Bengkaung, Batu Layar, Lombok Barat
Sejarah Bengkaung1720 - Banuwang Panagara atau Banuwara yang kemudian bernama Bengkaung didirikan oleh Dharma yang kemudian lebih dikenal sebagai Titik Gembot, putera Datu Banuwa. Banuwara berdiri sebagai hasil tuntutan Dharma pada saudaranya Datu Batuwa untuk memiliki wilayah pemerintahan sendiri di Juring Barat di mana ketika itu Banuwa bagian barat merupakan bagian Kerajaan Banuwa yang berpusat di sekitar Mantang, Lombok Tengah. Setelah berdiri sebagai kerajaan tersendiri bernama “Banuwang Panagara” yang berarti: Negara Orang Banuwa. 1730 - Terjadi pertempuran antara Dharma, Raja Banuwara dengan Demong Menggala menyangkut masalah perbatasan Banuwara dan Bentek. Demong Menggala yang wilayahnya sampai Bentek, di bawah pengaruh Raja Sokong Prawira. Pertempuran berakhir dengan kemenangan Dharma yang mencabut ketujuh keris yang ditelan penguasa Menggala tersebut dari perutnya yang terasa begitu sakit, sehingga memaksa Demong berjanji menarik pasukannya dari Semaya dan Pusuk. Puncak Pusuk kembali menjadi batas alam dan adat yang disepakati sejak saat itu. Sejak peristiwa pencabutan keris ini pulalah Dharma dikenal sebagai “Titik Gembot.” yang berarti : Nenek ke-tiga Sang Pencabut (“Gembot” dari akar kata embot – cabut). 1815 - Mamiq Dikawat menitipkan sebagian bangsawan Mantang di Banuwara. Saat ini Banuwara dipimpin Titik Jagad, cicit Titik Gembot, yang mengakibatkan penyerbuan tentara Bali dari Karang Asem ke wilayah ini. Tentara Bali melakukan penyerbuan ke Banuwara dua kali ber-turut-turut dalam dua tahun, memburu orang-orang Banuwa yang bersembunyi di Banuwara. 1820 - Muncul dua belas tokoh Banuwara yang dikenal kemudian sebagai 12 Pemimpin Bengkaung yang kemudian menyusun kekuatan sambil bersembunyi di hutan bukit utara Bengkaung. Pasukan Bali enggan memasuki tempat ini, dan terusir oleh teriakan-teriakan dari bukit yang kemudian dinamakan “Gunung Surak”, yang berarti : Bukit Teriak. Kemudian secara serempak turun (beng) bukit, dan berkumpul (kaung) di lembah selatan (sebagai dasar pendapat sebagian orang tentang asal mula disebut bengkaung). Beberapa di antara tokoh-tokoh tersebut bernama : Barsah, Barsiyah, Banggras, Guru Saleh, Guru Rentani bin Masjani, Sumidah, Suminggah, dan lain-lain. 1888 - Penguasa Bali Anak Agung memburu bangsawan dan para hajji Sasak secara keseluruhan, karena beranggapan bahwa semua pemberontakan baik dalam skala besar atau kecil didalangi oleh mereka. Pemberontakan di Anyer, Banten pada bulan Juli tahun ini yang dipimpin oleh para Paderi, menjadi alasan para penguasa Bali di Lombok untuk menekan rakyat Sasak. Pada masa ini gelar kebangsawanan Sasak “Datu” di Bengkaung ditanggalkan untuk menghindari pembantaian oleh kaki tangan Anak Agung dari Mataram. Untuk sementara waktu, para hajji Sasak, tidak berani menggunakan gelar hajjinya. 1890 - Pemberhentian Guru Merdet dari jabatan Penghulu (Wetu Telu) Bengkaung karena kalah berdebat dengan salah seorang warganya. Kemudian ditunjuk Suraja alias Guru Nurinah Owok sebagai Penghulu (Waktu Lima) pertama di Bengkaung. Dari Suraja inilah dinisbatkan nama Bani Nurinah. Penunjukannya sebagai penghulu setelah dilakukan pencarian mengenai figur asli turunan pimpinan Bengkaung yang ternyata adalah Suraja sendiri, yang adalah salah seorang canggah dari pendiri Bengkaung – Titik Gembot. 1894 - Perang Lombok terjadi antara penguasa Bali Anak Agung dengan Hindia Belanda berakhir tahun 1895. Sejak masa ini Lombok berganti tuan. Supremasi Bali tidak lagi ada, digantikan dengan penjajah Belanda yang kemudian menyusun administrasi pemerintahan. Imah ditunjuk sebagai keliang pertama yang memerintah Bengkaung pada masa Hindia Belanda. 1904 - Tanah-tanah milik pribadi para pamusungan, keliang dan penghulu dijadikan pecatu oleh pemiliknya untuk menghindari upeti. Akibatnya beberapa tanah para pejabat kampung menjadi milik Gubernemen. Namun pada kenyataan selanjutnya, tetap saja mereka harus membayar upeti. Sementara beberapa tanah sawah yang dijadikan tanah pecatu tidak bisa diambil kembali oleh pemilik dan keturunannya. 1928 - Beberapa orang dari Bengkaung dan dari beberapa desa lainnya, turut ambil bagian dalam pekerjaan membangun jalan raya menembus gunung Pusuk yang merupakan Proyek Gubernemen. Mereka berpeluh dengan baju compang camping di bawah pengawasan supervisor Belanda dengan pakaian gagah di atas kuda. 1930 - Wafatnya H. Muh. Shaleh bin Suraja, penghulu kedua Bani Nurinah. Pada waktu itu, kepeng bolong masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Saat itu, cucunya Akar yang kemudian menjadi H. Muh. Zakaria bin Mustafa baru belajar merangkak. Sebelum wafatnya, H. Muh. Shaleh mewasiatkan agar kepenghuluan sesudahnya dipegang oleh puteranya Mustafa. Tetapi karena Mustafa masih terlalu muda, yaitu sekitar + 32 tahun, maka kepenghuluan dipegang oleh pamannya Abd. Hamid yang dikenal sebagai Amaq Yahmin bin Suraja. Keliang Bengkaung saat itu adalah Majid alias Amaq Addis yang menggantikan H. Muh. Amin bin Amaq Risman. 1942 - Bala tentara Jepang (Dai Nippon) mendarat di Ampenan pada 8 Mei. Banyak pengungsi dari Ampenan menetap di Bengkaung selama beberapa waktu. Keturunan mereka banyak yang menjalin hubungan dengan warga Bengkaung hingga saat ini. Salah seorang pengungsi itu adalah Tuan Syayyid Hussein yang tinggal di rumahnya Muhammad Nasir di Bawak Duren, Bengkaung Daye. Seorang pengungsi lainnya bernama H. Jamal, ayahanda H. Mudahir, tinggal di rumah Amaq Ait, ayahanda (H.) Ahmad Basahir, tetangga dan misan Muhammad Nasir. Asap membubung di atas kota pelabuhan Ampenan. Tentara Belanda ditelanjangi dan dilucuti oleh Dai Nippon. Saat ini yang menjadi Keliang di Bengkaung adalah Ratimah al. H. Rafi’i Idan bin Ali bin Aq. Saim, dan Penghulu adalah Abd. Hamid bin Suraja. 1945 - Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Muhammad Hatta di Jakarta. Bagi masyarakat Sasak waktu itu, termasuk di Bengkaung, proklamasi kemerdekaan berarti berganti tuan, yakni dari Hindia Belanda kepada “Penguasa Jawa.” Semata-mata hanya untuk memenuhi nubuat Filsafat Sasak dari aksara-aksara awal Jejawan : Ha Na Ca Ra Ka, dengan penjelasan: Ha (Kekuasaan raja-raja Hindu/Budha); Na (Penjajahan Neders/Hindia Belanda); Ca (China/Champa yang berarti pendudukan Jepang); Ra (Pemerintahan Republik) dan Ka yang hingga kini belum diketahui makna dan realitanya. 1952 - Setelah tiga tahun menjadi keliang yaitu dari tahun 1949, Mustafa alias Amaq Yahya bin H. Muh. Shaleh bin Suraja membantu tugas-tugas kepenghuluan yang dipegang oleh Abd. Hamid alias Amaq Yahmin bin Suraja. Kepenghuluan di Bengkaung bagian utara dipegang oleh Abd. Hamid, dan di selatan diserahkan kepada Mustafa. Mustafa secara resmi menjadi penghulu di seluruh Bengkaung pada 1967 menggantikan Abd. Hamid, pamannya yang sudah uzur. 1965 - Meletus peristiwa G 30 S/PKI dan penumpasannya. Beberapa di antara warga Bengkaung yang terlibat hanya semata-mata sebagai partisan tidak aktif dari partai pendukung PKI seperti PIR (Partai Indonesia Raya) yang berlambang padi. Saat para petugas mencari orang-orang yang terlibat PKI dan ormas pendukungnya, maka H. Muh. Anwar bin (H.) Muh. Imam, mengatakan : “Di sini aman, tidak ada yang terlibat,” maka bebaslah orang-orang Bengkaung seperti Japar bin Rumaji, Ayep bin Yahudza, dan beberapa orang lainnya dari eksekusi maupun hukuman ringan seperti penjara atau wajib lapor. Pada masa itu paceklik di Bengkaung yang keliangnya adalah Saat alias Amaq Sapurah bin Pasah alias Amaq Acheh. 1971 - Untuk pertama kalinya seorang warga Bengkaung muncul dalam pemerintahan daerah Lombok Barat ketika H. Muh. Anwar bin (H.) Muh. Imam terpilih sebagai anggota DPRD Lombok Barat pada Pemilu pertama Orde Baru. H. Muh. Anwar dari PSII sebelum fusi dengan empat partai lainnya menjadi PPP pada pemilihan umum periode berikutnya pada tahun 1977. Keliang Bengkaung saat ini adalah Ra’is alias Amaq Arifin bin Amaq Risman, yang mengundurkan diri tahun 1975 setelah menulis surat pendek kepada Presiden Republik Indonesia – Soeharto, yang bunyinya : “Saya mengundurkan diri jadi kepala kampung.” 1975 - Ra’is bin Amaq Risman mengundurkan diri dari jabatan kepala kampung, untuk kemudian segera dilakukan pemilihan kepala kampung Bengkaung berikutnya. Pemilihan dilakukan secara langsung oleh masyarakat Bengkaung. Tiga yang dicalonkan adalah Muniah bin Japar, Cembun bin Ali keduanya dari Bengkaung Lauq, dan H. Halil bin Asi dari Bawak Duren. Pemilihan dimenangkan oleh H. Halil bin Asi secara amat telak! Dua calon dari Bengkaung Lauq tadi yang merupakan calon-calon unggulan H. Muh. Anwar bin H. Muh. Imam, hanya memperoleh akumulasi 14 suara. Sisanya lebih dari empat ratusan suara menjadi milik H. Halil bin Asi, yang merupakan calon unggulan (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Kemudian H. Halil memerintah Bengkaung selama lebih dari dua dekade, yaitu sampai saat pengunduran dirinya di bulan September 1997 dengan alasan untuk pergi melaksanakan hajji yang kedua kalinya. 1977 - Berdirinya SD pertama di Bengkaung yang diprakarsai oleh (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Walaupun tidak mendapat dukungan sama sekali dari rekan seperjuangannya yang juga sepupunya H. Muh. Anwar bin (H.) Muh. Imam dengan alasan, bahwa sudah ada institusi pendidikan yaitu MI Raudhatul Muslimin NW Kayangan yang juga mereka berdua ikut terlibat dalam pendirian dan pembangunannya. SD Darurat Bengkaung menggunakan rumah (H.) Muh. Zakaria sebagai tempat belajarnya sampai pintu-pintu dan jendela-jendela ruangan belajarnya roboh ditendang siswa saat didatangkan tukang suntik. SD Darurat kemudian pindah ke gedung baru yang dibangun di Bangket Telaga menjadi SD Inpres Bengkaung, kemudian menjadi SD Negeri Bengkaung. 1979 - Kampung Bengkaung dibagi menjadi dua yaitu Kampung Bengkaung Lauq (wilayahnya meliputi Bengkaung Lauq, Bengkaung Tengaq, Bengkaung Daye, Bunian dan Seraya), dan Bengkaung Daye (wilayahnya meliputi Pelolat, Kedondong Atas dan Bunut Boyot). Istilah kampung diganti menjadi dusun. Dusun Bengkaung Daye dipimpin oleh Utar bin Lebar bin Pasah, penghulunya H. Halil, dan Dusun Bengkaung Lauq dipimpin oleh H. Halil bin Asi, penghulunya (H.) Muh. Zakaria bin Mustafa. Saat itu kedua dusun Bengkaung desanya di Kekait Kecamatan Ampenan. 1990 - Untuk pertama kalinya, dengan Program Padet Karya, Jalan Lintas Bengkaung diperlebar pada bulan Oktober 1990. Mobil-mobil besar sudah bisa berpapasan dengan aman, walaupun jalan sendiri belum diaspal dengan alasan tidak ada tembusannya alias jalan buntu. Padat karya memperlebar jalan sepanjang + 1 kilometer dari Sandik sampai kaki Bukit Bunian. Cukup memuaskan masyarakat untuk sementara. 1992 - Listrik untuk pertama kalinya menyala di Bengkaung menyusul Program Listrik Masuk Desa. Maka berakhirlah era nonton berjubel masyarakat Bengkaung yang sudah lama membudaya. Setiap rumah memiliki TV yang tenaga baterainya dari energi listrik. Era nonton berjubel adalah masa-masa ketika TV masih sedikit, channelnya masih TVRI saja, di mana warga Bengkaung menonton beramai-ramai, tua muda, laki-laki perempuan, gadis bujang, bahkan para baheula untuk menonton acara-acara yang ditayangkan TVRI yang sumber energinya dari accu (baca: aki-pen.), di mana rawan terjadi perkelahian, pelemparan dan bentuk anarkhisme lainnya yang kadang terjadi secara spontan dan tiba-tiba, baik karena kekecewaan penonton ataupun rebutan pacar, karena terkadang acara nonton dijadikan ajang temu jodoh. Masuknya listrik juga dimanfaatkan oleh seorang politisi dari PPP yang mau cari muka pada masyarakat untuk memberi masyarakat image bahwa : Berkat perjuangan dialah listrik masuk Bengkaung. Karena memang secara kebetulan menjelang berdirinya tiang-tiang listrik, PPP barusan menang di Kampung Bengkaung Lauq dalam Pemilihan Umum tahun 1992. 1999 - Dimekarkan Desa Kekait menjadi Desa Kekait dan Desa Persiapan Lembahsari. Kedua dusun Bengkaung masuk dalam Desa Persiapan Lembahsari yang berkantor di Sidemen Lauq. Peristiwa-peristiwa yang terjadi kemudian cukup mencengangkan, yaitu terjadi Peristiwa “Jum’at Rusuh” di Sidemen Lauq yang hampir saja merenggut jiwa Kepala Desa Persiapan Lembahsari H. Nuruddin bin H. Tajuddin. Penyelesaiannya dengan pemberhentian H. Nuruddin dari jabatan Kepala Desa dan diganti oleh Sadli bin H. Shabri bin Abd. Hamid bin Suraja, yang pada waktu itu menjabat Sekretaris Desa merangkap Kepala Dusun Bengkaung Lauq. Sadli dari Bani Nurinah adalah putera Bengkaung pertama yang menjadi Kepala Desa. Saat ini Desa Persiapan Lembahsari dan Desa Kekait masuk dalam territorial wilayah Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. 2001 - Desa Persiapan Lembahsari definitif menjadi Desa Lembahsari. Desa ini sebelumnya memiliki empat dusun yaitu : Sidemen Lauq, Sidemen Daye, Bengkaung Lauq dan Bengkaung Daye. Seiring dengan definitifnya, semua RT atau dasan-dasan dalam keempat dusunnya menjadi dusun-dusun definitif tersendiri. Demikian pula kepenghuluannya. Saat ini Desa Lembahsari masuk dalam territorial Kecamatan Batulayar yang merupakan kecamatan baru, pemekaran dari Kecamatan Gunungsari. Kedua dusun Bengkaung terbagi-bagi sesuai dasan atau RT-nya sehingga keseluruhannya menjadi delapan dusun definitif. Selanjutnya dilaksanakan pemilhan kepala desa yang pertama setelah definitif pada 22 Agustus 2001. Terpilih sebagai Kepala Desa Lembahsari yang pertama adalah : Sadli bin H. Shabri bin Abd. Hamid bin Suraja. Pada pemilihan kepala desa Lembahsari periode berikutnya yaitu tanggal 15 Januari 2007, Sadli kembali terpilih setelah melibas rival-rival politiknya, yaitu : Musbah bin H. Murad bin H. Muh. Munir, Syafi’i bin H. Tajuddin dan Syahiruddin. 2004 - Dibuka Jalan Lintas Gunung Barat dan Utara yang dimulai dari Bangket Telaga di Bengkaung Lauq melintasi tanah pecatu di sebelah barat, belok ke utara menembus Seraya dan Bunian, atas prakarsa seorang politisi asal PDIP yang bernama H. Mudahir bin H. Jamal dari Ampenan, yang dibahasakan sebagai suatu balas budi kepada masyarakat Bengkaung atas bantuan mereka pada dia dan keluarganya waktu mengungsi pada tahun 1942 (Baca peristiwa tahun 1942). Pada tahun 2010, walaupun aspal hotmix hanya sampai dipertigaan Bunian, namun aspal lanjutannya belok kanan menurun sekitar setengah kilometer, ke selatan sampai Sandik aspal rusak. Jalan darurat dari pertigaan Bunian ke utara dibangun terus dengan pese lewat Program PNPM Mandiri tembus ke Pelolat terus ke Penanggak. Jalan berakhir di samping selatan Kantor Camat Batulayar di Melasa. 2011 - Pemekaran Desa Lembahsari menjadi Desa Lembahsari dan Desa Persiapan Bengkaung. Kantor Desa ditempatkan di eks Balai Dusun Bengkaung Lauq sebelum pemekaran. Kemudian tercatat beberapa aparat Desa Persiapan Bengkaung yang pertama, yaitu : Plt. Kepala Desa : Ahmad Raimah, A.Ma; Ketua BPD : A. Taufik Syukrianto, S.Sos; Plh. Ketua Umum LPM : Faizul Bayani, M.Pd; Penghulu Desa : Khairul Hafidzin, QH; dan Plh. Sekretaris Desa : Syaiful Nazar, S.IP. Tahun ini juga dianugerahi dengan difotmixnya jalan Lintas Bengkaung di dataran sepanjang + 1 kilometer, yaitu jalan yang pernah diaspal beberapa waktu sebelumnya dengan batu-batu yang ditempel dan dikeraskan secara kasar. Jalan ini cukup menyakiti masyarakat Bengkaung selama beberapa waktu karena menjadi jalan rusak berkerikil yang kalau dilalui akan terasa makin menyakiti dada pengguna jalan. Jalan yang dihotmix ini, di kiri kanannya pada beberapa bagian ditalut, kini nyaman digunakan dan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat Bengkaung. Tak ayal! Seorang politisi dari salah satu parpol memanfaatkan momment ini untuk mengakui, bahwa berkat perjuangannyalah program pembangunan jalan ini bisa direalisasikan. 2012 - Definitifnya Desa Bengkaung. Dilantiknya Anggota BPD 30 desa baru se-Kabupaten Lombok Barat, termasuk BPD Bengkaung yang diketuai A. Taufik Syukrianto, S.Sos pada 11 April. Desa Bengkaung kemudian menyelenggarakan pemilihan kepala desa yang pertama pada 18 Juli yang berhasil sukses di bawah kepanitiaan Pilkades Bengkaung yang dipimpin oleh H. Syaruji. Terpilih Kepala Desa pilihan masyarakat yang pertama adalah H. Ahmad Junaedy. Serah terima jabatan yang dirangkai dengan pembubaran panitia Pilkades diselenggarakan pada 1 September, dua hari setelah pelantikan dua kepala desa baru kecamatan Batulayar. Pranala luar |