Banyarwanda

Banyarwanda (Kinyarwanda: jamak: Abanyarwanda, tunggal: Umunyarwanda; secara harfiah "mereka yang datang dari Rwanda") adalah kelompok budaya dan bahasa dari orang-orang yang mendiami sebagian besar Rwanda. Beberapa Banyarwanda tinggal di Republik Demokratik Kongo, bermigrasi ke sana dari Rwanda. Di Kongo, mereka tinggal di provinsi Kivu Utara dan Kivu Selatan. Ada juga 1 juta Banyarwanda di Uganda di mana mereka tinggal di barat negara itu. Umutara dan Kitara adalah pusat daerah pastoral dan pertanian mereka.

Klasifikasi

Banyarwanda, melalui bahasa Kinyarwanda, membentuk subkelompok masyarakat Bantu yang mendiami wilayah yang membentang ke timur dan selatan dari Afrika Tengah melintasi wilayah Danau Besar Afrika hingga ke Afrika Selatan.[1] Cendekiawan dari Royal Museum of Central Africa di Tervuren, berdasarkan karya Malcolm Guthrie sebelumnya, menempatkan Kinyarwanda dalam bahasa Great Lakes Bantu.[2] Klasifikasi ini mengelompokkan Banyarwanda dengan sembilan belas kelompok etnis lainnya seperti Barundi, Banyankore, Baganda dan Bahunde.[3]

Sejarah

Asal usul

Twa adalah kelompok Banyarwanda paling awal yang menetap di wilayah Rwanda

Banyarwanda adalah keturunan dari berbagai kelompok masyarakat yang menetap di daerah tersebut melalui serangkaian migrasi. Penghuni paling awal yang diketahui di wilayah Danau Besar Afrika adalah sekelompok pemburu yang hidup di akhir Zaman Batu. Kemudian terdapat pemukiman yang lebih besar pada pemukim awal Zaman Besi yang memproduksi tembikar berlesung pipit dan perkakas besi.[4][5] Penduduk awal ini adalah nenek moyang Twa, sekelompok pemburu-pengumpul kerdil asli yang masih tinggal di daerah itu sampai sekarang.[6] Antara 700 SM dan 1500 M, sejumlah kelompok Bantu bermigrasi ke wilayah tersebut dan mulai membuka lahan hutan untuk pertanian.[7][6] Twa yang tinggal di hutan kehilangan sebagian besar habitatnya dan pindah ke lereng gunung.[8] Sejarawan memiliki beberapa teori tentang sifat migrasi Bantu; salah satu teori mengatakan bahwa pemukim pertama adalah Hutu, sedangkan Tutsi datang bermigrasi dan membentuk kelompok ras yang berbeda, mungkin berasal dari Kushitik.[9] Sedangkan sebuah teori alternatif mengatakan bahwa migrasi yang ada lambat dan mantap dengan kelompok-kelompok pendatang berintegrasi ke dalam daripada menaklukkan masyarakat yang ada.[10][6] Berdasarkan teori ini, perbedaan Hutu dan Tutsi tampak dan merupakan suatu perbedaan kelas daripada perbedaan ras.[11][12]

Bentuk organisasi sosial paling awal di daerah itu adalah klan (ubwoko).[13] Klan tersebut tidak terbatas pada garis keturunan atau wilayah geografis saja, dan klan besar diantaranya Hutu, Tutsi, dan Twa.[14] Dari abad ke-14 atau ke-15, klan mulai bergabung membentuk sebuah kerajaan, di mana Kerajaan Rwanda adalah salah satunya.[15] Menurut sejarah lisan, Rwanda didirikan di tepi Danau Muhazi di daerah Buganza, dekat dengan kota modern Rwamagana.[16][17][18] Pada saat itu, Kerajaan Rwanda adalah negara kecil dalam konfederasi longgar dengan kerajaan tetangga yang lebih besar dan lebih kuat seperti Bugesera dan Gisaka.[19] Kerajaan itu diserbu oleh Banyoro sekitar tahun 1600 dan para raja terpaksa mengungsi ke barat,[17][19] tetapi kerajaan itu bertahan dan dinasti baru, Nyiginya, dibangun oleh Ruganzu Ndori. Kerajaan baru ini mulai berkembang dengan basisnya di Nyanza.[20] Kerajaan ini mencapai puncaknya pada abad kesembilan belas di bawah pemerintahan Raja Kigeli Rwabugiri. Rwabugiri memprakarsai beberapa reformasi administrasi dalam budaya Banyarwanda seperti ubuhake yaitu dimana orang-orang Tutsi menyerahkan ternak mereka kepada orang Hutu dan mereka harus memberikan pelayanan yang baik pada Hutu dalam bidang ekonomi ataupun pribadi.[21] Atau uburetwa yaitu sistem korve di mana Hutu dipaksa bekerja untuk kepala suku Tutsi.[22] Perubahan Rwabugiri menyebabkan keretakan tumbuh antara orang-orang Hutu dan Tutsi.[22] Orang Twa berkembang lebih baik daripada di masa pra-Kerajaan, dengan beberapa menjadi penari di istana kerajaan,[8] tetapi jumlah mereka terus menurun.[23]

Migrasi dan pengaruh kolonial

Eksodus (pergi meninggalkan tanah kelahiran) pertama etnis Banyarwanda dari yurisdiksi kerajaan Rwanda adalah Banyamulenge yang menyeberangi sungai Ruzizi ke provinsi Kivu Selatan di Kongo Belgia. Sejarawan Rwanda, Alexis Kagame, menulis pada tahun 1972 bahwa tentara di bawah Raja Kigeli II menetap di Kongo pada tahun 1700-an, meskipun Gérard Prunier meragukan hipotesis ini dengan alasan ia berpendapat Kagame memiliki "kecenderungan untuk membesar-besarkan kekuatan kerajaan Rwanda lama."[24][25] Sejarawan internasional percaya bahwa masuknya Banyarwanda ke Kivu Selatan yang signifikan pertama kali terjadi pada tahun 1880-an, meskipun beberapa intelektual Kongo menentangnya.[26] Para ahli menyebutkan dua alasan utama migrasi; yang pertama adalah bahwa para migran terdiri dari Tutsi yang berusaha menghindari pajak yang semakin tinggi yang dikenakan oleh Rwabugiri, dan yang kedua adalah bahwa kelompok tersebut melarikan diri dari perang suksesi yang meletus setelah kematian Rwabugiri pada tahun 1895.[27] Kelompok ini sebagian besar terdiri dari orang Tutsi dan Hutu abagaragu. Mereka menetap di atas Dataran Ruzizi di Dataran Tinggi Itombwe. Dataran tinggi, yang mencapai ketinggian 3.000 meter (9.800 ft) , tidak dapat mendukung pertanian skala besar, tetapi memungkinkan penggembalaan ternak.[24] Seiring waktu, Banyamulenge kurang diidentifikasi sebagai Banyarwanda dan lebih sebagai Kongo.[28] Setelah menetap di negara itu sebelum era kolonial, mereka kemudian diperlakukan sebagai etnis minoritas asli di Kongo, bukan sebagai migran atau pengungsi.[28]

Budaya

Referensi

  1. ^ Butt 2006, hlm. 39.
  2. ^ Nurse & Philippson 2003, hlm. 645.
  3. ^ Chrétien 2003, Appendix: Group J Languages.
  4. ^ Dorsey 1994, hlm. 36.
  5. ^ Chrétien 2003, hlm. 45.
  6. ^ a b c Mamdani 2002, hlm. 61.
  7. ^ Chrétien 2003, hlm. 58.
  8. ^ a b King 2007, hlm. 75.
  9. ^ Prunier 1999, hlm. 16.
  10. ^ Mamdani 2002, hlm. 58.
  11. ^ Chrétien 2003, hlm. 69.
  12. ^ Shyaka, hlm. 10–11.
  13. ^ Chrétien 2003, hlm. 88.
  14. ^ Chrétien 2003, hlm. 88–89.
  15. ^ Chrétien 2003, hlm. 141.
  16. ^ Dorsey 1994, hlm. 37.
  17. ^ a b Munyakazi & Ntagaramba 2005, hlm. 18.
  18. ^ Prunier 1999, hlm. 18.
  19. ^ a b Chrétien 2003, hlm. 158.
  20. ^ Dorsey 1994, hlm. 39.
  21. ^ Prunier 1999, hlm. 13–14.
  22. ^ a b Mamdani 2002, hlm. 69.
  23. ^ Prunier 1999, hlm. 6.
  24. ^ a b Prunier 2009, hlm. 51.
  25. ^ Prunier 2009, hlm. 381.
  26. ^ Lemarchand 2009, hlm. 10.
  27. ^ Mamdani 2002, hlm. 247.
  28. ^ a b Mamdani 2002, hlm. 248–249.

Bacaan tambahan

Derek Nurse,

Kembali kehalaman sebelumnya