Benih rekalsitran
Benih rekalsitran adalah benih yang mengalami penurunan kemampuan pertahanan hidup cepat rusak pada kondisi kadar air yang sedikit. Umumnya, benih rekalsitran akan mati pada kadar air berkisar antara 12%–31%. Beniih rekalsitran juga tidak tahan disimpan pada suhu dan kelembapan rendah. Tumbuhan yang memiliki benih rekalsitran umumnya tidak membuat masak benih saat masih menyatu dengan bagian induknya. Benih rekalsitran yang terpisah dari tumbuhan induk umumnya mengandung kadar air yang tinggi. Setiap spesies tumbuhan dengan benih rekalsitran memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap pengeringan meskipun berada dalam famili atau genus yang sama. Benih rekalsitran memasuki masa panen pada kadar air berkisar antara 40%–60%. Penurunan kualitas benih rekalsitran dipengaruhi oleh suhu dan lama masa penyimpanan. Benih rekalsitran yang mengalami penurunan kualitas akan mengalami penurunan fungsi fisiologi dan fungsi kimiawi. Karakteristik benih rekalsitran dibedakan dengan homoiohidrik yang sama sekali tidak tahan terhadap pengeringan. Beberapa ilmuwan membedakan benih rekalsitran menjadi rekalsitran ringan, rekalsitran sedang, dan rekasitran berat. Perbedaan ketiganya didasari pada kemampuan perkecambahan, tingkat kadar air, sertah ketahanan suhu rendah dan pengeringan.[1] Benih rekalsitran dapat melakukan adaptasi dengan iklim tropis di kawasan hutan hujan tropika basah dan hutan bakau. Selain itu, benih rekalsitran dapat tumbuh di iklim sedang dalam kondisi kekeringan. Famili dan genus tumbuhan yang dapat menghasilkan benih rekalsitran yaitu Dipterocarpaceae, Rhizophoraceae, Meliaceae, Artocarpus, Durio, Araucaria, Triplochiton, Agathis, cengkih, dan ek.[2] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
|