Belajar tuntas
Belajar tuntas berdasar pada beberapa premis, diantaranya:
Kurikulum belajar tuntas biasanya terdiri dari beberapa topik berbeda yang mulai dipelajari oleh para siswa secara bersamaan. Siswa yang tidak menyelesaikan suatu topik dengan memuaskan diberi pembelajaran tambahan sampai mereka berhasil. Siswa yang menguasai topik tersebut lebih cepat akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua siswa dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke topik lainnya secara bersama-sama. Dalam lingkungan belajar tuntas, guru melakukan berbagai teknik pembelajaran, dengan pemberian umpan balik yang banyak dan spesifik menggunakan tes diagnostik, tes formatif, dan pengoreksian kesalahan selama belajar. Tes yang digunakan di dalam metode ini adalah tes berdasarkan acuan kriteria dan bukan atas acuan norma. Belajar tuntas tidak berhubungan dengan isi topik, melainkan hanya dengan proses penguasaannya. Metode ini berdasar pada model yang dikembangkan oleh Benjamin S. Bloom dan John B Carroll dengan mengacu pada gagasan Carroll tentang bakat (aptitude) yang mengacu pada jumlah waktu yang diperlukan seseorang untuk menguasai materi pembelajaran daripada kemampuan seseorang untuk menguasai materi pembelajaran. [1] Belajar tuntas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas oleh guru, tutorial satu per satu, atau belajar mandiri dengan menggunakan materi terprogram. Dapat dilakukan menggunakan pembelajaran guru secara langsung, kerjasama dengan teman sekelas, atau belajar sendiri. Di dalamnya diperlukan tujuan pembelajaran yang terumuskan dengan baik dan disusun menjadi unit-unit kecil secara berurutan. Dua permasalahan yang sering muncul dalam pelaksanaan belajar tuntas:
Permasalahan-permasalahan tersebut bukannya tidak bisa diatasi karena bisa diatur pemberian perhatian yang bersifat perorangan, menetapkan standar yang tinggi tapi bisa dicapai, dan menyediakan materi tambahan bagi siswa yang belajar dengan cepat. Referensi
Daftar pustaka
|