BehaviorismeBehaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme — termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan— dapat dan harus dianggap sebagai perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis internal atau konstrak hipotetis seperti pikiran. Behaviorisme beranggapan bahwa semua teori harus memiliki dasar yang bisa diamati, tetapi tidak ada perbedaan antara proses yang dapat diamati secara publik (seperti tindakan) dengan proses yang diamati secara pribadi (seperti pikiran dan perasaan). Tokoh-tokoh terkenal tentang masalah ini diantaranya adalah: Tokoh pendiriAliran behaviorisme pertama kali dikemukakan oleh John Broadus Watson pada dasawarsa 1910-an.[1] Watson mendasari pemikirannya mengenai behaviorisme dari pemikiran John Locke.[2] Ia mengemukakan bahwa proses introspeksi merupakan satu-satunya cara dalam mempelajari kesadaran. Ia berpendapat bahwa introspeksi merupakan alat riset yang handal. Watson menyatakan bahwa perilaku merupakan perhatian utama dalam psikologi. Watson juga menyatakan bahwa studi mengenai kesadaran hanya menjadi bagian dari filsafat dan bukan psikologi. Studi mengenai kesadaran menurutnya hanya mempersulit penelitian epistemologi untuk mempelajari perilaku manusia.[3] Konsep pentingPerilakuPerilaku dalam pengertian behaviorisme adalah segala tindakan yang dapat dijelaskan karena dapat teramati secara langsung.[4] Behaviorisme memandang bahwa perilaku manusia bersifat reaktif. Tindakan yang dilakukan oleh manusia diakibatkan oleh rangsangan dari luar.[5] Penjelasan atas perilaku harus melalui pengalaman nyata dan tidak melalui proses kejiwaan.[6] Dua tokoh behaviorisme, yaitu John Broadus Watson dan B. F. Skinner memberikan penekanan pendekatan behavioritik hanya kepada perilaku yang dapat diamati. Mereka juga memusatkan perhatian terhadap interaksi dengan lingkungan yang dapat dilihat dan terukur. Pada pendekatan ini, lingkungan merupakan penentu dari perilaku manusia. .[7] Faktor penguatan dan hukumanAliran behaviorisme menganggap penting keberadaan faktor penguatan dan hukuman sebagai rangsangan dalam membentuk perilaku.[8] Penguatan diartikan sebagai apa saja yang dapat memperkuat timbulnya tanggapan. Tanggapan akan semakin kuat jika penguatan ikut bertambah. Selain itu, tanggapan akan tetap dikuatkan meskipun jumlah penguatan berkurang. Contohnya, ketika guru memberikan tugas kepada peserta didik, penambahan tugas tersebut membuat peserta didik semakin giat belajar. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam belajar. Jika guru menetapkan pengurangan tugas dan ternyata peserta didik malah semakin giat belajar maka pengurangan tugas tersebut merupakan penguatan negatif dalam belajar.[9] Faktor penguatan menjadi landasan dalam model pengajaran sistem perilaku. Model ini mengadakan manipulasi penguatan dengan mengurutkan tugas-tugas belajar yang kemudian membentuk perilaku.[10] Teori belajar behavioristikBelajar dalam behaviorisme dianggap sebagai latihan bagi pembentukan hubungan antara rangsangan dan tanggapan menjadi perilaku.[11] Pada dasawarsan 1920-an, teori belajar behavioristik mengalami perkembangan. Epistemologi teorinya bersifat objektif.[12] Teori belajar dalam behaviorisme didasarkan kepada teori pengondisian dari lingkungan.[13] Pendekatan yang digunakan dalam teori ini adalah objektivisme, mekanisme, dan materialisme.[14] Teori ini menyatakan bahwa pengaturan kondisi belajar akan mengubah perilaku manusia sebagai hasil dari belajar.[15] Teori pengondisian ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu teori belajar asosiatif dan teori belajar fungsionalistik.[16] Teori belajar behavioristik meninjau kondisi belajar secara psikologi. Fokus utamanya adalah perilaku nyata tanpa memperhatikan mengenai kesadaran maupun konstruksi kejiwaan.[17] Teori belajar behavioristik juga mengabaikan konsep "pengertian" dan peranannya dalam belajar.[18] Para pakar di dalam teori pembelajaran behavioristik antara lain Edward Lee Thorndike, John Broadus Watson, Clark Hull, Edwin Ray Guthrie, dan B. F. Skinner.[19] Teori belajar behaviorisme merupakan salah satu teori belajar utama yang digunakan dalam pembelajaran pedagogi.[20] Ini sesuai karena anak-anak bukanlah orang dewasa dan memerlukan arahan dari guru.[21] Pendekatan pembelajaran behaviorisme juga digunakan dalam pembelajaran campuran.[22] ManusiaBehaviorisme merupakan salah satu aliran pemikiran yang menetapkan mekanisme perilaku terhadap manusia.[23] Manusia dipandang oleh behaviorisme sebagai makhluk yang bermasalah. Behaviorisme memposisikan manusia seperti benda mekanik yang selalu diliputi oleh masalah. Karenanya, masalah pada manusia merupakan kajian penting dalam behaviorisme.[24] PendekatanBehaviorisme mempelajari individu dengan menggunakan pendekatan dari karakter alami dari manusia dan metode ilmiah. Behaviorisme memberikan dua pendekatan yang berkaitan dengan teori belajar behavioristik. Pendekatan pertama, penjelasan atas perilaku didasarkan kepada pengaruh lingkungan terhadap individu. Pendekatan kedua, penelitian ilmiah dengan percobaan laboratorium yang dapat dikendalikan harus menjadi landasan bagi pemahaman terhadap manusia. Behaviorisme meneliti perilaku manusia, tetapi dalam pengujiannya lebih mengutamakan hewan sebagai subjek penelitiannya.[25] Tokoh pentingBurrhus Frederic SkinnerBurrhus Frederic Skinner adalah tokoh behaviorisme di Amerika Serikat. Ia berperan dalam penyempurnaan teori pengondisian klasik dan teori koneksionisme. Teori pengondisian klasik awalnya dikemukakan oleh Ivan Pavlov, sedangkan teori koneksionisme awalnya dikemukakan oleh Edward Lee Thorndike.[26] Karl SigmundKarl Sigmund merupakan tokoh behaviorisme yang memperkenalkan konsep hadiah dan hukuman. Ia merupakan psikolog dari Universitas Wina. Dalam behaviorisme, ia juga mengembangkan teori belajar behavioristik yang disebut pengondisian operan.[27] PengaruhTeori belajarPengaruh dari behaviorisme sangat penting dalam permasalahan belajar.[28] Behaviorisme mempengaruhi teori belajar konstuktivisme. Pemikiran yang mempengaruhi teori belajar konstukrivisme berasal dari pemikiran B. F. Skinner tentang teori belajar behavioristik. Pengaruh ini diketahui dari kesamaan kepentingan terhadap perilaku manusia. Skinner menyatakan bahwa perubahan perilaku yang dihasilkan dari belajar adalah dari tidak tahu menjadi tahu. Selain itu, behaviorisme juga mempengaruh teori belajar kognitivisme yang dikemukakan oleh Jean Piaget. Piaget mengaitkannya dengan masalah kejiwaan. Ia memberikan istilah skemata untuk mewakili peran struktur jiwa dalam mewakili segala bagian dari diri individu.[29] KognitivismeKognitivisme merupakan perluasan dari gagasan-gagasan behaviorisme. Pengaruh behaviorisme yang paling penting di dalam kognitivisme adalah gagasan mengenai keberadaan keadaan mental yang dapat mempengaruhi proses belajar. Kognitivisme oleh para pakar pendukungya menyatakan bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks.[30] Pembelajaran dan penguasaan bahasaBehaviorisme merupakan salah satu pendekatan teori yang digunakan di dalam pembelajaran dan penguasaan bahasa, selain kognitivisme dan humanisme. Behaviorisme menjadi salah satu yang mempengaruhi sikap dalam berbahasa. Aspek yang dipengaruhi adalah perilaku berbahasa.[31] Teori modifikasi perilaku kognitifTeori modifikasi perilaku kognitif merupakan salah satu pendekatan behaviorisme yang dikembangkan pada awal abad ke-20. Pengembangannya dilakukan oleh Ivan Pavlov. Pada tahun 1920, John Broadus Watson mengadopsi teori ini. B. F. Skinner dan Hans Eysenck pada dasawarsa 1950-an melakukan penelitian-penelitian untuk penyempurnaan teori modifikasi perilaku kognitif. Pendekatan modifikasi perilaku kognitif banyak digunakan oleh Donald Meichenbaum.[32] Referensi
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar
|