Bambu duri
Bambu duri atau buluh duri[4] (Bambusa blumeana) adalah sejenis bambu yang memiliki duri terutama pada buku cabang dan ranting-rantingnya. Bambu duri memiliki nama-nama lain, di antaranya haur cucuk, awi duri (Sd.), pring gĕsing, p. greng (Jw.),[5][6] dan lain-lain. Di banyak tempat di Jawa juga dikenal dengan nama pring ori. Tumbuhan ini masih segenus dengan bambu cina, bambu duri besar, bambu kuning, bambu putih, dan bambu tutul.[6] PengenalanBambu yang merumpun dan padat, rimpangnya bercabang simpodial; pangkal rumpun rapat dilingkungi oleh cabang dan ranting-ranting berduri. Rebung berwarna jingga, tertutup oleh bulu-bulu miang cokelat. Buluhnya tegak, mencapai tinggi 25 m, agak berbiku-biku, berduri; mulai bercabang di atas tanah, berupa satu cabang dominan diikuti oleh cabang lain yang lebih kecil. Buluh muda dengan lapisan lilin putih dan bulu miang cokelat yang tersebar, akhirnya menjadi gundul dan hijau mengilap. Panjang ruas 25-30 cm dan garis tengahnya 5–10 cm; tebal dinding buluh lk. 10-20 mm, terkadang hampir padat pejal pada dasarnya.[6][7] Bukunya menonjol, buku-buku dekat pangkal dengan akar udara.[7] Pelepah buluh lekas rontok; bentuk segitiga lebar, hingga lk. 30 × 22 cm, yang bawah pendek dan sempit, lebih ke atas berangsur-angsur membesar, kusam, seperti kulit; sisi luarnya tertutup oleh miang berwarna cokelat yang mudah rontok. Daun pelepah buluh lanset sempit, hingga 15 × 1,5 cm, tegak pada ruas-ruas pangkal dan ujung, mendatar pada ruas-ruas tengah, tepinya terkeluk ke dalam, berambut miang yang tersebar di sisi dalam (adaksial), gundul sisi luarnya (abaksial).[7] Kuping pelepah buluh kecil, bercuping melebar yang kadang-kadang mengeriput, dengan bulu-bulu kejur sepanjang 5–15 mm pada tepinya; ligula (lidah-lidah) kaku, tinggi 3–5 mm, paling tinggi di sebelah tengah, sisi luar dengan bulu-bulu kejur yang kaku.[6][7] Helaian daun bentuk lanset memanjang, 15-20 × 1,5–2 cm, pangkal membulat, ujung melancip sempit; kuping pelepah kecil, dengan sedikit bulu kejur sepanjang 1–3 mm; ligula rompang, pendek, menyerabut.[7] Perbungaan berupa bulir pada cabang berdaun atau cabang pada buluh yang tak berdaun, dengan kelompok-kelompok kecil pseudospikelet pada masing masing bukunya, terpisah sejarak 1–5 cm. Spikelet memipih, panjang hingga 5 cm, terdiri dari 2-3 gluma kosong dan 5-12 floret. Kariopsis tidak diketahui.[7] Agihan dan ekologiBambu duri diperkirakan berasal dari bagian barat Indonesia: Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.[7][8] Namun bambu ini telah semenjak lama diintroduksi dan dibudidayakan di Asia Tenggara daratan (Semenanjung Malaya, Thailand, Vietnam), Tiongkok selatan (Fujian, Guangxi, Yunnan, Taiwan), serta Filipina.[7][8][9] Di alam liar, bambu duri ditemukan tumbuh hingga ketinggian 300 m dpl., sering pada tanah-tanah yang berat dan tanah marjinal, akan tetapi bukan pada tanah yang bergaram, dengan pH yang optimal antara 5—6,5. Bambu ini tumbuh baik pada lereng-lereng bukit, tepian sungai dan curah, dan sedikit banyak tahan banjir.[7] ManfaatBuluhnya yang tebal dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, termasuk untuk konstruksi, tiang-tiang penopang, cerocok, parket; juga untuk membuat furnitur, perkakas dapur, mainan, anyam-anyaman (keranjang kasar hingga topi), dan sumpit.[5][6][7] Buluh bambu duri memiliki kerapatan sebesar 500 kg/m³ pada kadar air 15%. Tanpa pengawetan, bambu ini hanya bertahan 2—5 tahun pada penggunaan di bawah atap, 1—3 tahun di luar ruangan, dan 6 bulan atau kurang apabila terendam air laut. Buluhnya dapat pula diolah menjadi bubur kayu (pulp) yang cukup baik untuk membuat kertas. Buluh yang kering dimanfaatkan sebagai kayu bakar.[7] Rebungnya dimakan orang sebagai sayuran.[7] Daun-daun dan rantingnya yang muda untuk pakan ternak.[5] Rumpun bambu duri juga ditanam orang untuk melindungi sempadan sungai dari erosi, sebagai tanaman penahan angin, sebagai tanda batas lahan, sebagai pagar hidup untuk melindungi kebun,[7] dan sebagai pagar atau benteng pertahanan kampung di masa lalu.[2] Bambu duri merupakan jenis yang terpenting secara ekonomi di Filipina. Ekspor furnitur bambu dari negeri ini mencapai nilai US$ 741 505 pada tahun 1987.[7] Jenis yang serupaBambusa bambos (bambu duri besar) memiliki perawakan yang serupa dan sering kali dikacaukan dengan B. blumeana. Kedua jenis bambu ini sangat mirip, namun dapat dibedakan dengan memperhatikan pelepah buluhnya. B. blumeana mempunyai cuping pelepah buluh yang jelas, dengan banyak bulu-bulu kejur yang melengkung di tepiannya; sementara cuping pelepah buluh pada B. bambos lebih berupa perpanjangan bagian bawah daun pelepah ke arah samping yang mengeriput, dengan banyak rambut-rambut miang cokelat gelap hingga hitam pada permukaan daun pelepah sebelah dalam.[6][7] Uraian B. bambos Backer ex K. Heyne (Tumbuhan Berguna Indonesia, I: 335) tercampur dengan keterangan B. blumeana di dalamnya (yakni Arundarbor spinosa Rumph.).[10] Di Jawa, B. bambos—yang merupakan jenis introduksi—hanya didapati di kebun raya.[6] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Bambusa blumeana.
|