Bapak rumah tanggaBapak rumah tangga adalah ayah yang tidak bekerja tetapi melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, bersih-bersih, serta merawat dan membesarkan anak di rumah. Jumlah bapak rumah tangga mulai meningkat secara bertahap pada akhir abad ke-20, terutama di negara-negara Barat yang maju. Statistik terbaru yang dirilis Pew Research, menunjukkan sebuah laporan pada Juni 2014 yang menemukan 2 juta pria menjadi bapak rumah tangga di rumah di AS.[1] Namun, pada tahun 2010, jumlah bapak rumah tangga telah mencapai titik tertinggi 2,2 juta. Meskipun peran tersebut tunduk pada banyak stereotip, laki-laki mungkin mengalami kesulitan mengakses manfaat pengasuhan, komunitas, dan layanan yang biasanya ditargetkan hanya untuk para ibu, tetapi peran ini menjadi lebih dapat diterima secara sosial pada tahun 2000-an.[2] Bapak rumah tangga lebih sering digambarkan di media pada tahun 2000-an, terutama di Amerika Serikat. Namun, karena struktur keluarga tradisional dan ekspektasi stereotip, figur bapak rumah tangga tetap dianggap tidak lazim secara budaya di negara-negara Asia.[3][4] PrevalensiAmerika SerikatPada tahun 2008, diperkirakan 140.000 ayah yang sudah menikah bekerja di rumah sebagai pengasuh utama anak-anak mereka sementara istri mereka bekerja di luar rumah untuk menafkahi keluarga. Jumlah ini kurang dari dua tahun sebelumnya, menurut Biro Sensus AS.[5] Pada tahun 2007, bapak rumah tangga membentuk sekitar 2,7 persen dari orang tua yang tinggal di rumah. Persentase ini tiga kali lipat persentase dari tahun 1997, dan secara konsisten lebih tinggi setiap tahun sejak tahun 2005. Pada tahun 2006, bapak rumah tangga mengasuh sekitar 245.000 anak; 63 persen bapak rumah tangga memiliki dua anak atau lebih. Statistik ini hanya memperhitungkan bapak rumah tangga yang sudah menikah; ada anak-anak lain yang diasuh oleh ayah tunggal atau pasangan gay. Sulit untuk memastikan berapa banyak dari bapak rumah tangga ini telah menerima peran tersebut secara sukarela, dan berapa banyak yang terpaksa melakukannya akibat krisis ekonomi pada akhir 2000-an dan awal 2010-an, dimana sebagian besar industri kerah biru laki-laki menderita kerugian yang signifikan dan banyak laki-laki yang sebelumnya bekerja memasuki periode pengangguran berkepanjangan. IndonesiaDi Indonesia, ayah yang menjadi bapak rumah tangga terus mengalami peningkatan. Stigma kuat membuat demikian konsep ini belum sepenuhnya diterima di masyarakat, di beberapa budaya bahkan menganggap tabu atau aib jika pria melakukannya. Namun, di kota-kota besar menjadi bapak rumah tangga sepertinya mulai diterima sebagai hal lumrah.[6] Meskipun demikian, masih banyak stereotip keliru yang kerap menimpa pria yang memutuskan untuk menjadi bapak rumah tangga dan mengasuh anak. Beberapa orang yang masih terjebak dalam budaya patriarki menganggap pekerjaan rumah dan mengurusi anak bukanlah tugas yang seharusnya dilakukan para pria.[7][8] Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar |