadi anggota sampai dia meninggal. Ilmu ekonomiAmbedkar adalah orang India pertama yang mengejar gelar doktor di bidang ekonomi di luar negeri.[83] Dia berpendapat bahwa industrialisasi dan pertumbuhan pertanian dapat meningkatkan ekonomi India.[84] Dia menekankan investasi di bidang pertanian sebagai industri utama India. Menurut Sharad Pawar, visi Ambedkar membantu pemerintah mencapai tujuan ketahanan pangannya.[85] Ambedkar menganjurkan pembangunan ekonomi dan sosial nasional, menekankan pendidikan, kebersihan umum, kesehatan masyarakat, fasilitas perumahan sebagai fasilitas dasar.[84] Tesis DSc-nya, The Problem of the Rupee: Its Origin and Solution (1923) meneliti penyebab jatuhnya nilai Rupee. Dalam disertasi ini, dia mendukung standar emas dalam bentuk yang dimodifikasi, dan menentang standar pertukaran emas yang lebih disukai oleh Keynes dalam risalahnya Indian Currency and Finance (1909). Ambedkar mengklaim bahwa standar Keynes kurang stabil. Dia menyukai penghentian semua mata uang rupee lebih lanjut dan pencetakan koin emas, yang dia yakini akan memperbaiki nilai tukar dan harga mata uang.[86] Ambedkar juga menganalisis pendapatan dalam disertasi PhD-nya The Evolution of Province of Finance in British India. Dalam karya ini, dia menganalisis berbagai sistem yang digunakan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk mengelola keuangan di India.[86][87] Pandangannya tentang keuangan adalah bahwa pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran mereka memiliki "kesetiaan, kebijaksanaan dan ekonomi." "Kesetiaan" yang berarti pemerintah harus menggunakan uang sedekat mungkin dengan niat awal membelanjakan uang. “Kebijaksanaan” artinya harus digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan umum, dan “ekonomi” artinya dana harus digunakan agar dapat diambil nilai yang maksimal darinya.[88] Ambedkar menentang pajak penghasilan untuk kelompok berpenghasilan rendah. Dia berkontribusi dalam Pajak Pendapatan Tanah dan kebijakan cukai untuk menstabilkan perekonomian.[butuh rujukan] Dia memainkan peran penting dalam reformasi tanah dan pembangunan ekonomi negara.[butuh rujukan] Menurut dia, sistem kasta, karena pembagian pekerja dan bersifat hierarkis, menghambat pergerakan tenaga kerja (kasta yang lebih tinggi tidak akan melakukan pekerjaan kasta rendah) dan pergerakan modal (dengan asumsi investor akan berinvestasi terlebih dahulu di mereka sendiri). pendudukan kasta). Teorinya tentang Sosialisme Negara memiliki tiga poin: kepemilikan negara atas tanah pertanian, pemeliharaan sumber daya untuk produksi oleh negara, dan distribusi yang adil dari sumber daya ini kepada penduduk. Dia menekankan ekonomi bebas dengan Rupee stabil yang telah diadopsi India baru-baru ini.[butuh rujukan] Dia menganjurkan pengendalian kelahiran untuk mengembangkan ekonomi India, dan ini telah diadopsi oleh pemerintah India sebagai kebijakan nasional untuk keluarga berencana. Dia menekankan persamaan hak bagi perempuan untuk pembangunan ekonomi.[butuh rujukan] Pandangan Ambedkar tentang lahan pertanian pada waktu itu adalah bahwa terlalu banyak orang yang menganggur, atau tidak dimanfaatkan dengan baik. Dia percaya ada "proporsi ideal" faktor produksi yang memungkinkan lahan pertanian digunakan secara paling produktif. Untuk tujuan ini, dia melihat sebagian besar orang yang hidup dari pertanian pada saat itu sebagai masalah besar. Oleh karena itu, dia menganjurkan industrialisasi ekonomi untuk memungkinkan para pekerja pertanian ini lebih berguna di tempat lain.[89] Ambedkar mempunyai latar pendidikan di bidang ekonomi. Dia menjadi ekonom profesional hingga 1921, sebelum dia memutuskan untuk menjadi pemimpin politik. Dia menulis tiga buku ilmiah tentang ekonomi:
Reserve Bank of India (RBI), didasarkan pada ide-ide yang dipresentasikan Ambedkar kepada Hilton Young Commission.[92][93][94][95] Pernikahan keduaIstri pertama Ambedkar, Ramabai, meninggal pada tahun 1935 setelah lama sakit. Setelah menyelesaikan rancangan konstitusi India pada akhir 1940-an, Ambedkar sering menderita kurang tidur dan mengalami nyeri neuropatik di kakinya. Oleh karena itu, dia mengonsumsi insulin dan obat-obatan homoeopati. Dia kemudian pergi ke Bombay untuk berobat. Di sana, dia bertemu Sharada Kabir, yang kemudian dinikahinya di rumahnya di New Delhi pada 15 April 1948. Beberapa dokter sebelumnya merekomendasikannya seorang pendamping yang pandai memasak dan memiliki pengetahuan medis untuk merawatnya.[96] Istrinya mengadopsi nama Savita Ambedkar dan merawatnya sepanjang hidupnya.[2] Istrinya, yang juga dipanggil 'Mai', meninggal pada 29 Mei 2003 pada usia 93 tahun di Mumbai.[97] Perubahan ke agama BuddhaAmbedkar mempertimbangkan untuk pindah ke Sikhisme, yang menganjurkan oposisi terhadap penindasan, dan karena itu menarik minat para pemimpin kasta yang terdaftar. Tetapi setelah bertemu dengan para pemimpin Sikh, dia menyimpulkan bahwa dia mungkin akan mendapatkan status Sikh "kelas dua".[98] Sebaliknya, sekitar tahun 1950, dia mulai mencurahkan perhatiannya pada agama Buddha dan pergi ke Ceylon (sekarang Sri Lanka) untuk menghadiri pertemuan Persaudaraan Buddhis Sedunia.[99] Saat mendedikasikan vihara Buddhis baru di dekat Pune, Ambedkar mengumumkan bahwa dia sedang menulis sebuah buku tentang Buddhisme, dan ketika itu selesai, dia akan secara resmi masuk agama Buddha.[100] Dia dua kali mengunjungi Burma: pertama pada tahun 1954; dan yang kedua pada saat menghadiri konferensi ketiga Persaudaraan Buddhis Sedunia di Rangoon.[101] Pada tahun 1955, dia mendirikan Bharatiya Bauddha Mahasabha, atau Masyarakat Buddhis India.[102] Pada tahun 1956, dia menyelesaikan karya terakhirnya, The Buddha and His Dhamma, yang diterbitkan secara anumerta.[102] Setelah pertemuan dengan biksu Buddha Sri Lanka Hammalawa Saddhatissa,[103] Ambedkar menyelenggarakan upacara publik resmi untuk dirinya dan para pendukungnya di Nagpur pada 14 Oktober 1956. Dengan menerima Tiga Perlindungan dan Lima Sila dari seorang biksu Buddha dengan cara tradisional, Ambedkar secara resmi berpindah agama bersama dengan istrinya. Dia kemudian melanjutkan untuk mengubah sekitar 500.000 pendukungnya yang berkumpul di sekelilingnya.[100][104] Dia menetapkan 22 Sumpah untuk orang-orang yang berpindah ke agama Buddha ini, setelah Tiga Permata dan Lima Sila. Ambedkar kemudian melakukan perjalanan ke Kathmandu, Nepal untuk menghadiri Konferensi Buddhis Dunia Keempat.[101] Karyanya tentang "Buddha atau Karl Marx" dan "Revolusi dan kontra-revolusi di India kuno" tidak selesai. KematianSejak tahun 1948, Ambedkar menderita penyakit diabetes. Dia terbaring di tempat tidur dari Juni hingga Oktober 1954 karena efek samping pengobatan dan penglihatan yang buruk.[100] Kesehatannya memburuk selama tahun 1955. Tiga hari setelah menyelesaikan naskah terakhirnya The Buddha and His Dhamma, Ambedkar meninggal dalam tidurnya pada 6 Desember 1956 di rumahnya di Delhi. Sebuah kremasi Buddhis diselenggarakan di pantai Dadar Chowpatty pada tanggal 7 Desember[105] yang dihadiri oleh setengah juta orang yang berduka.[106] Sebuah program konversi diselenggarakan pada 16 Desember 1956,[107] sehingga para peserta kremasi juga masuk agama Buddha di tempat yang sama.[107] Ambedkar meninggalkan istri keduanya Savita Ambedkar (dikenal sebagai Maisaheb Ambedkar), yang meninggal pada tahun 2003,[108] dan putranya Yashwant Ambedkar (dikenal sebagai Bhaiyasaheb Ambedkar), yang meninggal pada tahun 1977.[109] Savita dan Yashwant melanjutkan gerakan sosial keagamaan yang digagas BR Ambedkar. Yashwant menjabat sebagai Presiden ke-2 Masyarakat Buddhis India (1957–1977) dan anggota Dewan Legislatif Maharashtra (1960–1966).[110][111] Cucu tertua Ambedkar, Prakash Yashwant Ambedkar, adalah kepala-penasihat Masyarakat Buddhis India,[112] yang memimpin Vanchit Bahujan Aghadi[113][114] dan pernah menjadi anggota di kedua majelis Parlemen India.[114] Cucu Ambedkar yang lebih muda, Anandraj Ambedkar memimpin Sena Republik (terjemahan: "Tentara Republik").[115] Sejumlah naskah yang belum selesai dan draft tulisan tangan ditemukan di antara catatan dan kertas Ambedkar dan secara bertahap tersedia. Di antaranya adalah Waiting for a Visa, yang mungkin berasal dari tahun 1935 hingga 1936 dan merupakan karya otobiografi, dan Untouchables, or the Children of India's Ghetto, yang mengacu pada sensus tahun 1951.[100] Sebuah peringatan untuk Ambedkar didirikan di rumahnya di Delhi di 26 Alipur Road. Tanggal lahirnya diperingati sebagai hari libur umum yang dikenal sebagai Ambedkar Jayanti atau Bhim Jayanti. Dia secara anumerta dianugerahi kehormatan sipil tertinggi India, Bharat Ratna, pada tahun 1990.[116] Pada peringatan kelahiran dan kematiannya, dan pada Dhamma Chakra Pravartan Din (14 Oktober) di Nagpur, setidaknya setengah juta orang berkumpul untuk memberi penghormatan kepadanya di peringatannya di Mumbai.[117] Ribuan toko buku didirikan, dan buku-buku dijual. Pesannya kepada para pengikutnya adalah "mendidik, menggerakkan, mengorganisir!"[118] PeninggalanWarisan Ambedkar sebagai seorang pembaharu sosial-politik mempunyai pengaruh yang dalam pada India modern.[119][120] Di India pasca-Kemerdekaan, pemikiran sosio-politiknya dihormati di seluruh spektrum politik. Gagasan-gagasannya telah mempengaruhi berbagai bidang kehidupan dan mengubah cara India saat ini memandang kebijakan sosial-ekonomi, pendidikan dan tindakan afirmatif melalui insentif sosial-ekonomi dan hukum. Reputasinya sebagai seorang intelektual menjadikannya sebagai menteri hukum pertama India yang merdeka, dan ketua komite perancang konstitusi. Dia sangat percaya pada kebebasan individu dan mengkritik masyarakat berbasis kasta. Tuduhannya tentang Hindu sebagai dasar dari sistem kasta membuatnya kontroversial dan tidak populer di kalangan umat Hindu.[121] Kepindahannya ke agama Buddha memicu kebangkitan minat pada filsafat Buddhis di India dan luar negeri.[122] Banyak lembaga publik dinamai untuk menghormatinya. Bandara Internasional Dr. Babasaheb Ambedkar di Nagpur, atau dikenal sebagai Bandara Sonegaon, Institut Teknologi Nasional BR Ambedkar, Jalandhar, Universitas Ambedkar Delhi dinamai demikian untuk menghormatinya.[123] Pemerintah Maharashtra telah mengakuisisi sebuah rumah di London tempat Ambedkar tinggal selama hari-harinya sebagai mahasiswa di tahun 1920-an. Rumah itu diharapkan akan diubah menjadi museum sekaligus peringatan bagi Ambedkar.[124] Ambedkar terpilih sebagai "Orang India Terhebat" pada tahun 2012 dalam jajak pendapat yang diselenggarakan oleh History TV18 dan CNN IBN. Dia mengungguli Patel dan Nehru. Hampir 20 juta suara diberikan.[125] Karena kontribusinya dalam ilmu ekonomi, Narendra Jadhav, seorang ekonom India terkemuka,[126] mengatakan bahwa Ambedkar adalah "ekonom India berpendidikan tertinggi sepanjang masa."[127] Amartya Sen, mengatakan bahwa Ambedkar adalah "bapak ekonomi saya", dan "dia adalah sosok yang sangat kontroversial di negara asalnya, meskipun kenyataannya tidak demikian. Kontribusinya dalam bidang ekonomi luar biasa dan akan dikenang selamanya.”[128][129] Pada 2 April 1967, patung perunggu Ambedkar setinggi 3,66 meter (12 kaki) dipasang di Parlemen India. Patung, yang dipahat oleh BV Wagh, diresmikan oleh Presiden India saat itu, Sarvepalli Radhakrishnan.[130][131][132] Pada 12 April 1990, potret Dr. BR Ambedkar ditaruh di Aula Pusat Parlemen India.[133][134][135] Potret Ambedkar, yang dilukis oleh Zeba Amrohawi, diresmikan oleh Perdana Menteri India saat itu, VP Singh.[133] Potret Ambedkar lainnya disimpan di Museum Parlemen dan arsip Gedung Parlemen.[136][137] Indian Post mengeluarkan prangko yang didedikasikan untuk ulang tahunnya pada tahun 1966, 1973, 1991, 2001, dan 2013, dan menampilkannya di prangko lain pada 2009, 2015, 2016, 2017 dan 2020.[138][139] Warisan Ambedkar bukannya tanpa kritik. Ambedkar telah dikritik karena pandangannya yang sepihak tentang masalah kasta dengan mengorbankan kerja sama dengan gerakan nasionalis yang lebih besar.[140] Ambedkar juga dikritik oleh beberapa penulis biografinya karena mengabaikan pembangunan organisasi.[141] Filosofi politik Ambedkar telah memunculkan sejumlah besar partai politik, publikasi dan serikat pekerja yang tetap aktif di seluruh India, terutama di Maharashtra. Promosinya tentang agama Buddha telah menghidupkan kembali minat dalam filsafat Buddhisme pada sebagian populasi di India. Upacara konversi massal telah diselenggarakan oleh aktivis hak asasi manusia di zaman modern, meniru upacara Nagpur Ambedkar tahun 1956.[142] Beberapa umat Buddha India menganggapnya sebagai Bodhisattva, meskipun dia sendiri tidak pernah mengklaimnya.[143] Di luar India, selama akhir 1990-an, beberapa orang Romani Hungaria membandingkan persamaan antara situasi mereka sendiri dan orang-orang yang tertindas di India. Terinspirasi oleh Ambedkar, sebagian mereka juga mulai memeluk agama Buddha.[144] Pada Juli 2021, Perpustakan London School School of Economics and Political Science merilis pameran digital yang mengeksplorasi kehidupan dan peninggalan Ambedkar yang dianggap sebagai salah satu alumni universitas yang paling penting.[145] Universitas Columbia juga mempunyai catatan kehidupan Ambedkar dan banyak karya-karyanya yang telah disalin.[146] PublikasiDepartemen Pendidikan, Pemerintah Maharashtra (Mumbai) menerbitkan kumpulan tulisan dan pidato Ambedkar dalam volume yang berbeda.[147]
Referensi
Pranala luar
|