Batagak panguluBatagak pangulu merupakan upacara adat Minangkabau dalam rangka meresmikan seseorang menjadi panghulu (pemimpin klan).[1] Dalam hal ini pengangkatan atau peresmian penghulu tidak dapat dilakukan oleh keluarga yang bersangkutan saja. Peresmian haruslah berpedoman kepada petitih adat “maangkek rajo, sakato alam, maangkek pangulu sakato kaum”. Tata tertib meresmikan penghulu dimulai dari rapat atau mufakat kaum, kemudian dibawa kehalaman yang artinya dibawa masalahnya ke dalam kampung lalu diangkat ke tingkat suku (klan) dan akhirnya di bawa dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN). Yang berhak memasangkan deta panghulu (tutup kepala kebesaran penghulu) yang baru diangkat ialah pucuk adat. Pengangkatan penghulu dapat juga dilakukan dengan pedoman iduik bakarilaan, mati batungkek mati artinya, jika seseorang penghulu sudah tidak mampu lagi menjalankan tugasnya, mungkin karena kesibukan lain/mungkin karena kesehatan tidak mengizinkan/mungkin karena bekerja di rantau dan sebagainya, maka dia boleh menyerahkan jabatan itu kepada calon penggantinya. Biasanya calon pengganti itu ialah kemenakannya (putra saudara perempuannya) yang sudah dewasa. secara umum Batagak pangulu bukan agenda rutin yang memiliki waktu tertentu melainkan bersifat kondisional dan fleksibel sesuai kebutuhan atau situasi masyarakat yang dinamis sehingga upacara Batagak pangulu hanya akan dilaksanakan apabila seorang penghulu adat sudah layak di ganti. TambahanUpacara malewakan gala atau menegakkan penghulu adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat nagari untuk mengukuhkan sako (gelar pusaka) pada suatu kaum. Menegakkan sako dapat dilakukan atas tiga hal seperti hiduik bakarelaan (mengganti penghulu yang masih hidup), mati batungkek budi (mengganti penghulu yang sudah meninggal dunia), gadang manyimpang (pengankatan penghulu baru). Malewkan gala bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat atas pelantikan pemimpin baru suatu kaum dan penghulu tersebut akan memimpin nagari secara kolektif bersama dengan penghulu lainnya. Seorang penghulu pada hakekatnya “tumbuah dek batanam, tinggi dek baanjuang, gadang dek baambak” (tumbuh karena ditanam, tinggi karena dianjung, besar karena digemburkan). Kepemimpinan penghulu ditentukan oleh masyarakat kaumnya, perlu mendapatkan dukungan dari anggota keluarganya untuk menjalankan roda pemerintahan keluarga kaum dan nagari. Biasanya upacara pengankatan penghulu dilakukan selama tiga hari disertai dengan pertunjukan kesenian untuk menghibur tamu dan makan bersama dengan cara menyembelih seekor kerbau dan kepalanya digantungkan di tempat yang lebih tinggi sebagai tanda suksesnya kegiatan ini. Semua keluarga dekat, keluarga jauh dan kerabat serta masyarakat lainnya dalam nagari turut hadir memeriahkan terutama pada acara puncak seperti mendengarkan pidato adat yang menyatakan tugas dan tanggung jawab penghulu baru tersebut. Dalam pidato adat penghulu yang baru diangkat tersebut menyatakan bahwa ia berjanji tidak menyimpang dari kaedah adat dalam menjalankan roda pemerintahannya. Referensi |